Macam-macam ‘Kegilaan’

 Macam-macam ‘Kegilaan’

Fanatisme dalam Islam Menurut Quraish Shihab (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Terlepas dari apa sebenarnya motif pembuat video yang tersebar beberapa waktu lalu, ucapannya dapat disebut sebagai kegilaan karena dua alasan, yakni:

Pertama, dia mengatakan bahwa setiap orang berhak berpendapat dan menafsirkan Al-Qur’an, tapi dia malah membakar pendapat ulama ahli tafsir yang kredibel.

Ia menghargai perbedaan penafsiran sekaligus membakar perbedaan itu sendiri tanpa sadar. Mungkin karena kalah saing.

Kalau dia berilmu, pasti dia sudah membuat tafsir tandingan. Apabila dia bersikukuh bahwa pendapat Ibnu Katsir dan al-Qusyairi layak dibakar dan diabaikan, maka apalagi pendapatnya sendiri.

Kedua, kemampuan dan keahlian setiap orang berbeda, sebab itu tidak semua orang layak menggali pesan al-Qur’an secara langsung tanpa bantuan penjelasan para ahli.

Manusia ibarat orang yang sedang sakit dan Al-Qur’an ibarat kumpulan bahan obat yang belum diracik. Apabila orang yang tidak punya ilmu pengobatan mencoba meraciknya seenak perasaannya sendiri, maka bisa jadi hasilnya justru racun yang berbahaya bagi si sakit.

Hanya sedikit ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai resep generik yang dapat diminum tanpa resep dokter, misalnya ayat tentang tauhid, akhlak dan kehidupan akhirat.

Dalam sejarah Islam, banyak orang yang tidak memiliki kredibilitas keilmuan berdalil langsung dari al-Qur’an dan hasilnya beragam.

Ada yang jadi ekstremis, aliran sesat, bahkan teroris. Semuanya merasa punya dalil dari al-Qur’an yang dia tafsiri seenaknya sendiri.

Dulu di masa awal islam, sekte Khawarij muncul dengan jargon berhukum dengan al-Qur’an.

Kebanyakan pentolan mereka adalah para penghafal al-Qur’an, tapi bodoh sehingga mereka dengan mudahnya mengafirkan rival politiknya lalu menyerang dengan kekuatan senjata dengan dalih ikut al-Qur’an.

Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah menantang mereka untuk membawa mushaf al-Qur’an lalu beliau menyuruh mushafnya berbicara untuk menjawab persoalan yang ada.

Mereka pun berkata, “Mushaf kan tidak bisa bicara?”

Beliau menimpali kurang lebih begini, “Ya benar, yang berbicara adalah kalian”

Barulah mereka sadar bahwa mereka hanya penafsir dan ucapan mereka bukanlah ajaran al-Qur’an tapi ajaran hasil tafsiran mereka sendiri.

Tapi yang namanya orang bebal, meski disadarkan tetap kembali lagi hingga mereka semua akhirnya diperangi. []

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *