Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Damainya Kehidupan
HIDAYATUNA.COM – Menjadi “manusia”, menuntut ilmu itu wajib. Terlebih umat Muslim. Sudah selayaknya Umat Islam menjadi umat yang berilmu dalam mengemban tugasnya mengelola bumi sebagaimana fitrahnya menjadi kholifah fi al-ardl.
Tugas yang amat berat, maka tanpa sebuah ilmu saya menduga keras, bahwa manusia akan menjadi makhluk brutal yang bakal merusak segala tatanan kehidupan bumi. Bisa jadi pula, menjadi makhluk individual tanpa peduli pada sesama makhluk lain.
Tidak percaya?
Kini, betapa sangat mudahnya, Tuan dan Puan menemui berita-berita hoax di media sosial, informasi palsu yang mengarah pada penghasutan. Tak jarang melahirkan percekcokan dan peperangan antar kelompok, agama atau bahkan sesama manusia sendiri. Belum lagi fenomena penindasan atas perempuan, terjadinya radikalisme, terorisme, dan lain sebagainya.
Apakah yang demikian itu tidak disebabkan oleh manusia yang bodoh, tanpa sebuah ilmu? Ketika manusia berilmu, maka ia akan cenderung berindak setelah berfikir.
Ia juga akan selalu berbuat baik pada siapa pun dan di mana pun, termasuk tidak menebar hoax di dalam media sosial. Tindakannya akan melahirkan perdamaian bukan peperangan, sikapnya santun bukan arogan, bahkan bumi yang ia huni ini pun akan menjadi aman dan baik-baik saja. Sebab ilmu pada dirinya akan menjaganya, termasuk menjaga bumi.
Pentinya Ilmu bagi Kehidupan
Harus kita sadari betul, bahwa Allah telah menganugerahkan akal pikiran kepada manusia tak lain agar manusia dapat merenung, berfikir dan menggunakannya untuk menuntut ilmu pengetahuan, kemudian diamalkan. Saya kira juga demi terjaganya kedamaian dan keamanan bumi ini.
Mengapa demikian? Sebab, bagaimana jika manusia tak mau menuntut ilmu, selain membuat manusia berlaku tanpa aturan. Ada hal lain, misalnya dalam hal ibadah, boleh jadi mereka memang melakukan ibadah, bermujahadah, dan berdzikir. Akan tetapi saya kira mereka hanya melakukan secara formalistik saja, tanpa bisa mengambil manfaat darinya.
Tuan dan Puan pasti ingat dengan firman Allah Q.S al-‘Alaq ayat 1, “Bacalah dengan menyebut asma Tuhan yang Menciptakan.” Kata “bacalah” dalam sebuah ayat tersebut dapat kita maknai secara kontekstual, bahwa ayat itu adalah sebagai ayat perintah kepada umat manusia agar membaca. Meski pada faktanya ayat itu pertama kali turun untuk kanjeng Nabi Muhammad Saw membaca.
Membaca, dalam hal ini dapat kita maknai dan pahami sebagai perintah agar umat muslim khususnya, mau membaca apa pun itu. Mulai dari gejala alam, sosial, realitas, buku dan lain sebagainya.
Bagaimana jika bumi ini tidak dipelihara dengan keilmuan? Pastilah akan mudah rusak dan hancur.
Lalu bagaimana nasib hubungan manusia dan sesama makhluk hidup, jika tanpa ilmu? Pasti juga akan amburadul. Oleh sebab itu, ilmu penting pada seluruh sendi kehidupan.
Ilmu dan Spirutualitas
Kendati menuntut ilmu itu penting, namun tidak boleh hanya sekadar menuntut ilmu belaka tanpa mengikutsertakan spiritualitas dalam prosesnya.
Sebab, kalau Taun dan Puan sadari, bahwa di dalam ayat di atas, menyiratkan bahwa membaca itu juga diiringi dengan menyebut asma Tuhan yang menciptakan. Inilah sekaligus, menandaskan bahwa betapa pentingnya spiritualitas dalam proses menuntut ilmu.
Kalau kata Ali Abdullah (2017), semakin seseorang itu menuntut ilmu hingga memperoleh keluasan ilmu, maka sudah bisa dipastikan seseorang itu semakin nyata dalam menemukan Sang Pencipta. Semakin percaya pada Tuhan (Allah) karena ia akan menemukan bahwa semua hal yang dipelajari itu bersumber dari Tuhan.
Artinya bahwa, jika manusa benar-benar mempunyai ilmu yang luas sekaligus menuntut ilmunya dengan bersandar pada Tuhan, maka ia akan sadar. Segala sesuatu yang berada di dunia ini, atas kehendak-Nya. Termasuk menyadari bahwa dunia ini sengaja diciptakan dengan dihuni oleh berbagai makhluk agar untuk saling mengenal dan saling berbuat baik.
Hal ini juga termasuk tugas kholifah dalam penjagaan bumi. Bahwa, tugas manusia sebagai kholifah itu hanya bisa diemban dengan sukses oleh manusia yang berilmu. Semoga bermanfaat. Tabik.