Martapura: Kota Santri Penghasil Intan Terbesar

Beberapa Intisari Penting dari Dars Syaikh Anas asy-Syarfawi (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Berbicara tentang Serambi Mekkah, mungkin sebagian dari kita hanya akan langsung berpikir tentang Aceh.
Namun sebenarnya, ada Serambi Mekkah lain yang terletak di pedalaman Kalimantan. Kota tersebut bernama Martapura.
Martapura adalah sebuah kota yang secara administratif terletak di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan.
Kota yang dikenal sebagai penghasil Intan terbaik di Indonesia ini merupakan tempat yang kental dengan tradisi keislaman.
Hal tersebut tidak lepas dari status kota tersebut yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Banjar.
Menurut Hikayat Banjar, pemindahan pusat pemerintahan Kesultanan Banjar dari Banjarmasin ke Martapura terjadi pada masa pemerintahan Sultan Musata’in Billah dengan gelar Marhum Panembahan.
Hal itu disebabkan karena pada tahun 1612, agresi militer yang dijalankan oleh Belanda berhasil menghancurkan Keraton yang terletak di Banjarmasin.
Sehingga berdasarkan nasehat dari para tetua adat, Sultan Musta’in Billah memindahkan pusat pemerintahan ke sebuah daerah yang kita kenal saat ini dengan nama Martapura.
Pada perkembangan berikutnya, Martapura tumbuh menjadi sebuah pusat peradaban Islam yang banyak melahirkan ulama-ulama masyhur yang kompeten dan berpengaruh di Nusantara.
Kota Beberapa deretan ulama-ulama Nusantara yang menghiasi sejarah Martapura diantaranya Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, salah satu ulama besar Nusantara yang terkenal dengan kitab fiqh nya yang berjudul Sabilal Muhtadin.
Kemudian ada beberapa nama lain seperti KH Muhammad Samman Mulia (Guru Padang), KH Muhammad Syarwani Abdan (Guru Bangil), KH Abdurrahman Siddiq (Indragiri), KH Kasyful Anwar, KH Anang Sya’rani Arif, Tuan Guru KH Zainal Ilmi, KH Muhammad Husin Qodri, KH Muhammad Salman Jalil, KH Badruddin, KH Muhammad Rosyad.
Jangan lupakan salah satu ulama kharismatik yang bahkan perayaan Haulnya setiap tahun dipenuhi oleh jutaan Jama’ah dari seluruh penjuru Tanah Air, beliaulah KH. Zaini Abdul Ghani atau yang biasanya akrab disapa Guru Sekumpul.
Kepopuleran dan kharismatik seorang Guru Sekumpul yang setiap tahun Haulnya dirayakan dengan semarak inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Martapura sangat erat dengan julukan Serambi Mekkah.
Jutaan jama’ah yang datang dari berbagai daerah datang dengan begitu antusias dan rela berdesak-desakan hanya untuk mendo’akan kepergian beliau.
Hal ini yang dikatakan oleh Almarhum Guru Zuhdi sebagai sesuatu yang harus disyukuri oleh seluruh masyarakat Kalimantan Selatan.
Karena pada saat itu tak terhitung berapa jumlah keberkahan dari Allah yang diberikan kepada Bumi Kalimantan Selatan ini.
Selain itu di Kota ini juga terdapat banyak sekali Pondok Pesantren yang selalu mencetak santri-santri berkualitas setiap tahunnya.
Salah satun yang paling terkenal adalah Pondok Pesantren Darussalam yang terletak di Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar.
Beberapa tempat yang sering dikunjungi di Martapura juga merupakan tempat-tempat wisata yang spiritual dan kental dengan nuansa keislaman.
Antara lain Makam Guru Sekumpul, Makam Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang terletak di daerah Kelampayan, Masjid Agung Al-Karomah, serta beberapa makam-makam para alim ulama dan aulia terdahulu.
Agama Islam di Martapura bukan hanya menjadi agama mayoritas yang dianut oleh penduduknya.
Di kota ini agama islam juga bahkan sangat mempengaruhi aspek tradisi, kehidupan, kebudayan serta politik yang ada.
Saat ini beberapa peraturan daerah (Perda) yang diterapkan sangat menggambarkan hubungan baik antara pemerintah daerah dan para ulama dalam mewujudkan masyarakat yang relijius, di antaranya yaitu Perda Ramadhan, Perda Jum’at Khusyuk dan Perda Khatam Al-Qur’an.
Eksistensi para ulama setidaknya diperkuat dengan banyaknya Masjid dan Langgar, Majelis Ta’lim, Pengajian, Madrasah, Pondok Pesantren dan ribuan santri atau jamaah.
Ini menjadi nilai lebih bagi perkembangan suatu daerah seperti kabupaten Banjar yang terus membangun.
Maka jangan heran apabila di Kota ini posisi ulama menduduki tempat di atas rata-rata, jika dibandingkan dengan daerah lainnya yang ada di Kalimantan Selatan sendiri.
Masyarakat di Kota ini juga sehari-harinya sering menggunakan pakaian-pakaian yang beruansa islami layaknya seorang santri seperti peci putih, sarung, atau mungkin pakaian serba putih.
Inilah yang akhirnya menjadikan Martapura juga dijuluki sebagai Kota Santri. []