Manfaat Berhubungan Intim bagi Suami-Istri
![Manfaat Berhubungan Intim bagi Suami-Istri](https://i0.wp.com/hidayatuna.com/wp-content/uploads/2020/12/Pernikahan-Campuran-Yahudi-Arab.jpg?resize=850%2C560&ssl=1)
Pernikahan Bukan Alat Penguasaan (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM – Dalam berumah tangga, sudah menjadi keharusan bagi suami-istri melakukan hubungan intim. Meski hubungan intim suami-istri sendiri bukanlah tujuan utama dalam pernikahan, melainkan sebagai sunatullah serta dalam rangka meregenasi hamba-Nya di dunia ini.
Hubungan intim suami-istri (halal) memiliki banyak manfaat, di antaranya Syekh Abdullah Al-Bassam berpendapat, hubungan intim dapat menciptakan kesenangan dan kenikmatan. Allah sengaja memberikan kepada laki-laki dan perempuan kenikmatan itu sehingga dari sana pula Allah menunjukkan kebesaran-Nya yakni menghadirkan bakal manusia.
Selain itu, hubungan intim suami-istri berfungsi untuk mencegah seseorang berbuat zina. Untuk itulah disyariatkan hubungan intim dalam pernikahan yang sekaligus untuk menundukkan pandangan.
Hubungan intim suami-istri menjadi metode alami yang dikhususkan dalam rumah tangga untuk mempersiapkan kehamilan. Hal ini ditujukan secara khusus untuk pemeliharaan ras manusia dan pemakmuran bumi.
Ini telah disesuaikan dengan watak dan kesenangan manusia dalam mewujudkan psikologi serta insting alami. Dilansir dari Republika.co.id Syekh Abdullah menjelaskan, hubungan intim dalam rumah tangga dapat menjadi sarana yang paling efektif dalam memelihara keberlangsungan mahligai rumah tangga.
Wujud Ungkapan Cinta dalam Pernikahan
Tidak diragukan bahwa tersingkapnya aurat bagi selain suami-istri itu haram hukumnya karena dapat menyebabkan keretakan dalam rumah tangga. Allah SWT. sangat keras dalam menjaga nasab dan melaknat orang yang menghubungkan nasab kepada selain ayahnya. Dia juga melarang pria mengaliri ‘ladang’ milik pria lain dengan cairan spermanya.
Hubungan intim antara suami-istri juga dapat diartikan sebagai ekspresi cinta yang aktif dan bersifat mutual dari keduanya. Ia merupakan indikasi praktis tentang kecenderungan dan orientasi jiwa antara yang satu dengan yang lain. Makna inilah yang digunakan para ulama untuk menafsirkan firman Allah dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 129.
Allah berfirman: “Wa lan tastathi’uu an ta’diluu baina an-nisaa-I walaw harashtum falaa tamiluu kullal-maili fatadzaruha kal-muallaqati, wa in tushlihu wa tattaqu fainnallaha kaana ghafuran rahima.”
Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cinta), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang,”.
Sumber : Republika.co.id