Memaknai Perbedaan sebagai Pemersatu Umat

 Memaknai Perbedaan sebagai Pemersatu Umat

Bagaimana Al-Qur’anMembincang Multikulturalisme? (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Islam mengajarkan kebaikan kepada seluruh pemeluknya tanpa terkecuali, tanpa memandang dari mana asalnya, status sosial, pangkat, maupun jabatan yang melekat pada dirinya. Termasuk ajaran tentang pentingnya persatuan dan persaudaraan umat Islam.

Umat Islam dituntut untuk dapat menjalin habluminannas yang baik, bahkan kepada orang non-Islam sekalipun. Dengan semangat persaudaraan, Islam mengharuskan adanya interaksi sosial yang baik dengan sesama umat manusia.

Mengusung semangat persaudaraan dan persatuan, bersosial tanpa mendiskriminasi, perlahan tapi pasti, Islam mendapatkan penilaian positif serta mengarah ke arah yang lebih baik antara sesama muslim dan diterima dengan secara lebih luas oleh kalangan umat non-muslim.

Islam di Indonesia telah tersebar ke seluruh provinsi, dari Sabang sampai Merauke. Indonesia dengan keberagaman agama, suku, budaya, ras dan bahasa yang hampir jauh berbeda.

Ini merupakan fenomena yang luar biasa, yang mana negeri seperti Indonesia memiliki keberagaman yang super majemuk. Ciri khas inilah yang tidak dimiliki oleh negara-negara selain Indonesia.

Perbedaan tidaklah mengurangi semangat persatuan satu sama lain, hanya karena dua faktor persatuan itu terjadi, pertama faktor agama dan yang kedua faktor nasionalisme.

Sebagai negara yang beragama, agama merupakan isu sentral bagi masyarakat Indonesia. Merujuk pada Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang bermakna kebebasan beragama dan menganut kepercayaan bagi seluruh bangsa Indonesia.

Nasionalisme juga harus dimiliki oleh masyarakatnya, karena itu memang faktor utama persatuan persaudaraan antar umat beragama di Indonesia.

Perintah agar manusia saling bersaudara dan saling kenal mengenal memang terkandung dalam surah Al-Hujurat ayat 13, Allahu jalla jalaluh berfirman, yang artinya:

Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”.

Ayat di atas memberikan kesadaran serta anjuran kepada seluruh manusia. Tak terkecuali umat Islam agar saling mengenal satu sama lain siapa saja yang ada di muka bumi ini tanpa memandang latar belakang budaya, suku, ras, warna kulit, bangsa walaupun berada jauh dari negerinya sendiri.

Berikut ini beberapa kiat yang dapat dilakukan untuk menjaga persaudaaran umat Islam dan umat manusia lainnya:

1. Ramah Tamah

Dalam rangka mengurangi kesenjangan antara sesama manusia, maka diperlukan budi pekerti dan kelapangan nurani. Berawal dari titik berangkat kesadaran bahwa perbedaan adalah rahmat. Perbedaan justru dapat menjadi pemersatu umat.

Hal tersebut adalah sebuah nikmat yang disegerakan (diturunkan di dunia) dan kegembiraan yang dihadirkan (ketika masih di dunia) bagi siapa saja yang Allah kehendaki untuk menjadi baik.

Sedangkan emosi yang berlebihan, mudah tersinggung dan meledak-ledak adalah sebuah petaka terus menerus dan siksa  abadi dalam batin (Al-Qarni, 2004).

Manifestasi orang yang menganut agama Islam akan tampak dalam kehidupan bermurah hati dan berakhlak baik. Penganutnya diharapkan menjaga dan memelihara kedua sikap hidup tersebut dan meningkatkannya selama hayat di kandung badan.

2. Menghindari Prasangka (Kecurigaan)

Hal yang harus dihindari dalam menjaga persaudaraan dan perdamaian adalah prasangka yang memicu kecurigaan terhadap orang lain tanpa dilandasi oleh bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan.

Kondisi ini merupakan malapetaka ketika terjadi pada sebuah bangsa, terutama bagi bangsa yang majemuk.

Karena setelah timbulnya prasangka dapat memicu munculnya interpretasi subjektif yang akhirnya berpotensi melahirkan kecurigaan-kecurigaan dan berujung pada konflik horizontal tanpa alasan yang jelas (Sudarto, 2014).

3. Mengeratkan Persatuan

Persaudaraan yang kuat antara umat Islam dengan non-Islam setidaknya akan memberikan kesatuan tanpa ada perpecahan, ini disebabkan memang sudah terpatri dalam diri mereka masing-masing akan pentingnya rasa persaudaraan itu.

Islam dengan sesama pemeluk agama Islam juga demikian, Islam sangat menentang permusuhan dan perpecahan. Karena perbuatan yang demikian itu adalah perilaku yang sangat dimurkai oleh Allah.

Terdapat sebuah petikan hikmah yang disampaikan oleh Sudarto dalam bukunya berjudul Wacana Islam Progresif, dia mengatakan bahwasanya sebagai umat yang bersaudara, selayaknya melakukan koreksi dalam rangka berbenah diri dari segala bentuk jebakan diskriminasi, perbedaan mazhab atau aliran.

Koreksi yang dilakukan harus menumbuhkan semangat egaliter yang dilandasi kesadaran bahwa perbedaan merupakan sunnatullah.

Hal yang sangat paradoks dengan ajaran Allah, jika umat manusia yang telah terikat oleh persaudaraan kemanusiaan kemudian saling memosisikan diri dalam kecenderungan tribalisme dan primordialisme.

Sebab hal ini akan menjadi bumerang bagi persaudaraan kemanusiaan universal. Sudah selayaknya manusia hidup rukun, damai, saling mengasihi dan mencintai, meskipun berbeda etnis, suku, ras antargolongan dan perbedaan geografis.

Rasullullah Saw juga menegaskan tentang persaudaraan dalam Islam, beliau bersabda dalam sebuah hadis:

Tidaklah beriman salah seorang dari kalian, hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri” (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Pentingnya menjaga persaudaraan itu merupakan hal wajib ada setiap benak diri umat Islam seluruh dunia, di mana pun ia berada.

Berakhlak mulia kepada para saudara adalah perbuatan yang mulia, perbuatan murah hati dan berakhlak akan dapat meraih keridhaan sang Ilahi antara sahabat tersebut itu. Dalam suatu hadis Qudsi, Allah berfirman:

Ini adalah agama yang telah Ku ridhai untuk diri-Ku sendiri, dan tidak dapat dimanifestasikan kecuali dalam perbuatan murah hati dan akhlaq yang baik. Karena itu jadikanlah mulia dengan kedua sifat itu selama kalian menganutnya” (Hadits Qudsi diriwayatkan oleh Suwaihi, Ibnu ‘Adi,’Uqaili, Kharaithi, Khatib, Ibnu ‘Asakir dan Rafi’i dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu).

Hal tersebut merupakan beberapa kaifiyat atau perbedaan penting tentang persaudaraan antara sesama manusia atau sesama Islam. Semoga kita termasuk manusia yang taat dan dalam naunagan Allah sampai kiamat kelak. Wallahu a’lam bisshawab.

Johan Septian Putra

Johan Septian Putra, lahir di Tanjungbalai, Sumatera Utara, 02 Oktober 1996 adalah seorang akademisi dan peneliti sekaligus penulis dalam kajian kesejarahan, pemikiran dan studi Islam. Saat ini, sedang proses menyelesaikan program studi magister Sejarah Peradaban Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN-SUKA).

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *