Mengenal Sejarah Masjid Istiqlal, Pusat Peribadahan dan Studi Agama Islam

 Mengenal Sejarah Masjid Istiqlal, Pusat Peribadahan dan Studi Agama Islam

 Nasi Jumatan Sebagai Bagian dari Hablum Minannas (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM , Yogyakarta – Masjid Istiqlal merupakan masjid nasional yang memiliki kesejarahan panjang di Indonesia.

Masjid ini terletak di bekas Taman Wilhelmina, di timur laut Lapangan Medan Merdeka yang ditengahnya terdapat Monumen Naisonal atau Monas.

Masjid Istiqlal merupakan masjid kebanggaan Indonesia karena gelarnya sebagai Masjid Nasional, ia juga menyandang predikat Masjid terbesar di Asia Tenggara.

Masjid Nasional ini mulai direncanakan setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1950.

KH Wahid Hasyim yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama mengadakan pertemuan dengan H. Anwar Tjokroaminoto dan beberapa tokoh islam lainnya di gedung Deca Park, sebuah gedung pertemuan yang tak jauh dari Istana Merdeka.

Pertemuan ini dipimpin oleh KH. Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan masjid. Dari pertemuan ini, ditetapkan bahwa Anwar Tjokroaminoto sebagai Ketua Yayasan Masjid Istiqlal.

Ia ditunjuk secara mufakat sebagai ketua panitia pembangunan masjid Istiqlal, meskipun ia terklambat hadir karena baru saja pulang dari Jepang membicarakan perihal rampasan perang.

Pada tahun 1953, panitia pembangunan masjid melaporkan hal ini kepada Presiden Soekarno, dan beliau menyambut baik rencana tersebut, Bahkan akan membantu sepenuhnya rencana pembangunannya.

Presiden Soekarno mulai aktif pada pembangunan Masjid Istiqlal setelah ia ditetapkan sebagai Dewan Juri sayembara maket Masjid Istiqlal. Sayembara pun dimulai sejak tanggal 22 Februari 1955 hingga 30 Mei 1955 melalui surat kabar.

Terjadi perbedaan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal, Wakil Presiden Moh. Hatta berpendapat bahwa lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Jalan Moh. Husni Thamrin yang sekarang menjadi lokasi Hotel Indonesia. Dengan pertimbangan lokasi tersebut dekat dengan pemukiman muslim saat itu, dan belum terdapat bangunan di atasnya.

Perbeda dengan wakilnya, Presiden Soekarno berpendapat bahwa lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina, dengan alasan dekat dengan gedung pemerintahan, serta dekat dengan Istana Merdeka.

Hal ini sesuai dengan simbol kekuasaan keraton di Jawa dan di pulau-pulau Indonesia bahwa masjid harus selalu dekat dengan alun-alun, dan  taman Merdeka dianggap sebagai alun-alun Kota Jakarta.

Selain itu, Soekarno juga mengehndaki pembangunan di Taman Wilhelmina karena lokasinya bersebelahan dengan Gereja Katredal Jakarta, untuk melambnagkan semangat persaudaraaan, persatuan dan toleransi beragama sesuai dengan Pancasila.

Pembangunan Masjid Istiqlal

Dewan Juri sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal terdiri dari para arsitek dan ulama terkenal.

Susunan Dewan Juri adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan anggotanya Ir. Roosseno Soerjohadikusumo, Ir. Djoeanda Kartawidjaja, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rs. Soeratmoko, H. Abdul Malik Amrullah (HAMKA), H. Aboebakar Atjeh dan Oemar Husein Amin.

Pada 5 Juli 1955 Dewan Juri sayembara Masjid Istiqlal mengumumkan Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan sebagai pemenangnya.

Pemasangan tiang pertama Masjid Istiqlal dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1961, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW dan disaksikan oleh ribuan umat Islam.

Selanjutnya pembangunan masjid ini tidak mengalami banyak kemajuan sejak 1950 hingga 1965, ini dikarenakan situasi politik yang tidak kondusif kala itu.

Pembangunan berhenti ketika terjadi G30S/PKI pada 1965. Pada tahun 1966 KH. Muhammad Dahlan selaku Menteri Agama kala itu mempelopori kembali pembangunan masjid ini.

Kepengurusan Masjid Istiqlal dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai koordinator pembangunan masjid.

Tujuh belas tahun sejak awal pembangunannya, Masjid Istiqlal diresmikan pada 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto. Peresmian ini ditandai dengan Prasasti yang terletak di area tangga pintu As-Salam.

Pembangunan masjid ini menghabiskan anggaran APBN sebesar Rp. 7.000.000.000 miliar rupiah dan US$ 12.000.000 (dua belas juta dollar AS).

Hingga kini, Masjid Istiqlal sendiri masih aktif sebagai tempat ibadah umat muslim dan juga menjadi sentra pendidikan agama Islam di Indonesia.

Kementerian Agama (Kemenag) juga menjadi salah satu lembaga negara yang terus melestarikan serta ‘meramaikan’ aktivitas dan kegiatan keagamaan di masjid bersejarah ini. []

Habib

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *