Mantan Menag: Ihwal Relasi Agama dengan Kebudayaan dan Relasi Kebudayaan dengan Kemanusiaan
HIDAYATUNA.COM, Jakarta — Dalam acara Haul ke-10 KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Masjid Jami Al-Munawaroh, Ciganjur, Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berbicara ihwal relasi agama dengan kebudayaan dan relasi kebudayaan dengan kemanusiaan.
“Agama, kebudayaan, dan kemanusiaan adalah tiga dimensi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/12/2019).
Ia menggantikan KH. Mustofa Bisri yang berhalangan hadir dalam acara tersebut,
Selain itu, lanjutnya, kebudayaan merupakan wujud kemanusiaan. Bicara kemanusiaan, pasti juga bicara pokok-pokok ajaran agama. Dengan demikian, Gus Dur sering menyampaikan bahwa agama itu untuk memanusiakan manusia. Itulah hakikat agama.
Menurutnya, jika memahami relasi tiga dimensi ini, semua potensi konflik bisa diredam. Tak akan ada perpecahan. Namun, saat ini banyak yang tidak memahami relasi ketiganya sehingga konservatisme yang eksklusif dan ekstrimisme dalam beragama masih terjadi di Indonesia.
“Kondisi ini mengancam kehidupan integrasi bangsa. Kita perlu mewaspadai konservatisme eksklusif dan ekstrim yang memaksakan kehendak, kemudian menyalah-nyalahkan pihak yang tidak sama dengan dirinya dan menggunakan cara-cara kekerasan untuk memaksakan kehendak,” ujarnya.
“Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius. Konservatisme eksklusif dan ekstremisme ini terjadi karena gairah spiritualitas tidak diimbangi semangat keberagamaan,” imbuhnya.
Akibatnya, lebih lanjut, agama yang mestinya menentramkan menjadi mengancam. Agama yang mestinya disampaikan dengan santun, kemudian disampaikan dengan penuh kegarangan.
Terakhir, pendidikan agama semestinya fokus mengajarkan pokok-pokok ajaran agama yang berelasi dengan kemanusiaan dan kebudayaan. Kementerian Agama, katanya, di masa kepemimpinannya sudah mengusung moderasi beragama dan bukan moderasi agama.
“Mohon jangan disalahpahami, bukan agamanya yang dimoderasi, tapi cara kita beragama itu yang harus dimoderasi. Agama dari Tuhan sudah pasti sempurna, tapi cara kita memahami agama dan mengamalkan ajaran agama itu yang harus senantiasa dijaga pada jalurnya yang moderat,” pungkasnya.