Membincang Konsep Mabadi Khaira Ummah

 Membincang Konsep Mabadi Khaira Ummah

Membincang Konsep Mabadi Khaira Ummah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sebagai umat Nabi Muhammad Saw, kita sebagai umat islam telah Allah tetapkan sebagai umat terbaik yang menjadi pengikut seorang Nabi terbaik.

Hal ini telah Allah nyatakan dalam Qur’an Surat Ali Imran ayat 110 yang berbunyi:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Artinya:

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”

Oleh sebab itu, Nahdlatul Ulama (NU) selaku organisasi masyarakat (ormas) terbesar di Indonesia telah memainkan peran sebagai salah satu bagian dari umat terbaik untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar melalui pilar-pilar kebangsaan serta ukhuwah Islamiyah yang berlaku.

Maka lahirlah konsep mabadi khaira ummah.

Konsep mabadi khaira ummah lahir digagas pertama kali pada Muktamar NU Ke-13 di Menes Pandeglang Banten 1938.

Selanjutnya pada Muktamar NU Ke-14 di Magelang 1939 menindaklanjuti konsep mabadi khaira ummah untuk dikembangkan sebagai sebuah konsep yang  dapat menunjang kemaslahatan masyarakat Indonesia secara keberlanjutan.

Penggagas konsep mabadi khaira ummah adalah KH. Mahfudz Siddiq.

Beliau adalah ketua umum PBNU ketika hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari menjabat sebagai Rais Akbar PBNU.

KH. Mahfudz Siddiq merupakan putra dari KH. Ahmad Siddiq, pendiri pondok Pesantren As-Shiddiqiyah Jember.

Mahfudz Siddiq merancang prinsip-prinsip pengembangan sosial dan ekonomi melalui tiga poin konsep mabadi khaira ummah.

Tiga poin tersebut antara lain prinsip Ash-Shidqu (benar tidak berdusta), Al-Amanah Wal wafa bil ‘Ahdi (amanah, menepati janji), dan At-Ta’awun (tolong-menolong).

Selanjutnya pada Musyawarah Nasional (Munas) NU di Lampung tahun 1992, konsep mabadi khaira ummah dikembangkan menjadi lima poin karena terdapat dua poin prinsip tambahan, yaitu  Al-‘Adalah (keadilan) dan Al-Istiqamah (keteguhan).

KH. Mahfudz Siddiq menyebutnya sebagai Pancasila Mabadi.

Secara definitif, mabadi khaira ummah adalah prinsip-prinsip dasar yang digunakan untuk mengupayakan terbentuknya tatanan kehidupan masyarakat yang ideal atau terbaik, yaitu masyarakat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar ma’ruf nahi munkar.

Prinsip tersebut dimaksudkan sebagai tujuan mencapai khaira ummah secara komprehensif.

Prinsip-prinsip Mabadi Khaira Ummah

Prinsip  Ash-Shidqu berarti kejujuran  atau  kebenaran, kesunguhann. Jujur dalam arti satunya kata dengan perbuatan ucapan dengan pikiran.

Apa yang diucapkan sama dengan yang dibatin.

Tidak memutarbalikkan fakta dan meberikan informasi yang menyesatkan, jujur saat berpikir dan bertransaksi.

Mau mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik.

Selanjutnya Al-Amanah wal Wafa bil ‘Ahdi. Yaitu melaksanakan semua beban yang harus dilakukan terutama hal-hal yang sudah dijanjikan.

Karena itu kata tersebut juga diartikan sebagai dapat dipercaya dan setia dan tepat pada janji, baik bersifat diniyah maupun ijtimaiyah.

Semua ini untuk menghindarkan berapa sikap khianat dan manipulatif.

Kemudian At–Ta’awun. Tolong-menolong  merupakan  sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain.

Ta’awun berarti bersikap setiakawan, gotongroyong dalam kebaikan dan dan taqwa. Ta’awaun mempunyai arti timbal balik, yaitu memberi dan menerima.

Setelah itu ada Al-’Adalah yang berarti bersikap adil, obyektif, proporsional dan taat asas, yang menuntut setiap orang menjunjung tinggi keadilan, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, jauh dari pengaruh egoisme, emosi pribadi dan kepentingan pribadi.

Distorsi semacam itu bisa menjerumuskan orang pada kesalahan dalam bertindak.

Dan terakhir adalah Al-Istiqamah yang berarti teguh, jejeg ajek dan konsisten.

Tetap teguh dengan ketentuan Allah dan Rasulnya dan tuntunan para salafus shalihin dan aturan main serta rencana yang sudah disepakati bersama.

Istiqamah berdasarkan kesinambungan dan keterkaitan antara satu periode dengan periode berikutnya. []

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *