Liga Muslim Angkat Suara Soal Rencana Macron Terhadap Muslim
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia, Sheikh Mohammed bin Abdul Karim Al-Issa angkat suara soal pidato Presiden Prancis, Emmanuel Macron dan rencana undang-undang baru yang lebih keras untuk menangani separatisme Islam.
Sheikh Mohammed bin Abdul Karim Al-Issa mengatakan bahwa apa yang disebut ekstremis telah merusak reputasi Islam. Dimana Islam diidentikkan dengan ekstremis.
“Ada orang yang secara salah dianggap Muslim. Ini telah merusak reputasi Islam dengan radikalisme dan ekstremisme mereka, bahkan terkadang dengan kekerasan termasuk terorisme mereka,” ujar Abdul Karim Al-Issa dilansir dari Republika, Senin (12/10/2020).
Secara tegas ia mengagakan bahwa perilaku-perilaku kelompok ekstremis sama sekali tidak mewakili Islam.
Abdul Karim juga menjelaskan jika yang lain membela perilaku tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung, itu berarti semua Muslim persis seperti mereka.
Terkait referensi Macron yang disampaikan dalam pidatonya tentang separatisme dan isolasionisme, Abdul Karim mengatakan ekstremis dan teroris adalah pihak yang pertama kali mengisolasi diri dari masyarakat Islam.
“Dalam Deklarasi Makkah 2019 yang ditandatangani oleh ribuan ulama dan cendekiawan Muslim dari seluruh dunia, menekankan perlunya menghormati konstitusi, hukum dan budaya negara,” jelasnya.
Deklarasi tersebut menyerukan anti-ekstremisme, keragaman agama dan budaya, serta undang-undang yang melarang kebencian dan kekerasan. Termasuk kebencian terhadap Islam.
Abdul Karim menjelaskan dalam deklarasi itu merupakan misi untuk menghapus ideologi ekstremis dan memelopori upaya untuk mengatasi radikalisasi.
Untuk itu, dirinya menyayangkan pidato Macron yang memukul rata tentang Islam. Seolah-olah Islam adalah agama ekstremis.
Dalam pidatonya, Macron mengatakan Prancis akan berusaha untuk membebaskan Islam di Prancis dari pengaruh asing. Dia sebelumnya juga mengecam “politik Islam” pada bulan Februari.
Pidaton Macron juga menyinggung masalah undang-undang yang rencananya akan digunakan sebagai masyarakat tandingan, membela nilai-nilai sekuler Prancis dalam melawan radikalisme Islam. (Hidayatuna/Mk)