Lepaskan Bebanmu, Bahagiakan Pikiranmu!
HIDAYATUNA.COM – Pernah tidak, suatu ketika mengharap pada sesuatu dan bahkan ingin segera meraihnya, namun yang tertuai malah kegagalan? Atau terlalu larut memikirkan hingga stres dan depresi yang membuat keadaan semakin rumit?
Sudah gagal masih saja dibikin rumit dengan memikirkannya. Betapa banyak nantinya beban pikiran yang berpotensi menjadi penyakit?
Ibn ‘Ataillah dalam kitab legendarisnya Syarh al-Hikam memberikan untaian hikmah menarik dalam menyikapi hasil dari setiap sesuatu yang telah lalu (dikerjakan);
أَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيْرِ فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُكَ لَا تَقُمْ بِهِ لِنَفْسِكَ
“Istirahatkan dirimu/fikiranmu daripada kerisauan mengatur kebutuhan duniamu, sebab apa yang sudah dijamin/diselesaikan oleh lainmu, tidak usah kau sibuk memikirkannya.”
Menimbulkan Sifat Angkuh
Dari untaian hikmah di atas, saya memahami bahwa perilaku manusia terkadang terjerumus dan jatuh pada level keangkuhan terhadap Tuhan.
Misal saja begini, katakanlah si A dalam memperoleh sesuatu telah melakukannya dengan penuh hati-hati dan sangat ambisius untuk meraihnya.
Kerja siang malam telah dilakukan, doa-doa telah sering dipanjatkan, dan bahkan tidak sedikit budget yang dikeluarkan. Namun di akhir agenda, ternyata ekspektasi tak sesuai harapan yang beroleh kegagalan dan jauh dari kata keberhasilan.
Paling tidak, jika sudah jatuh pada level tersebut ada dua kemungkinan manusia yang akan lahir di sini. Pertama, mereka yang tetap sabar dan menganggap ini jalan terbaik yang telah digariskan Tuhannya.
Kedua, bersifat menyalahkan dengan pongahnya berkata, “kurang usaha apa saya? Doa telah saya panjatkan, usaha telah benar-benar saya kerjakan tanpa mengenal siang dan malam hingga tidak peduli lagi berapa dana yang rela saya keluarkan untuk mencapai tujuan itu.”
Tak jarang, pada saat yang sama sampai stess dan syok akan hasil yang dicapai karena memunggungi ekspektasi yang gagal, dan berpikir hal yang tidak-tidak yang membuatnya tambah jelimet. Hingga menganggap Allah tidaklah adil, wih sadis bukan?
Menyebabkan Berbagai Penyakit
Betapa rumit nantinya jika segala hal yang sudah-sudah masih saja dipikirkan ulang. Hal demikian justru berpotensi melahirkan ketidakbaikan terhadap diri secara fisik maupun mental. Sebagaimana beragam potensi di muka yang hanya menguras tenaga dan memakan pikiran.
Hal serupa sudah diingatkan Allah dalam menanggapi segala sesuatu, hal ini tertuang dalam Surah al-Baqarah ayat 216 yang berbunyi;
وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم، وعسى أن تحبوا شيئا وهو شر لكم، والله يعلم وأنتم لا تعلمون
“Boleh jadi kamu membeci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Allah telah memberikan rambu-rambu dalam mencintai dan membenci sesuatu agar sesuai dosisnya. Sebab kita tidaklah mengetahui sedikit pun hakikat apa yang kita sukai.
Boleh jadi nantinya menikam dari belakang, dan apa yang terkadang kita benci membela mati-matian hingga berada di garis depan.
Memasrahkan Diri Kepada Allah SWT.
Poin penting yang dapat kita petik dari hikmah ini adalah memberikan protokol, bagaimana agar pikiran kita jangan sampai dikuasai oleh pikiran yang tidak-tidak hingga membuat keadaan semakin runyam. Apa pun hasil dari yang kita lakukan baik dan buruknya harus kita terima dengan lapang.
“Manusia hanya mampu merencanakan sedang Allah lah yang menentukan,” kurang lebih begitu arti adagium Arab yang sering dihafal para santri menjelang ujian. “الإنسان بالتفكير والله بالتدبير” apa pun konsekuensinya itulah realitanya. Mau itu sad ending ataupun happy ending, begitulah nyatanya yang harus sama-sama kita terima.
Jika sesuai harapan, ya syukur, jangan sampai kufur. Jika pun tidak tetap harus bersabar, siapa tahu Allah menyediakan takdir terbaik lainnya yang bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya.
Ketimbang terus dipikirkan hingga menjadi beban dan akhirnya mengalami depresi lebih mending arih nafsak bukan? Jika santuy lebih menenangkan mengapa harus dipersulit?