Makna Tumpeng dalam Tradisi Jawa
HIDAYATUNA.COM – Nasi tumpeng, atau banyak dikenal dengan istilah “tumpeng” saja, adalah sajian khas yang banyak dijumpai dalam berbagai acara perayaan atau “selamatan” baik di desa-desa maupun di kota-kota besar di pulau Jawa dan pulau-pulau lain sampai sekarang. Tumpeng menjadi ikon penting dalam acara syukuran atau selamatan dalam tradisi dan budaya Jawa. Oleh karena itu, tumpeng menjadi suatu simbolisasi yang sarat akan makna. Walaupun diakui sebagai simbol penting dalam sebuah acara selamatan, namun sebenarnya tidak banyak orang yang benar-benar mengerti makna di balik simbol itu. Tumpeng sendiri sebenarnya menjadi simbol yang mengangkat hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan alam, dan dengan sesama manusia. Untuk menghantar kita memahami makan tumpeng dalam tradisi Jawa.
Masyarakat tradisional, pada umumnya memiliki kepercayaan. Kepercayaan ini terarah pada kekuatan yang melebihi kekuatan atau kemampuan manusia. Masyarakat percaya bahwa di luar dirinya ada kekuatan yang maha besar. Kekuatan itu berpengaruh pada system kepercayaan, sehingga dalam masyarakat tradisonal tampak adanya system kepercayaan tradisional yang dianggap memiliki kekuatan gaib, dan kepercayaan terhadap roh orang yang telah meninggal (nenek moyang). Kepercayaan semacam ini dalam ilmu Anthropologi disebut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Kepercayaan dinamisme dan animisme yang berkembang dalam masyarakat tradisional turut mempengaruhi sikap dan pola pikir masyarakat. Dalam masyarakat tradisional terdapat pola pikir bahwa segala sesuatu selalu dikaitkan dengan kekuatan gaib yang dianggap ada di dalam alam semesta dan di sekitar tempat tinggal mereka. Pola pikir yang demikian ini selalu mengaitkan peristiwa-peristiwa hidup dengan kejadian-kejadian kodrati yang terdapat di dalam alam semesta atau kosmos
Terhadap alam semesta atau kosmos ini masyarakat bersikap lemah dan tidak kuasa berbuat sesuatu. Begitu pula halnya dengan masyarakat Jawa pada umumnya. Pandangan dan prinsip seperti ini mempengaruhi masyarakat Jawa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tumpeng dapat diidentifikasikan sebagai nasi yang dihidangkan dalam bentuk seperti kerucut untuk selamatan. Sajian khas ini dapat kita jumpai dalam berbagai acara perayaan atau selamatan baik di desa-desa maupun di kota-kota besar dalam lingkup pulau Jawa hingga saat ini.
Jika kita membaca Selametan dalam Budaya Jawa oleh Koentjaraningrat, kita dapat mengerti bahwa tumpeng merupakan hidangan dalam tradisi atau upacara selametan. Maka, boleh dikatakan bahwa tumpeng juga merupakan sajian yang sakral dan memiliki makna spiritual. Demikianlah tumpeng dimengerti. Kehadiran tumpeng dalam tradisi selametan pada budaya Jawa memberi makna yang mendalam, begitupun dalam komponen-komponen tumpeng itu sendiri. Maka ulasan kami dalam paper ini berkaitan dengan makna simbolik dari tumpeng dan komponen-komponen yang umun ada di dalamnya.
Nasi tumpeng yang berbentuk kerucut ditempatkan di tengah-tengah dan bermacam-macam lauk pauk disusun di sekeliling kerucut tersebut. Penempatan nasi dan lauk pauk seperti ini disimbolkan sebagai gunung dan tanah yang subur di sekelilingnya. Tanah di sekeliling gunung dipenuhi dengan berbagai macam sayuran dari tumbuh-tumbuhan dan lauk-pauk. Itu semua sebagai simbol atau tanda yang berasal dari alam, hasil tanah. Tanah menjadi simbol kesejahteraan yang hakiki. Penempatan dan pemilihan lauk-pauk dalam tumpeng juga didasari akan pengetahuan dan hubungan mereka dengan alam. Oleh karena itulah lauk-pauk ditempatkan di sekeliling nasi karena memang dari sanalah mereka berasal.
Selain penempatannya, pemilihan lauk juga didasari oleh kebijaksanaan yang didapat dari belajar dari alam. Tumpeng merupakan simbol ekosistem kehidupan. Kerucut nasi yang menjulang tinggi melambangkan keagungan Tuhan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya, sedangkan aneka lauk pauk dan sayuran merupakan simbol dari isi alam ini. Oleh karena itu pemilihan lauk-pauk di dalam tumpeng biasanya mewakili semua yang ada di alam ini
Makna Bentuk Nasi Tumpeng
Nasi berbentuk gunungan atau kerucut itu sarat akan makna, lebih-lebih makna spiritual. Gunung dalam banyak tradisi dan kepercayaan, termasuk Jawa, sering diidentikkan sebagai tempat yang maha tinggi, tempat penguasa alam bertahta, dan tempat kemuliaan Allah. Sudah sejak lama kepercayaan ini muncul, misalnya; gunung Sinai, gunung Tabor, Pusuk Buhit, gunung Merapi, dan sebagainya. Asal-muasal bentuk tumpeng ini ada dalam mitologi Hindu dalam Epos (cerita) Mahabarata. Meski kini mayoritas orang Jawa adalah muslim atau islam, namun masih banyak tradisi masyarakat yang berpijak pada akar-akar agama Hindu, sebab Hindu lebih dulu masuk ke wilyah Jawa, baru agama-agama lain kemudian.
Dalam refleksi selanjutnya, bagi orang Jawa, gunung merupakan tempat yang sakral karena diyakini memiliki kaitan yang erat dengan langit dan surga. Bentuk tumpeng yang seperti gunung dalam tradisi Jawa memiliki makna mau menempatkan Allah pada posisi puncak, tertinggi, yang menguasai alam dan manusia. Bentuk ini juga mau menggambarkan bahwa Allah itu awal dan akhir, orang Jawa biasa menyebut-Nya dengan Sang Sangkan Paraning Dumadi artinya bahwa Allah adalah asal segala ciptaan dan tujuan akhir dari segala ciptaan. Tumpeng yang digunakan sebagai simbolisai dari sifat alam dan manusia yang berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Bentuk tumpeng juga seperti tangan terkatup, sama seperti saat seseorang menyembah. Hal ini juga mau menggambarkan bahwa Allah patut disembah dan dimuliakan. Bentuk menggunung nasi tumpeng juga dipercaya mengandung harapan agar hidup kita semakin naik dan beroleh kesejahteraan yang tinggi.
Dalam tradisi selametan orang Jawa, puncak acara adalah pemotongan bagian atas dari nasi tumpeng. Pemotongan ini biasanya dilakukan oleh orang yang paling dituakan atau dihormati. Hal ini mau mengatakan bahwa masyarakat Jawa masih memegang teguh nilai-nilai kekeluargaan dan memandang orang tua sebagai figur yang sangat dihormati. Sesanti (pepatah) Jawa mengatakan “Mikul dhuwur mendhem jero”. Mikul dhuwur artinya memikul setingi-tingginya dan mendhem jero artinya menanan dalam-dalam. Arti pepatah ini adalah menghormati orang tua setinggi-tingginya dan menghargai sebaik-baiknya atau menghargai sedalam-dalamnya terhadap orang lain.
Setelah itu, nasi tumpeng disantap bersama-sama. Upacara potong tumpeng ini melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligus ungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan. Ada sesanti (pepatah) yang tidak asing bagi kita yaitu: mangan ora mangan waton kumpul (makan tidak makan yang penting kumpul). Hal ini tidak berarti meski serba kekurangan yang penting tetap berkumpul dengan sanak saudara. Pengertian sesanti tersebut yang seharusnya adalah mengutamakan semangat kebersamaan dalam rumah tangga, perlindungan orang tua terhadap anak-anaknya, dan kecintaan kepada keluarga. Di mana pun orang berada, meski harus merantau, haruslah tetap mengingat kepada keluarganya dan menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudaranya.
Selain dari bentuk, kita juga bisa melihat makna tumpeng dibalik warna nasi tumpeng. Ada dua warna dominan nasi tumpeng yaitu putih dan kuning. Bila kita kembali pada pengaruh ajaran Hindu yang masih sangat kental di Jawa, warna putih diasosiasikan dengan Indra, Dewa Matahari. Matahari adalah sumber kehidupan yang cahayanya berwarna putih. Selain itu warna putih di banyak agama melambangkan kesucian. Warna kuning seperti emas melambangkan rezeki, kelimpahan, kemakmuran.
Makna Simbolik Komponen dalam Tumpeng
Sayuran
Sayuran merupakan jenis menu yang umum dipilih yang dapat mewakili tumbuhan darat. Jenis sayurnya tidak dipilih begitu saja karena tiap sayur juga mengandung perlambang tertentu. Sayuran yang umum ada adalah:
Urap
Urap merupakan kelapa parut yang dibumbui untuk campuran sayur-sayuran yang direbus. Kata urap senada dengan urip atau hidup, artinya mampu menghidupi atau mampu menafkahi keluarga. Urip berarti juga sumber kehidupan. Sayuran merupakan pralambang dari alam semesta yang memberi kehidupan bagi manusia.
Kangkung
Sayur ini bisa tumbuh di air dan di darat, begitu juga yang diharapkan pada manusia semoga sanggup hidup di mana saja dan dalam kondisi apa pun, teguh, ulet dan pantang menyerah. Kangkung sama dengan jinangkung (terwujud/tercapai) yang berarti mengandung harapan agar apa yang menjadi cira-cita bisa tercapai.
Bayam
Bayam mempunyai warna hijau muda yang menyejukkan dan bentuk daunnya sederhana tidak banyak lekukan. Sayur ini melambangkan kehidupan yang ayem tenterem (aman dan damai), tidak banyak konflik seperti sederhananya bentuk daun dan sejuknya warna hijau pada sayur bayam.
Kacang Panjang
Kacang panjang harus hadir utuh, tanpa dipotong. Maksudnya agar manusia hendaknya selalu berpikir panjang sebelum bertindak. Selain itu kacang panjang juga melambangkan umur panjang.
Jenis-Jenis Tumpeng
Tumpeng Nujuh Bulan
Tumpeng ini untuk syukuran kehamilan di usia tujuhbulan. Diatas tampah yang dialasi dengan daun, Tupeng nasi putih diletakkan di tengah dan dikelilingi oleh enam Tupeng kecil-kecil.Selain nasi telor rebus, sayuran dan lauk yang lain menyertai.
Tumpeng Robyong
Tumpeng ini biasanya untuk upacara siraman pada perkawinan adat Jawa. Tumpeng ini diletakkan dalam bakul dengan aneka sayuran. Bagian puncak diberi telur ayam, bawang merah, terasi, dan cabai. Di dalam bakul, selain nasi terdapat juga urap, ikan asin, dan telur ayam rebus.
Tumpeng Nasi Kuning
Isinya tak beda jauh dengan ketentuan Tumpeng pada umumnya, tetapi biasanya ditambahkan perkedel, kering-keringan, abon, irisan ketimun, dan dadar rawis. Warna kuning mengandung arti kekayaan dan moral yang luhur, oleh karenanya Tumpeng ini biasa digunakan untuk acara kebahagiaan seperti kelahiran, ulang tahun, khitanan, pertunangan, perkawinan, syukuran dan upacara tolak bala.
Tumpeng Pungkur
Tumpeng ini ada dalam upacara kematian pria atau wanita lajang/belum menikah, saat jenasah akan diberangkatkan. Isinya hanya nasi putih yang dihias sayuran di sekeliling tubuh tumpeng. Tumpeng kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.
Tumpeng Putih
Tumpeng putih biasanya untuk acara sakral karena warna putih melambangkan kesucian, tapi juga tidak berbeda jauh dengan tumpeng kuning sebab sebetulnya tumpeng kuning merupakan modifikasi dari tumpeng putih. Cuma saja, biasanya tumpeng putih tidak memakai ayam goreng, tetapi ayam ingkung yang kadang disertai bumbu areh. Tumpeng putih juga memakai tahu dan tempe bacem, dan ikan asin.
Tumpeng Seremonial atau Tumpeng Modifikasi
Tumpeng ini bisa dibilang ‘Tumpeng suka-suka’, karena untuk tumpeng yang ini tidak memperhatikan arti filosofi yang terkandung dalam tumpeng. Biasanya tumpeng ini menggunakan nasi kuning, nasi goreng dan nasi warna yang lain. untuk lauk pauknya menurut selera kita sendiri. Tumeng ini biasa dibuat sebagai sajian kuliner.
Melihat hubungan antara makna dibalik bentuk tumpeng dan warna nasi tumpeng, keseluruhan makna dari tumpeng ini adalah pengakuan akan adanya kuasa yang lebih besar dari manusia (Tuhan), yang menguasai alam dan aspek kehidupan manusia, yang menentukan awal dan akhir, Wujud nyata dari pengakuan ini adalah sikap penyembahan terhadap Sang Kuasa dimana rasa syukur, pengharapan dan doa dilayangkan kepadaNya supaya hidup semakin baik, menanjak naik dan tinggi seperti halnya bentuk kemuncak tumpeng itu sendiri.. Jadi tumpeng mengandung makna religius yang dalam sehingga kehadirannya menjadi sakral dalam upacara-upacara syukuran atau selamatan