Membaca Kalam Rezeki dari Kitab Suci
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Belakangan kita dihadapkan pada fakta tentang kebutuhan hajat hidup yang terus melambung naik. Sementara itu, kerja sebagai laku penjemput rezeki sulit sekali untuk dicari.
Akibatnya tidak sedikit di antara kita yang mengeluh lelah lantas memupus asa karena terdesak keadaan yang kian terasa serba sulit.
Dari fakta itu, ada sekian petuah bajik yang kemudian muncul tanpa sadar merangsek dalam alam bawah sadar kita.
Bahwa setiap manusia akan memeroleh rezeki sesuai dengan porsi dan proporsinya. Rezeki tidak akan tertukar dan keliru takarannya. Petuah yang agaknya menguatkan tetapi juga terasa besar kadar utopianya.
Lantas bagaimana ajaran Islam yang termaktub dalam ayat-ayat di kitab suci membaca kalam rezeki?
Saya rasa ini penting untuk diketengahkan. Tujuannya agar pemaknaan dan penyikapan ihwal rezeki tidak lantas terbatas dan terjebak pada narasi kepemilikan harta yang berlimpah, jabatan dan kedudukan yang mesti tinggi sampai memicu munculnya rasa tamak dan serakah.
Kata rezeki di kitab suci setidaknya diulang sebanyak 123 kali dengan berbagai bentuknya. Pengulangan itu terbagai ke dalam berbagai surah.
Di sisi lain, kata rezeki juga ditemukan sekian padanan katanya. Seperti misalnya al-fadl yang berarti keutamaan yang diulang 83 kali dan tersebar di 73 surah.
Kemudian ada kata an-ni’mah yang diartikan sebagai kesenangan atau kebahagiaan. Hanya saja kata ini mengarah pada rezeki yang sifatnya akhirat yaitu memperoleh surga-Nya.
Selain an-ni’mah, ada kata al-mal yang menjadi bagian dari rezeki.
Bedanya dengan kata an-ni’mah, al-mal lebih condong pada pemerolehan rezeki dalam bentuk harta benda di dunia.
Ada juga kata al-khair yang diulang setidaknya 166 kali di kitab suci. Dari akumulasi pengulangan itu, hanya 9 kali yang berkaitan dengan rezeki atau harta.
Kata rezeki dan padanannya ini tidak hanya bersifat kata-kata belaka. Dalam kitab suci umat Islam, Alquran juga diberitahu dari mana sumber rezeki itu bisa diperoleh.
M. Bunyamin Yusuf Surur dalam artikelnya Rezeki Dalam Perspektif Al-Qur’an (2008) menerangkan setidaknya ada lima sumber rezeki yang bisa digali manusia, termasuk umat muslim.
Pertama melalui alam semesta. Ada sekian ayat yang menyerukan kepada manusia untuk melihat-amati kejadian alam.
Di titik ini, manusia mesti mendayagunakan potensi adiluhungnya dengan berpikir, menganalisis, dan memecahkannya.
Sumber kedua bisa didapat dari bumi. M. Bunyamin Yusuf Surur berpendapat bahwa bumi tidak diciptakan hanya sebagai tempat tinggal manusia.
Lebih dari itu, bumi juga dapat digunakan sebagai sumber penghidupan yang berkelanjutan. Sekian sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan manusia dengan catatan mesti dibarengi laku yang arif.
Sumber rezeki selanjutnya melalui simbolisasi hujan. Karena di dalam turunnya hujan, terselip rahmat untuk manusia.
Di surah al-Furqan [25:48-49] diterangkan bahwa turunnya hujan dapat menyuburkan negeri yang tandus. Selain itu juga dapat dipergunakan untuk minum bagi binatang, tumbuhan, dan manusia itu sendiri.
Sumber keempat dari kandungan di dalam laut. Seperti misalnya yang ada di surah an-Nahl [16:14].
Menurut Maimunah Hasan di bukunya Al-Qur’an dan Ilmu Gizi (2001), ayat ini memberi pengetahuan tentang gizi yang dibutuhkan tubuh manusia sebagian besar bisa didapat di lautan; air, karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.
Sumber terakhir dari pepohonan dan binatang. Ada sekian banyak pepohonan dan binatang yang bisa dikonsumsi manusia. Bahkan sebagian besar ada yang bisa dibudidayakan untuk menuai pundi-pundi kapital.
Dari sini, kita bisa membaca bahwa rezeki yang diterangkan melalui kitab suci untuk umat manusia tidak hanya bersifat material, tetapi juga imateriel.
Keduanya mesti disyukuri. Karena dengan begitu, kita akan tetap pada status kehambaan. Bukan jumawa, kendati telah diberi kelebihan rezeki yang berlimpah.
Wallahula’lam