Membincang Keuangan Masjid
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Dahulu saya jumpai masjid untuk salat saja. Sebab peran pendidikan, pengajian, pelaksanaan ajaran agama seperti zakat dan kurban ditangani oleh para kiai dan ustaz setempat.
Namun setelah para kiai sepuh wafat, belajar ngaji alif ba’ ta’ sudah berpindah ke Masjid dan Musala dengan sistem kelas. Zakat dan Kurban bergeser ke Masjid.
Ada sebagian Masjid yang sudah siap dengan bekal keilmuan, karena ada lulusan pesantren.
Atau setidaknya meskipun bukan santri tapi dibekali dengan pelatihan mengelola zakat, kurban dan keuangan secara tuntunan Fikih.
Di sisi lain ada sebagian Masjid yang memiliki kas jumlah besar dengan jumlah rekening ratusan tapi minim kegiatan.
Ada juga Masjid yang menerapkan saldo harus nol di akhir bulan.
Bagi saya ada beberapa hal yang ‘paten’ harus dijaga di dalam Masjid, misalnya kesucian.
Juga soal status tanah wakaf, sebab di perkotaan atau perumahan masih banyak tanah fasum (fasilitas umum) dijadikan Masjid, atau area parkiran di mall dan hotel ditulis ‘Masjid’ padahal pemiliknya adalah non muslim.
Namun sisi lain ada yang longgar dari ijtihad ulama klasik, sehingga saya setuju bila beberapa pendapat dari 4 Mazhab diakomodir.
Saat ini ada beberapa Masjid yang menggunakan uang infak Masjid untuk keperluan di luar Masjid, padahal orang-orang yang berinfak tentunya untuk Masjid tersebut.
Namun ada ulama yang membolehkan untuk kemaslahatan secara umum bagi umat Islam:
وأن المسجد حر يملك فلا يجوز التصرف فيه إلا بما فيه مصلحة تعود عليه أو على عموم المسلمين
Artinya:
“Masjid adalah institusi yang mempunyai hak milik. Maka tidak boleh mendayagunakan harta Masjid kecuali ada kemaslahatan yang kembali untuk masjid atau kepada umat Islam secara umum.” (Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, 6/208)
Solusi agar lebih aman dan tidak ada perdebatan saya menganjurkan di atas kotak amal ditulis “Untuk Kemaslahatan Umum Umat Islam.”
Kalau sudah seperti ini pihak takmir bisa mendayagunakan untuk sosial, seperti fakir miskin di sekitar Masjid, bantuan mana kala ada anggota jemaah wafat dan sebagainya
Terpenting ada laporan tertulis di papan pengumuman Masjid atau majalah tentang penggunaan dana Masjid.
Dari Masjid menjadi tempat berderma untuk orang miskin kita temukan riwayatnya:
ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ، ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﻫﻞ ﻣﻨﻜﻢ ﺃﺣﺪ ﺃﻃﻌﻢ اﻟﻴﻮﻡ ﻣﺴﻜﻴﻨﺎ؟»، ﻓﻘﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ: ﺩﺧﻠﺖ اﻟﻤﺴﺠﺪ، ﻓﺈﺫا ﺃﻧﺎ ﺑﺴﺎﺋﻞ ﻳﺴﺄﻝ، ﻓﻮﺟﺪﺕ ﻛﺴﺮﺓ ﺧﺒﺰ ﻓﻲ ﻳﺪ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ، ﻓﺄﺧﺬﺗﻬﺎ ﻣﻨﻪ ﻓﺪﻓﻌﺘﻬﺎ ﺇﻟﻴﻪ “
Artinya:
“Nabi bertanya: “Adakah di antara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?”
Abu Bakar menjawab: “Saya masuk ke Masjid dan jumpa dengan orang yang meminta-minta. Ada sepotong roti di tangan anak saya, lalu saya ambil dan saya berikan kepadanya.” (HR. Abu Dawud)
Mewakili Dr KH Ahmad Fahrur Rozi memberi materi pelatihan Aswaja dan Fikih Masjid untuk Lembaga Takmir Masjid se Jatim yang diprakarsai oleh LTM PBNU di Asrama Haji, Surabaya. []