Mahsa Amini, Perempuan Iran dan Hilangnya Hak Tubuh

 Mahsa Amini, Perempuan Iran dan Hilangnya Hak Tubuh

PBB Mengutuk Peningkatan Kekerasan Seksual di Sudan (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Di Twitter, beberapa waktu belakangan ini, unggahan beberapa akun Twitter berisi tentang seorang perempuan Iran yang meninggal diduga melawan kediktatoran pemerintah Iran.

Diketahui bahwa, ia adalah Mahsa Amini, seorang perempuan muda yang berusia 22 tahun dikabarkan meninggal setelah koma usai ditahan oleh polisi moral di Iran.

Penahanannya tersebut diduga karena ia tidak menggunakan jilbab.

Perlu diketahui bahwa di Iran ada peraturan tentang kewajiban perempuan untuk menutupi kepala. Artinya semua perempuan wajib menggunakan jilbab.

Maka kebijakan yang diterapkan kepada Mahsa Amini yang ditahan oleh polisi moral lantaran tidak berjilbab adalah hal yang sangat wajar.

Kematian Mahsa Amini menurut keterangan polisi dikarenakan serangan jantung.

Pihak keluarga membantah kabar tersebut. sebab ada kecurigaan yang cukup kuat terjadi insiden penyiksaan dan perlakuan buruk dalam tahanan sehingga berakibat kematian mencurigakan kepadada Mahsa Amini.

Peraturan pemakaian jilbab di Iran, diberlakukan beberapa tahun setelah revolusi Islam pada 1979.

Di bawah undang-undang yang berlaku, perempuan harus menutupi rambut mereka dan mengenakan pakaian longgar di tempat umum, termasuk tempat kerja, sekolah hingga universitas.

Peraturan ini diterapkan secara tegas oleh polisi moral. Protes terhadap kewajiban menutup kepala dari pemeritah Iran digugat ramai-ramai oleh banyak pihak.

Pada bulan Juli 2022 lalu, para perempuan melakukan unjuk rasa. Laporan Tempo menjelaskan bahwa bentuk unjuk rasa yang dilakukan oleh perempuan Iran terhadap peraturan tersebut yakni dengan mengunggah gambar diri mereka dengan melepas jilbab.

Polisi moral di Iran, tidak segan untuk menangkap perempuan yang tidak berjilbab terutama yang bekerja di trasnportasi umum, serta staf di kantor-kantor pemerintah dan bank.

Polisi moral tersebut bertugas untuk mengamati fasilitas media dan institusi pendidikan di banyak kota di Iran untuk memastikan semua perempaun di Iran menutup kepala.

Penentangan terhadap tersebut juga dilakukan oleh para aktifis HAM di Iran yang mendesak para perempuan untuk tidak ragu melepaskan jilbab.

Dengan demikian, aktivitas tersebut memiliki potensi besar bagi mereka untuk dipenjara dan kehilangan hak atas tubuh mereka sendiri.

Hilangnya Hak Tubuh

Terlepas dari kewajiban agama tentang kewajiban menuutp tubuh, setiap orang memiliki kebebasan untuk hidup dan menjalankan keyakinan dalam dirinya.

Kontrol tubuh yang dilakukan oleh pemerintah Iran terhadap rakyatnya menghilangkan hak tubuh perempuan sebagai manusia yang utuh.

Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat Iran terhadap kebijakan menggunakan jilbab sangat besar.

Pada tahun 2021, pemerintah Iran menunjukkan perpecahan. Melalui perbandaingan 50:50, mereka menjadi pendukung dan penolak pemakaian jilbab.

Hal itu juga berdampakm terhadap laporan kesejataraan Gender Global tahun 2021, yang diproduksi oleh forum Ekonomi Dunia menempatkan Iran di peringkat 150 dari 156 untuk kesetaraan gender, termasuk kesetaraan dalam partisipasi ekonomi.

Di sisi lain, penggunaan jilbab ini juga berdampak terhadap pengucilan perempuan sekuler atau perempuan yang enggan menggunakan jilbab.

Hal itu berdampak besar terhadap posisi karir sebagai perempuan karena dianggap tidak mematuhi peraturan Islam dan pemerintah.

Dengan fenomena demikian, maka menggunakan jilbab tidak lagi menjadi kewajiban agama yang dilembagakan oleh pemerintah.

Akan tetapi menjadi jalan yang cukup mudah bagi perempuan untuk berkarir lebih baik sehingga berfungsi sebagai politik praktis. Di samping itu, apabila melihat mayoritas agama negara Iran.

Berdasarkan statistik Iran, ada 4 agama yang diakui oleh pemerintah Iran, di antaranya yakni Islam, Kristen, Yahudi, dan Majusi.

Melihat peraturan jibab tersebut, dipastikan harus diikuti oleh semua perempuan dari kalangan agama manapun.

Dengan demikian, aturan tersebut tidak menjadi peraturan agama yang berlandaskan pada Islam saja, melainkan kontrol tubuh terhadap perempuan.

Para perempuan kehilangan hak untuk menggunakan pakaian yang dianggap baik dan pantas untuk dirinya. []

Muallifah

Mahasiswa S2 Universitas Gajah Mada, Penulis lepas

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *