Manuskrip Ini Rekam Sejarah Pertemuan Dua Sufi Besar di Konya
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Pakar filologi Islam, Ahmad Ginanjar Sya’ban mendapati sebuah manuskrip kuno yang berisi tentang sejarah pertemuan dua sufi besar di Konya yakni Syaikh al-Akbar Ibn al-Arabi dan Syaikh Shadr al-Din al-Qunyawi.
Ginanjar menjelaskan, salah satu perpustakaan terpenting di Turki yang menyimpan banyak koleksi manuskrip (naskah tulis tangan) dan naskah cetak tua-langka (nawâdir al-mathbû’ât) adalah Perpustakaan Yusuf Aga (Yusuf Aga Kutuphanesi) yang terletak di kota Konya.
“Di perpustakaan ini terdapat sekitar 3000 (tiga ribu) koleksi kategori mansukrip dan 8000 (delapan ribu) koleksi kategori cetak tua. Koleksi tersebut berasal dari berbagai macam bahasa, mulai dari Arab, Persia, Turki-Ottoman, Kurdi, Armenia, Yunani, dan lain-lain,” ungkap Ginanjar dalam unggahan di facebooknya dikutip Sabtu (12/9/2020).
Kebanyakan koleksi manuskrip tersebut, lanjut dia, berasal dari masa Dinasti Seljuk (abad XI hingga XIII) dan Dinasti Ottoman (awal abad XIV hingga awal abad XX).
“Kami merasa beruntung karena ketika menziarahi perpustakaan Yusuf Aga, kami dapat bertemu dengan kepalanya, yaitu Bapak Idris Akman. Beliau telah berbaik hati menyambut kami dan memperlihatkan kepada kami beberapa koleksi manuskrip perpustakaan Yusuf Aga yang terpenting,” jelasnya.
Di antara koleksi manuskrip tersebut, Ginanjar mendapatkan manuskrip kitab “al-Futûhât al-Makkiyyah” karya seorang sufi besar dunia Islam abad XIII asal Andalus, yaitu Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibn al-Arabi (dikenal dengan Ibn Arabi, w. 1240).
“Hal yang paling menarik lainnya adalah manuskrip tulisan tangan Ibn Arabi yang berisi mandat dan kredensi intelektual (ijâzah) atas sanad keilmuan yang diberikan oleh Ibn Arabi kepada anak tirinya sekaligus murid kinasihnya, yaitu Shadr al-Din al-Qunyawi (w. 1274). Manuskrip tersebut bernomor kode 7838,” ungkap Ginanjar.
Ijazah yang diberikan oleh Ibn Arabi dengan ditulisnya langsung oleh tangannya itu kepada Shadr al-Din al-Qunyawi menjadi saksi akan kedekatan hubungan intelektual dan hubungan batin antara dua ulama besar dunia Islam itu. Ibn Arabi menulis (hal. 345):
(Aku berkata, bahwa aku Muhammad b. Ali b. Muhammad b. al-Arabi al-Tha’i, dan ini adalah tulisan tanganku: telah belajar kepadaku seorang anak yang salih, yang diberkahi, yang suci, Shadr al-Din Muhammad, anak dari kawanku yang tulus ikhlas, almarhum Majd al-Din Ishaq b. Muhammad al-Quniyawi, [ia telah belajar kepadaku] beberapa kitab-kitab karanganku yaitu “al-Futûhât al-Makkiyyah” sebanyak dua puluh jilid, juga kitab “Mawâqi’ al-Nujûm”, “al-Tadbîrât al-Ilâhiyyah”, “al-Tanazzulât al-Mûshuliyyah”, “Kitâb al-Ma’rifah”, “al-Dîwân”, “al-Dzakhâ’ir wa al-A’lâq fî Syarh Turjumân al-Asywâq”. Pada bulan Jumada al-Ula tahun 929 Hijri).
Sementara itu, Syaikh Shadr al-Din al-Qunyawi juga menulis (hal. 345):
(Bismillâhirrahmânirrahîm. Ditulis oleh guratan tangan Muhammad b. Ishaq al-Quniyawi. Aku bepasrah kepada Allah, dan kepada-Nya aku memohon pertolongan.
Berkata seorang hamba, Muhammad b. Ishaq: aku telah mengaji kepada tuanku, bendaraku, guruku, al-Imam al-Alim, al-Rasikh al-Muhaqqiq, yang teristimewa dengan sokongan Allah dan keutamaan-Nya, Muhyiddin Abi Abdillah Muhammad b. Ali b. Muhammad b. Al-Arabi al-Tha’i al-Hatimi lalu al-Andalusi RA, akan kitab-kitab berikut perinciannya. Di antaranya adalah kitab-kitab karangan beliau, yaitu kitab “Risâlah al-Anwâr”, “Nuskhah al-Haqq”, “al-I’lâm bi Isyârât Ahl al-Ilhâm”, “Marâtib ‘Ulûm al-Wahb”, “Kitâb al-Nuqabâ”, juga mengaji akan penjelasan [syarah] lafaz-lafaz yang kerap digunakan oleh ahli tarikat, juga “Kitâb al-Ma’rifah”, “Kitâb al-‘Ibâdah”, dan “Kitâb al-Tajalliyât”).
Diriwayatkan, bahwa Ibn Arabi singgah di kota Konya pada tahun 1207 M atas undangan penguasa Seljuk masa itu, yaitu Sultan Ghiyats al-Din Kaykhusrav (m. 1205-1211 M). Ia pun disambut dengan suka cita sebagai seorang ulama besar dan tinggal di Konya selama beberapa tahun. Salah satu kawan Ibn Arabi yang berasal dari Konya adalah Syaikh Majd al-Din Ishaq al-Qunyawi, ayah daripada Syaikh Shadr al-Din Muhammad b. Ishaq al-Qunyawi. Namun ketika tiba di Konya, sang sahabat karib itu meninggal dunia. Beliau berwasiat agar Ibn Arabi mau menikahi jandanya sekaligus mengasuh anaknya, yaitu Shadr al-Din Muhammad al-Qunyawi, yang saat itu masih berusia sekitar sepuluh tahun.
Ibn Arabi pun menikahi janda sahabatnya itu. Pun, ia mengasuh anak sahabatnya, yang kemudian menjadi anak tirinya, dengan sebaik-baik asuhan dan pendidikan. Di kemudian hari, selang beberapa tahun kemudian, sang anak tiri itu pun menjadi murid terdekat Ibn Arabi. Syaikh Shadr al-Din al-Qunyawi pun dikenal sebagai orang yang paling memahami dengan baik, detail, teliti, dan gamblang akan ajaran-ajaran tasawuf tingkat tinggi Ibn Arabi. Tak hanya itu, Syaikh Shadr al-Din al-Qunyawi juga menuliskan syarah (penjelasan) atas kitab karya ayah tiri sekaligus gurunya itu, yakni kitab “al-Futûhât al-Makkiyyah”.
Di Nusantara, ajaran tasawuf Ibn Arabi banyak tersebar pada abad XVI dan utamanya abad XVII melalui sosok seorang sufi dari India bernama Fahdlullah al-Burhanpuri (w. 1620). Al-Burhanpuri telah mentransformasi pemikiran tasawuf Ibn Arabi dalam karya intelektualnya yang berjudul “al-Tuhfah al-Mursalah”. Selain al-Burhanpuri, di Nusantara pemikiran Ibn Arabi juga dapat ditelusuri melalui tokoh Hamzah Fansuri dan Syams al-Din al-Sumatrani di kurun masa yang sama.