Mau Jadi Pemimpin yang Baik? Camkan Nasehat Imam Ghazali Ini!

 Mau Jadi Pemimpin yang Baik? Camkan Nasehat Imam Ghazali Ini!

Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali: Berpuasa Secara Lahiriyah dan Bathiniyah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sosok penguasa atau pemimpin dituntut untuk memiliki sifat yang baik dan juga bertanggung jawab.

Pemimpin yang teladan akan selalu berusaha melakukan yang terbaik serta mempunyai sifat amanah terhadap apa yang dipimpinnya.

Begitu pentingnya masalah kepemimpinan ini hingga hal ini tidak luput dari perhatian seorang imam besar yang terkenal dengan gelar hujjatul Islam yaitu Imam Al-Ghazali.

Ulama besar yang memiliki nama asli Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-syafi’I merupakan seorang filsuf serta teolog muslim Persia.

Beliau memiliki banyak karya di antaranya adalah buku Al-Tibr Al-Masbuk Fi Nashihah Al-Muluk. Buku ini berisi nasihat-nasihat Imam Al-Ghazali kepada para pemimpin dan kisah-kisah sahabat yang masih relevan dengan kepimpinan.

Imam Al-Ghazali pernah berkhutbah yang di dalamnya berisi nasihat yang ditujukan untuk para penguasa atau pemimpin.

Beliau mengatakan bahwa seorang penguasa harus memiliki keimanan yang kuat dan Allah yang Maha Sempurna atas Kekuasaan-Nya telah memberikan banyak nikmat yang harus disyukuri.

Beliau juga menyebutkan bahwa terdapat pohon keimanan yang ditanam Allah di dalam dada setiap manusia yang harus disiram dengan air ketaatan hingga akar pohon keimanan itu kokoh dan cabangnya menjulang ke langit.

Akar yang dimaksud oleh Imam Al-Ghazali yaitu keyakinan yang bertempat di dalam hati, sedangkan cabangnya yaitu perbuatan yang menggerakkan anggota tubuh dalam ketaatan dan keadilan.

10 Pokok Keadilan dan Kejujuran

Selanjutnya, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa terdapat sepuluh pokok keadilan dan kejujuran yang harus diketahui oleh para penguasa dalam Islam.

Pokok Pertama: Pengetahuan terhadap Kedudukan dan Urgensi Kekuasaan

Hal pertama yang harus setiap penguasa ketahui adalah perihal kedudukan dan pentingnya kekuasaan sebagai bagian dari nikmat Allah Swt.

Apabila seseorang menjalankan kekuasaan dengan benar maka ia akan memperoleh banyak kebahagiaan.

Begitupun sebaliknya jika penguasa tidak menjalankan kekuasaannya dengan baik maka Allah akan memberikan siksa yang pedih dan mengharamkan surga untuknya.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Muttafaq ‘alaih yaitu:

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً, يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ, وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ, إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya:

“Dari Ma’qil Bin Yasar Radhiyallahu anhu berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya.” (H.R. Muttafaq alaih)

Rasul juga bersabda yang ditulis oleh Imam Ghazali dalam kitab Al-Tibr Al-Masbuk Fi Nashihah Al-Muluk yaitu:

اَشَدُ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ السُّلْطَانُ الظَّالِمُ

Artinya:

“Orang yang mendapat siksa paling berat di Hari Kiamat nanti adalah sultan yang zalim.”

Pokok Kedua: Selalu Merindukan Petuah dan Mendengarkan Nasihat Ulama

Para penguasa harus menerima setiap nasihat baik dari orang lain, dan setiap kali mereka bertemu orang yang berilmu maka seorang penguasa harus meminta nasihat darinya.

Menjadi sebuah keharusan juga bagi para ulama untuk memberikan nasihat yang haq kepada para penguasa.

Pokok Ketiga: Tidak Merasa Puas karena Tidak Melakukan Kedzaliman

Janganlah para penguasa merasa puas karena tidak pernah melakukan kedzaliman.

Dan janganlah para penguasa pasif terhadap kedzaliman yang dilihatnya terutama kedzaliman yang dilakukan oleh pembantu, sahabat, beserta para wakilnya karena akan ditanyai dan dipertanggung jawabkan.

Pokok Keempat: Tidak Boleh Bersifat Sombong dan Mudah Marah

Kebanyakan para penguasa memiliki sifat sombong di antaranya adalah sikap marah saat akan menjatuhkan hukuman.

Kemarahan adalah penyakit akal dan hal yang dapat membinasakan akal.  Dari Mu’adz bin Anas Al-Juhani, Rasulullah bersabda:

مَن كَظَمَ غَيظًا، وَهُو قادر على أن يُنفِذَه، دَعَاه الله سبحانه وتعالى على رؤوس الخَلاَئِق يوم القيامة حتَّى يُخَيِّره من الحُور العَين مَا شَاء

Artinya:

“Barangsiapa yang menahan marahnya padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyerunya di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sehingga orang itu dipersilakan untuk memilih bidadari yang ia sukai.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)

Pokok Kelima: Tidak Mengkhianati dan Menipu Bawahan

Para penguasa setiap ditimpa suatu peristiwa maka harus membayangkan jika diri mereka adalah seorang rakyat.

Dengan demikian, Ia akan mengetahui apa yang dicintai oleh rakyatnya. Seorang penguasa juga dilarang mengkhianati ataupun menipu orang yang berada dibawahnya.

Pokok Keenam: Memenuhi Kebutuhan Rakyat

Jika ada rakyat yang membutuhkan seorang penguasa, maka seorang penguasa harus mempedulikan dan memenuhi kebutuhannya.

Penguasa dilarang memandang rendah rakyat yang memiliki kebutuhan terhadapnya.

Ketahuilah memenuhi kebutuhan kaum muslim atau rakyat lebih utama dibanding menunaikan ibadah-ibadah sunnah.

Pokok Ketujuh: Senantiasa Bersikap Qana’ah

Para penguasa seharusnya memiliki sikap qana’ah terhadap seluruh perkara karena keadilan tidak akan ada tanpa sikap qana’ah.

Pokok Kedelapan: Tidak Melakukan Kekerasan dan Bersikap Kasar

Para penguasa harus mampu untuk melakukan setiap urusan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan serta jangan melakukannya dengan kekerasan. Rasulullah saw pernah berdoa:

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ

Artinya:

“Ya Allah, siapa saja yang memimpin urusan umatku ini, kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia.” (H.R. Shahih Muslim)

Pokok Kesembilan: Meraih Keridhaan Rakyat

Hendaklah para penguasa berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meraih keridhaan rakyat melalui cara-cara yang sesuai dengan syara’.

Pokok Kesepuluh: Tidak Mencari Keridhaan Rakyat Melalui Cara yang Bertentangan dengan Syara’

Seorang penguasa dilarang untuk mencari keridhaan seseorang ataupun rakyat melalui cara-cara yang bertentangan dengan hukum syara’.

Dan sesungguhnya siapa saja yang marah karena adanya pelanggaran hukum syara’, maka marahnya itu tidak akan membawa bahaya.

Demikianlah sepuluh petuah yang disampaikan Imam Ghazali kepada para penguasa agar kita dapat melaksanakannya.

Seorang penguasa yang baik akan diberikan keistimewaan oleh Allah di hari kiamat nanti dengan diberikannya awan untuk melindunginya dari panas matahari di padang mahsyar.

Begitu juga kita harus mengetahui bahwa setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya dan keluarganya sehingga kelak semuanya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt.

Semoga kita mampu mengemban semua amanah yang diberikan kepada kita. []

Herawati Irawan

Herawati Irawan adalah seorang mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memiliki minat kajian di bidang Perspektif Islam.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *