MASJID RAYA BAITURRAHMAN
HIDAYATUNA.COM – Masjid Raya Baiturrahman didirikan pada tahun 1614 oleh Sultan Iskandar Muda. Masjid ini terletak di pusat kota Banda Aceh, kota yang menjadi pusat pemerintahan Provinsi Aceh. Masjid ini telah mengalami beberapa kali perluasan dari bangunan dasarnya yang hanya berukuran 537,91 m2 . Awalnya, masjid ini hanya memiliki satu kubah, yang mana dulu dibangun oleh pemerintah Belanda di tahun 1879-1883. Kini, Masjid yang menjadi ikon Nanggroe Aceh Darussalam ini memiliki tujuh kubah, lima menara dan luas 3.500 m2. Masjid ini pun menjadi salah satu bangunan yang masih berdiri kokoh saat terjadi gempa dan tsunami yang melanda aceh pada 26 Desember 2004 lalu.
Sejarah Bangunannya
- Pada awal pembangunannya, masjid ini dibangun dengan bentuk yang hampir sama dengan masjid traditional lainnya, yaitu dengan atap limas segiempat yang bersusun. Ini adalah bangunan awal yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada 1614. Masjid ini kemudian dibakar oleh Belanda saat serangan ke Koetaradja (Banda Aceh) pada 10 April 1873.
- Bangunan masjid lalu dibangun ulang oleh pihak pemerintah Belanda. Pembangunan ulang masjid ini merupakan upaya meredakan kemarahan rakyat Aceh terhadap Belanda. Proses ulang pembangunan masjid ini berlangsung pada 1879-1881 M.
- Masjid ini kemudian mengalami perluasan pada 1936, atas upaya Gubernur Jendral A. PH Van Aken, dilakukan pembangunan dua kubah di sisi kiri dan kanan masjid.
- Pada 1958-1965, di lakukan perluasan kembali pada masjid ini dengan menambahkan dua kubah dan dua menara di sisi barat mihrab. Kelima kubah ini melambangkan lima elemen Pancasila.
- Tahun 2004, saat Aceh di landa gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan Aceh dan beberapa negara sekitarnya, masjid ini tetap berdiri kokoh di tengah hancurnya kota Banda Aceh kala itu, meskipun ada beberapa bagian dari masjid ini yang rusak. Banyak cerita berkembang bahwa ketika tsunami terjadi, air yang menghantam masjid melewati masjid ini begitu saja tanpa merusaknya.
Arsitekturnya
Arsitektur masjid ini, setelah terjadi pembakaran oelh Belanda pada 1873, berubah total saat pemerintah Belanda membangunnya kembali. Seorang arsitek Belanda bernama Gerrit Bruins yang merancang masjid tersebut. Desain yang dipilih adalah gaya Kebangkita Mughal, yang dicirikan oleh kubah besar dengan menara-menara. Kubah hitam uniknya dibuat dari kayu keras yang di gabung menjadi ubin.
Interiornya dihiasi oleh dinding dan pilar ber-relief. Tangga marmer dan lantai yang di datangkan dari tiongkok. Pintu kayu yang berdekorasi, dan lampu hias gantung perunggu. Batu-batu bangunannya berasal dari Belanda. Pada saat penyelesaiannya, desain yang baru pada masanya ini sangat kontras dengan desain masjid kebanyakan di Aceh saat itu. Ini mengakibatkan rakyat pada saat itu menolak untuk shalat di Masjid Raya Baiturrahman, ditambah lagi masjid ini dibangun oleh orang “kafir.” Upaya renovasi pasca tsunami menelan dana sebesar 20 milyar rupiah. Dana tersebut berasal dari dana bantuan international, antara lain Saudi Charity Campaign. Proses renovasi selesai pada 15 Januari 2008. Saat ini Masjid Raya Baiturrahman menjadi pusat pengembangan aktivitas keislaman bagi masyarakat. Perluasan dan pengembangan masjid ini kembali dilakukan pada 2015, yang mana terdapat perluasan pada bagian halaman Masjid Raya Baiturrahman yang mengambil konsep halaman masjid Nabawi di Madinah