Manipulasi: Ukhwah Islamiyah Dijadikan Senjata Ampuh oleh Kelompok Ekstrimisme Agama
HIDAYATUNA.COM, Bogor – Narasi propaganda atau narasi berbahaya saat ini dibangun oleh kelompok-kelompok radikalis, ekstremis, dan teroris transnasional ini. Selain itu, biasanya, mengenai keadaan umat Islam yang dinilai tidak berdaya, dan mengajak terlibat dalam kegiatan dan penyebaran ideologi mereka.
Kelompok-kelompok ini, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Periode 1999-2001, Prof. Muhammad A. S. Hikam telah memanipulasi ajaran Ukhuwah Islamiyah dengan menggunakan solidaritas umat, sebagai dasar melakukan aksi teror terhadap pihak yang mereka tentang, atau bahkan kepada sesama muslim.
Pernyataan itu disampaikan dua hari lalu saat menjadi pembicara pada diskusi kebangsaan dalam rangka Hari Santri Nasional 2019 sekaligus hari Sumpah Pemuda yang dilaksanakan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Institut Pertanian Bogor (KMNU IPB) di FEM Convention Hall, IPB, dengan tema ‘Peran Mahasiswa IPB dalam Memperkokoh Cinta Tanah Air (Hubbul Wathon minal Iman)’.
“Maka, tugas mahasiswa dan santri, adalah membangun kesadaran terhadap hal ini sekaligus menolak dan mencegah timbulnya serta meluasnya paham-paham yang berusaha merusak ideologi Pancasila ini,” paparnya, diterima HIDAYATUNA.COM dari laman NU Online, di Bogor, Selasa (05/11/2019).
Dengan demikian, ia berharap KMNU mampu menjadi pelopor dalam memberikan pencerahan pikiran terhadap para pemangku kebijakan (stakeholder) di IPB mengenai trilogi ukhuwah Islamiyah yang selama ini diusung Nahdlatul Ulama.
Solidaritas sesama muslim, lanjutnya, solidaritas sebangsa dan setanah air, serta solidaritas kemanusiaan bahkan sesama makhluk ciptaan Tuhan. Pandangan ukhuwah seperti ini dapat diterapkan menjadi aksi konkret dalam konteks kehidupan mahasiswa sehari-hari di lingkungan kampus dan masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, psikolog anak-remaja dan radikalisme, Arijani Lasmawati, juga memberi penilaian atas narasi negatif yang dihembuskan kelompok radikalis ini. Selain itu, ia mengatakan bahwa sebagian besar pelaku terorisme dan radikalisme adalah remaja.
“Fase remaja, merupakan fase pencarian dan pengekspresian jati diri sehingga mudah dihasut dan terpapar paham radikal. Peran penting orang tua sebagai contoh (role model) sangat penting untuk memberi pemahaman tentang nilai-nilai sekaligus memonitor dan menjadi benteng terhadap paham-paham yang keliru,” jelas psikolog itu.
Membangun kesadaran terhadap kondisi lingkungan sosial dan penguatan keluarga, lanjut Arijani, sangat penting dilakukan untuk mencegah remaja menjadi korban paham-paham radikalisme yang mengancam keutuhan NKRI.
Isu cinta tanah air merupakan hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia yang notabene negara kesatuan besar dengan berbagai suku, ras, budaya, dan bahasa.
Diskusi ini diselenggarakan untuk mempertegas peran mahasiswa dalam menjaga keutuhan NKRI dari sudut pandang pengamalan ilmu dan pengabdian masyarakat, psikologi remaja, serta aspek sejarah dan konteks narasi radikalisme.
Selain Prof. Hikam dan Arijani Lasmawati, hadir juga menjadi pembicara, guru bersar Fakultas Peternakan IPB, Prof. Muladno. Acara ini dimoderatori Auhadillah Azizy, aktivis kebangsaan dan alumnus IPB.