Membawa Pulang Suguhan, Bagaimana Hukum Fikihnya?
HIDAYATUNA.COM – Dalam suatu acara, suguhan atau makanan seolah menjadi hal wajib yang harus disajikan. Apa pun itu, entah makanan berat atau pun ringan, misalnya saja dalam acara pengajian atau syukuran.
Selain sebagai bentuk menghormati tamu, suguhan membawa pesan dan makna tersendiri. Bahwa apa pun yang sedang dibahas, bila disanding dengan makan-makan bersama maka akan semakin mempererat persaudaraan dalam satu ruangan tersebut.
Dalam pengajian saja, di beberapa tempat meski tidak wajib, namun seusai acara kiai atau peserta akan diarahkan untuk makan atau sekadar mengambil camilan dan teh hangat misalnya. Tapi itu semua merupakan suguhan yang diberikan tuan rumah untuk dinikmati di tempat.
Lalu bagaimana bila suguhan tersebut justru dikantongi dengan membawa tas atau plastik sendiri? Biasanya hal ini banyak dilakukan ’emak-emak’ ketika ada suatu acara, hajatan atau arisan.
Bagaimana Islam menghukuminya, terutama dari kacamata fikih?
Dikuti dari buku Gerbang Fikih: Rumusan Fikih Sistematik dan Kasuistik, yang diterbitkan oleh Pesantren Lirboyo dan Lawang Songo. Tidak boleh membawa pulang suguhan jika itu memang untuk dinikmati di tempat.
Lain halnya jika tuan rumah memintanya membawa pulang suguhan tersebut sebagai oleh-oleh. Dengan kata lain, ada indikasi kuat bahwa tuan rumah memperbolehkan dibawa pulang ke rumah suguhan tersebut.
Apa pun itu, entah suguhan atau pun yang lainnya, hakikatnya bukanlah milik kita pribadi sehingga tidak sepantasnya dibawa pulang. Demikian Islam telah mengatur segala sesuatu dengan sangat baik.