Memahami Makna Puasa dari Para Nabi Terdahulu Sebelum Islam
![Memahami Makna Puasa dari Para Nabi Terdahulu Sebelum Islam](https://i0.wp.com/hidayatuna.com/wp-content/uploads/2020/12/Dialog-Nabi-Musa-dengan-Allah.jpg?resize=850%2C560&ssl=1)
(Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM – Puasa yang dilakukan umat Islam selama satu bulan penuh merupakan ibadah wajib yang tertuang dalam rukun Islam. Puasa tidak sebatas ritual tahunan yang tanpa makna, tetapi di dalamnya terdapat sejarah dan kabar dari para nabi dan umat terdahulu yang layak dijadikan hikmah.
Sebab puasa bukan hanya dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dan umat muslim. Sebelum agama Islam diturunkan, puasa sudah menjadi ritual pemberihan diri umat-umat terdahulu.
Para Nabi terdahulu menjalankan puasa untuk membersihkan diri dari perbuatan dosa yang telah dilakukannya. Namun puasa yang dilakukan oleh para nabi terdahulu tentu berbeda dengan yang dilakukan oleh nabi Muhammad Saw.
Sebagaimana dalam QS. al-Baqarah: 183 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa”.
Kewajiban Berpuasa Menurut Ibnu Katsir
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan jika umat muslim ketika mereka menjalankan ibadah puasa memiliki teladan dari umat-umat terdahulu. Sebab para nabi terdahulu juga memiliki kewajiban untuk berpuasa.
Lebih lanjut Ibnu Katsir menjelaskan jika nabi Adam as hingga Nabi Nuh menjalankan ibadah wajib berpuasa 3 hari selama satu bulan.
Abbad Ibnu Mansur meriwayatkan dari al-Hasan al-Basri. Dia (al-Hasan al-Basri) mengatakan memang berpuasa diwajibkan atas semua nabi terdahulu, tapi berapa hari diwajibkan untuk berpuasa itu yang berbeda-beda.
Puasanya Nabi Adam AS
Masih berdasarkan Tafsir Ibnu Katsir, Nabi Adam as menjalankan puasa selama tiga hari setiap bulannya sepanjang tahun. Ada juga yang meriwayatkan bahwa Nabi Adam as berpuasa setiap tanggal 10 Muharam sebagai rasa syukur karena Allah SWT. mengizinkannya bertemu dengan Hawa di Arafah.
Tidak hanya itu, riwayat yang lain menyebutkan Nabi Adam as diperintahkan untuk berpuasa selama tiga hari sebagai upaya menyembuhkan penyakit kulit yang dideritanya. Setelah berpuasa kulit Nabi Adam as pun kembali bersih seperti sedia kala.
Lantas riwayat lain menyebutkan tatkala Nabi Adam as memakan buah khuldi, maka buah itu terhenti di tenggorokannya selama 30 hari. Usai Nabi Adam as bertaubat, Allah mewajibkan kepadanya berpuasa selama 33 hari siang dan malam.
Dari puasanya Nabi Adam as kita bisa belajar, untuk menebus dosa-dosa yang telah dilakukan maka kita perlu melaksanakan puasa. Sebab puasa merupakan bentuk penyucian jiwa dari dosa-dosa yang disengaja maupun tidak disengaja.
Puasa tiga hari saat tubuh Nabi Adam AS menghitam setelah turun dari surge itu kita kenal sekarang dengan puasa ayyamul bidh.
Puasanya Nabi Musa AS
Sebelum menerima wahyu Kitab Taurat, Nabi Musa AS juga diceritakan berpuasa selama 40 hari 40 malam di Bukit Sinai (Tursina). Ia menerima wahyu langsung dari Allah SWT tanpa perantara Malaikat Jibril karena hal tersebut Nabi Musa AS menyandang gelar Kalimullah.
Ulama sekaligus filsuf Imam Al Ghazali dalam kitabnya, Mukasyafatul Qulub, menuliskan dialog Nabi Musa dengan Allah SWT. Ketika itu, Nabi Musa AS bertanya soal amalan apa yang paling disukai oleh Allah SWT.
“Apakah puasaku?” tanya Musa. “Puasamu itu hanya untukmu saja. Karena puasa melatih diri dan mengekang hawa nafsumu,” jawab Allah.
Meskipun tidak dijelaskan secara mendetail di dalam Kitab Taurat, namun didalamnya terdapat pujian dan anjuran kepada umat manusia untuk berpuasa.
Hingga kini pun orang Yahudi masih sering melakukan puasa pada hari-hari tertentu. Seperti contoh mereka berpuasa satu minggu sebagai peringatan terhadap hancurnya Kota Yerussalem dan diambilnya kembali.
Mereka juga berpuasa hari kesepuluh di bulan ketujuh menurut perhitungan mereka, yang mana mereka berpuasa sampai malam harinya.
Puasanya Nabi Isa AS
Di dalam kitab Injil pun juga tidak menjelaskan tuntutan puasa secara detail. Nabi Isa AS menganjurkan berpuasa, tetapi tidak boleh dijadikan sebagai ajang untuk ujub atau sombong.
Bahkan Nabi Isa AS menganjurkan supaya orang yang berpuasa seakan-akan tidak diketahui orang lain. Bagi yang berpuasa, dianjurkan memakai minyak rambut dan membasuh wajahnya agar tidak terlihat bahwa dia dalam keadaan berpuasa.
Maka puasa terbesar umat Kristen adalah Puasa Besar sebelum hari Paskah. Nabi Musa AS pernah mempuasakan hari itu. Begitu juga dengan Nabi Isa AS beserta para pengikutnya.
Gereja-gereja juga memutuskan hari-hari yang lain untuk berpuasa, menurut yang diputuskan oleh pendeta-pendeta mereka dalam sekte masing-masing. Ada juga yang mempuasakan diri di hari-hari tertentu dari makanan tertentu pula.
Mereka melakukan puasa hanya makan sekali dalam sehari semalam. Lalu ada perubahan ketentuan waktunya, yaitu dari tengah malam sampai tengah hari.
Bahkan para pakar perbandingan agama menyebutkan, orang Mesir kuno telah mengenal puasa sebelum mereka mengenal agama Samawi. Dari mereka, praktik puasa beralih kepada orang-orang Yunani dan Romawi.
Ritual Pembersihan Diri
Puasa bukanlah syariat murni yang hanya turun untuk umat muslim saja, namun sebenarnya sudah dijalankan para umat terdahulu pra-Islam. Bahkan puasa juga dikenal dalam agama-agama lain termasuk dalam agama penyembah bintang.
Mereka berpuasa selama tiga puluh hari dalam setahun. Ada yang berpuasa sebanyak 16 hari dan ada juga yang berpuasa 27 hari.
Puasa yang mereka lakukan bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada bulan, kepada bintang Mars yang mereka percaya sebagai bintang nasib, dan juga kepada matahari.
Puasa sudah selayaknya dijadikan sebagai ibadah yang hanya pelaku dan Tuhannya saja yang mengetahui. Puasa adalah ibadah yang mampu melebur sifat sombong dan sifat-sifat buruk lainnya di dalam diri manusia.
Saat puasa kita memang perlu mengendalikan segala hal yang dilarang. Pengendalian diri yang dimaksud dari puasa bukan semata-mata bertujuan sebagai bentuk pengekangan. Tetapi lebih ditujukan sebagai upaya penyucian dari segala sesuatu yang biasa dibebaskan.