Membincang Kontekstualisasi Hablum minal Alam
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Indonesia adalah negara yang diberkahi dengan keanekaragaman hayati serta dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah.
Maka dari itu, sudah sepatutnya bagi kita semua untuk tetap menjaga kelestarian alam yang kita miliki agar keseimbangan alam tetap terjaga dan ekosistem yang ada tidak rusak.
Akan tetapi, belakangan sering kita dapati keseimbangan alam yang rusak akibat keserakahan beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab.
Hal ini senada dengan firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ .
Artinya:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia;
Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar-Rum ayat 41)
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin telah mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga hubungan dengan alam (hablum minal alam).
Hubungan antara manusia dengan alam hendaknmya bersifat simbiosis mutualisme, karena pada hakikatnya kita semua adalah sesama makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada Allah.
Sebagaimana yang dipertegas oleh baginda Nabi Muhammad Saw. dalam haditsnya yang berbunyi:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا ، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا ، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ ، إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
Artinya:
“Tak seorang pun muslim yang menanam pohon atau tanaman, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau hewan lainnya, kecuali akan menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari).
Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad Saw. memberikan penekanan kepada kita untuk menanam pepohonan.
Kemudian memproduksi hasilnya untuk sumber pangan manusia dan hewan serta merawatnya kembali.
Hal ini dimaksudkan agar kualitas udara di sekitar kawasan kita tetap terjaga dan ekosistem kehidupan tetap stabil.
Ikhtiar dalam merawat kelestarian lingkungan banyak dinuqil dan diimplementasikan ke dalam ilmu-ilmu pengetahuan berbasis keislaman dan umum.
Kelestarian lingkungan sering kali menghadapi beberapa faktor. Bahkan tidak jarang, kepentingan di beberapa elit politik seringkali berdampak pada kerusakan alam.
Roy Murtadho (26/08/16) melalui indoprogress.com berpendapat bahwa seorang ulama besar, Al-Alim Al-’Allamah Wahbah Al-Zuhaily berpendapat bahwa sumber mineral haruslah dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat dan tidak boleh dimonopoli oleh orang perorang atau dikuasai pihak swasta.
Hal ini senada dengan pemikiran KH. Sahal Mahfudz dalam Fiqh Sosial yang melahirkan kaidah dar al-mafasid wa jalb al-mashalih (menghindarkan kerusakan dan membawa kebaikan).
Bahwa menghindari kerusakan dengan cara merawat dan menjaga kelestarian serta sumber daya alam adalah tugas bagi kita semua selaku warga masyarakat Indonesia.
Kerusakan alam yang disebabkan oleh oknum-oknum tertentu apabila dilakukan secara terus menerus dapat menyebabkan kestabilan Indonesia di masa depan terganggu.
Sebagai negara dengan sistem kepulauan dan keanekaragaman hayati. Kestabilan negara kita sangat bergantung pada kestabilan alam.
Tidak hanya mempengaruhi aspek ekonomi, kerusakan alam dapat mempengaruhi ketersediaan air bersih, bencana banjir dan tanah longsor serta tercemarnya kualitas udara kita.
Berapa banyak hutan yang terbakar akibat keserakahan pihak-pihak tertentu.
Polusi udara di-mana-mana serta banyak sungai-sungai yang tercemar limbah.
Maka dari itu, adalah tugas bagi kita sekalian untuk peduli pada lingkungan tempat tinggal kita tercinta ini.
Usia bumi yang sudah semakin tua mengharuskan kita untuk tetap merawatnya sebagaimana amanah UUD 1945 pasal 28 H ayat satu yaitu “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” []