“Membentuk Generasi Ulul Albab”
Oleh: Hidayatuna.com
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah.
Kini kita tengah berada di hari kesembilan bulan Ramadhan. tanpa kepastian apakah tahun mendatang kita masih bisa berjumpa lagi dengannya, menggapai keutamaan-keutamaannya, memenuhi nuansa ibadah yang dibawanya. ataukah justru Allah SWT telah memanggil kita. Karena memaksimalkan kesempatan kita hidup di dunia, bertakwalah Allah dengan sebenar-benar takwa, menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, agar kita menjadi sosok yang tergolong sebagai Ulul albab. Solawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad SAW , beserta keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman.
‘Ibadallah
Ada sebuah peribahasa yang mengatakan bahwa: Padi, semakin berisi (tua) semakin menunduk. Secara umum diartikan, semakin pintar seseorang akan semakin tawadhu ‘ (rendah diri) orang tersebut. Semakin tinggi keilmuan seseorang, seharusnya ia akan semakin merasa bodoh. ia akan merasa betapa kecil keilmuan yang dia kuasai dibanding samudra keilmuan Allah SWT yang tiada batasnya.
Namun fenomena terjadi sebaliknya. Saat ini semakin pintar seseorang akan semakin sombong pula ia. Bukan semakin menunduk tapi malah semakin mendongak. la dzolim dengan keilmuannya. la gunakan kepintarannya untuk sesuatu yang dilarang agama. Dengan kepintarannya ia mampu mananipulasi keuangan untuk kepentingan pribadinya (korupsi). Dengan kepintarannya ia memanipulasi kebijakan, sehingga menguntungkan sebagian golongan. Akal dan kepintarannya hanya difungsikan kearah sesuatu yang negatif, baik secara terbuka maupun terselubung. Hal itu justru bukan merupakan karakter orang yang berakal menurut Al-Qur’an, yang disebut dengan istilah ulul albab.
Terkait pengertian Ulul albab, secara etimologi Ulul albab berasal dari kata ulul yang berarti orang yang memiliki suatu sifat, dan kata albab (dari kata luuh) yang berarti sari pati, dalam hal ini yaitu; qalbu (mata hati), akal fikiran, intelek manusia. Jadi, Ulul albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, tidak hanya sebatas ‘kulit’ atau kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Allah SWT berfirman:
إِنَّ في خَلقِ السَّماواتِ وَالأَرضِ وَاختِلافِ اللَّيلِ وَالنَّهارِ لَآياتٍ لِأُولِي الأَلبابِ. الَّذينَ يَذكُرونَ اللَّهَ قِيامًا وَقُعودًا وَعَلىٰ جُنوبِهِم وَيَتَفَكَّرونَ في خَلقِ السَّماواتِ وَالأَرضِ رَبَّنا ما خَلَقتَ هٰذا باطِلًا سُبحانَكَ فَقِنا عَذابَ النّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda hagi orang-orang yang berakal (yaitu) orang-orang yang mengingat . Allah sambil berdiri dan duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan humi (seraya berkata) “Ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka “_ (QS. Ali Imron: 190-191)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang berakal (Ulul albab) yaitu orang yang memiliki kedalaman dzikir (spiritual), ketajaman fikir (analisis/logika) dan kecerdasan beramal sholeh. Islam sangat menganjurkan umatnya agar berkepribadian ulul albab. Bukti anjuran Islam terhadap sifat ulul albab ini dalam Al-Qur’an telah disebutkan sebanyak 16 kali. Pengulangan sebanyak 16 kali tersebut menunjukkan betapa pentingnya ulul albab dalam proses pengembangan keilmuan, pemikiran, dan pembentukan pribadi yang unggul terutama generasi muda.
Untuk mewujudkan generasi ulul albab yang sesuai dengan ajaran Islam ini kita perlu mengetahui karakteristik sifat ulul albab sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Quran, untuk kita internalisasikan dan kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Untuk mewujudkan generasi Ulul albab di suatu Negara maka perlu penggalakan tarbiyatul ‘ilmi (pendidikan keilmuan) bukan hanya sekedar Ta’limul ‘ilmi (pengajaran ilmu). Sebuah negara harus betul-betul mampu mendidik generasi mudanya secara lahir batin sellingga mampu membentuk karakter insan ulul albab pada sosok-sosok pemuda yang meniadi harapan bangsa. Karena di tangan pemudalah masa depan suatu bangsa tergenggam.
Untuk itu di bulan puasa yang sangat bagus untuk proses pelatihan diri, marilah kita berupaya membentuk diri kita menjadi pribadi yang ulul albab. Untuk dapat melahirkan generasi muslim ulul albab maka perlu kita memperhatikan pesan-pesan dalam Al-Qur’an yang disebutkan bahwa untuk mencapai pribadi yang ulul albab kita harus senantiasa melakukan
Ta’abbud, Tafakkur dan Tadabbur, Tadzakku’l serta Tawadhu’
Pertama, Ta’abbud. Artinya sebagai seorang muslim kita harus selalu memegang teguh komitmen Iman dan Islam dengan beribadah semata kepada Allah SWT. Di antara tanda-tanda Ulul abab yang berkaitan dengan proses Ta’abbud ini adalah orang yang bertakwa serta beriman kepada-Nya. Sebagaimana yang temaktub dalam Al-Qur ‘an surah At-Thalaq ayat 10:
أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم عَذابًا شَديدًا ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ يا أُولِي الأَلبابِ الَّذينَ آمَنوا ۚ قَد أَنزَلَ اللَّهُ إِلَيكُم ذِكرًا
“Allah menyediakan bagi mereka azah yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah Telah menurunkan peringatan kepadamu.” (QS. At-Thalaq:10).
Ciri atau tanda Ta’abbud yang lainnya adalah orang yang bangun di tengah malam untuk bersujud kepada Allah SWT dengan harapan menggapai ridh0-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT:
أَمَّن هُوَ قانِتٌ آناءَ اللَّيلِ ساجِدًا وَقائِمًا يَحذَرُ الآخِرَةَ وَيَرجو رَحمَةَ رَبِّهِ ۗ قُل هَل يَستَوِي الَّذينَ يَعلَمونَ وَالَّذينَ لا يَعلَمونَ ۗ إِنَّما يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلبابِ
“(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdwi, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetuhui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? ” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar: 9)
Artinya, ulul albab adalah orang yang sadar akan kedudukannya sebagai manusia. Oleh sebab itu, ibadah puasa ataupun ibadah-ibadah lainnya yang dilakukan oleh seorang muslim, harus dengan penuh kesadaran sebagai hamba Allah SWT yang harus beribadah kepada Tuhannya dan didasari dengan keimanan.
Kedua, Tafakkur dan Tadabbur. Artinya seseorang harus selalu melakukan rihlah al-ilmi, proses pencarian ilmu secara terus menerus dengan memfungsikan akal pikiran. Dalam konteks ini, Islam mengajarkan bahwa proses rihlah al-ilmi sebagai proses pembentukan ulul albab, tidak mengenal batas ruang dan waktu. Dapat diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan, baik secara formal (sekolah-akademi, universitas, dsb), maupun secara non formal (pesantren, pengajian, dsb). Allah SWT berfirman:
أَفَمَن يَعلَمُ أَنَّما أُنزِلَ إِلَيكَ مِن رَبِّكَ الحَقُّ كَمَن هُوَ أَعمىٰ ۚ إِنَّما يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلبابِ
“Adakah yang tahu bahwa Kitab yang diturunkan Tuhanmu kepadamu haq, sama dengan yang buta? Hanya orang yang berakal cerdik dapat mengambil pelajaran. “ (QS. Ar-Ra’d: 19)
Dalam ayat ini ditunjukkan bahwa esensi ulul albab adalah sosok kepribadian yang berakal sehat dan berpikiran lurus yang mampu mengambil pelajaran dari perumpamaan-perumpamaan serta dapat memahami hakekat dan rahasianya. Mereka memiliki akal murni yang tidak diselubungi oleh kabut ide yang nantinya akan melahirkan kerancuan dalam berpikir. Hal ini mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an mendorong pada diri manusia memanfaatkan dan mendayagunakan pikirannya secara maksimal agar tidak diselubungi oleh nafsu. Ulul albab bukan sekadar memiliki pemikiran cemerlang semata, akan tetapi memiliki kemampuan untuk berpikir yang disertai dengan kesucian hati dengan pemahaman yang mendalam sehingga mampu membedakan antara kebaikan dan kebatilan, mendorong pemiliknya menuju kemenangan dan mengamalkannya dalam kehidupannya. Hal inilah yang disebut dengan saripati manusia.
Selama bulan puasa (Ramadhan), Kita bisa memanfaatkan banyaknya sarana pengasah Tafakkur dan Tadabbur kita. Kita bisa memanfaatkan bulan Ramadhan yang dipenuhi dengan berbagai taushiyah (wasiat dan ceramah keagamaan) di berbagai tempat ibadah (masjid, mushalla, dan sebagainya), hingga melalui berbagai media elektronik (televisi, radio), pers (media massa), dan media-media lain. Di samping itu berbagai bentuk kajian keagamaan juga dilakukan, seperti kajian khusus Ramadhan, dan kajian-kajian dalam bentuk diskusi, dauroh, dan sebagainya.
Ketiga, Tadzakkur. Yaitu selalu berdzikir mengingat Allah SWT dan ciptaan-Nya, bahkan lebih dari itu menelusuri rahasia (hikmah) yang terkandung dalam setiap masalah dan kejadian yang diciptakan oleh Allah. la mampu memahami dan mengambil pelajaran atas apapun yang diberikan Allah pada mereka. Yaitu berupa ilmu yang bermanfaat sehingga mereka dalam melakukan apapun selalu karena Allah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh, ayat 179:
وَلَكُم فِي القِصاصِ حَياةٌ يا أُولِي الأَلبابِ لَعَلَّكُم تَتَّقونَ
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (QS. Al- Baqoroh: 179)
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 269 juga disebutkan:
وَما يَذَّكَّرُ إِلّا أُولُو الأَلبابِ
“Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. Al-Baqoroh: 269)
Dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 111 Allah SWT berfirman;
لَقَد كانَ في قَصَصِهِم عِبرَةٌ لِأُولِي الأَلبابِ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal” (QS Yusuf: 111)
Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat kondusif untuk melakukan dzikrullah, apalagi ada keutamaan dengan dianjurkannya i’tikaf selama bulan Ramadhan. Lebih dari itu, tadzakkur di sini lebih diarahkan kepada introspeksi diri dan memikirkan keagungan Allah dan segala rahasia yang ada di balik segala peristiwa di sekeliling kita.
Keempat, Tawadhu’. Yaitu orang yang selalu bersikap dan berperilaku rendah hati, tidak takabur dengan ilmunya, dan selalu berhati-hati dalam bertindak. Sebagai pribadi yang berkarakter ulul albab manusia dituntut untuk mampu mengendalikan hawa nafsunya. Dalam Al-Qur’an Insan yang berkarakter ulul albab adalah sosok yang mampu menahan hawa nafsunya dari sesuatu yang haram yang menguntungkan dirinya. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
قُل لا يَستَوِي الخَبيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَو أَعجَبَكَ كَثرَةُ الخَبيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ يا أُولِي الأَلبابِ لَعَلَّكُم تُفلِحونَ
“Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan“. (QS. Al- Maidah: 100)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW menerangkan haramnya arak, berdirilah seorang Badui dan berkata: “Saya pernah menjadi pedagang arak, dan saya menjadi kaya raya karenanya. Apakah kekayaaanku ini bermanfaat apabila saya menggunakannya untuk taat kepada Allah? “. Nabi menjawab: “Sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang haik“. Maka turunlah ayat tersebut (Al-Maidah: 100) yang membenarkan ucapan Rasul-Nya.
Kaitannya dengan pengendalian hawa nafsu ini, Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita untuk mencapai kesuksesan dunia-akhirat. Kita harus meraih 5 (lima) perkara sebelum 5 (lima) perkara. Nabi Muhammad SAW bersabda:
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Raihlah lima perkara sebelum datang lima perkara: Masa mudamu sebelum tuamu, masa sehatmu sebelum sakitmu, masa kayamu sebelum miskinmu. masa luangmu sebelum sempitmu, dan masa hidupmu sebelum matimu. “(HR. al-Hakim dan Ibnu Majah).
Di sinilah hakekat puasa sebagai pengendalian hawa nafsu, baik nafsu yang bersifat jasadiyah (lapar-haus), maupun nafsu-nafsu yang akan merusak nilai ibadah puasa. Puasa akan menjadi perisai atau tameng (junnah) bagi setiap perbuatan yang tidak dibenarkan dan tidak diridhai Oleh Allah SWT.
Sidang Jum’at yang dirahmati Allah,
Melihat betapa pentingnya mewujudkan generasi ulul albab, maka kita perlu memanfaatkan momentum bulan puasa ini sebagai ajang ‘kawah condrodimuko‘ bagi kita sebagai generasi muda muslim yang memiliki identitas ulul albab, sebagaimana diungkapkan dalam Al-Quran. Apalagi
menyadari betapa besar pengaruh generasi ulul albab sebagai agent of change dalam kehidupan manusia, maka upaya untuk membangun generasi muslim (intelektual muslim) yang ulul albab perlu kita lakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, sebagai tanggung jawab kita sebagai umat Islam. Agar semakin pintar seseorang semakin menunduklah kepalanya. Agar filosofi padi itu tidak melenceng dari realita.
Dengan demikian hanya dengan iman dan ilmulah kita akan memperoleh posisi (derajat) yang mulia di hadapan Allah SWT, derajat insan ulul albab, dan kita dapat menentukan nasib hidup kita baik di dunia maupun di akhirat.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. قُلِ اللَّهُمَّ
مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن
تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ
عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.