Kelaparan di Lebanon: ‘Lebih Buruk Daripada Perang’:
HIDAYATUNA.COM – “Kami belum pernah melihat hari-hari gelap seperti sekarang ini,” kata Souzan, seorang ibu berusia 50 tahun yang memiliki dua orang anak. Berbicara melalui saluran telepon dari rumah kecilnya di pinggiran selatan kota Beirut, selama hampir sebulan status lockdown diterapkan oleh negara itu untuk membendung penyebaran COVID-19, Souzan menyimpulkan kondisi kelaparan mengerikan yang dihadapinya dan ribuan warga Lebanon lainnya.
“(Keadaan) ini lebih buruk daripada perang,” katanya.
Enam bulan terakhir ini telah membawa kesulitan yang sangat parah, yang bahkan tak pernah terlihat selama terjadinya konflik sipil 15-tahun yang berakhir pada tahun 1990, di Lebanon. Dekade korupsi dan salah dalam pengurusan keuangan negara, yang dilakukan oleh panglima perang yang berubah menjadi politisi dan para komplotan elit bisnis, dan juga digabungkan dengan perang di Suriah, telah menjerumuskan perekonomian Lebanon ke dalam krisis terburuk dalam sepanjang sejarahnya.
Status mata pencaharian yang sudah porak poranda, ditambah lagi dengan gangguan ekonomi tambahan yang disebabkan oleh pandemi virus corona, telah memaksa orang-orang seperti Souzan, untuk memohon bantuan untuk pertama kalinya dalam hidup mereka.
Sebagian kecil dari mereka yang membutuhkan memang telah memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Tetapi, hingga saat ini bantuan bagi puluhan ribu orang yang telah dijanjikan itu pun belum terwujud, yang mengakibatkan teriakan minta tolong di negara itu semakin hari semakin bertambah dan berubah menjadi keputusasaan.
Pada awal bulan ini, Human Rights Watch (HRW), telah memperingatkan bahwa kecuali program bantuan yang kuat segera didirikan, jutaan warga Lebanon mungkin akan menderita kelaparan. Ini akan terjadi di negara yang mempunyai populasi lebih dari enam juta tersebut, dimana sekitar 1,5 juta di antaranya adalah pengungsi Suriah dan Palestina.
Tapi, program-program itu pasti butuh waktu, dan pemerintah telah kehabisan waktunya. ‘Sekarang’ orang-orang ini sedang kelaparan. Dan mereka membawa kemarahan dan ketidakpuasannya ke jalanan.
Di tengah berlangsungnya pandemi COVID-19 saat ini, pada hari Kamis dan Jumat kemarin, aksi demonstrasi akhirnya meletus di kota Beirut, Sidon, Tripoli, dan Aley, sebuah aksi yang telah melanggar langkah-langkah social distancing dan aturan jam pembatasan pergerakan (curfew) yang telah diterapkan oleh pemerintah Lebanon.
Sementara protes anti kemapanan yang telah meletus pada tahun lalu menyerukan kebebasan, sekularisme, dan persatuan, nada demonstrasi kali ini telah bergeser ke sesuatu yang lebih mendalam dan bersifat segera; yaitu teriakan orang-orang yang berjuang untuk bertahan hidup.
“Lepaskan kami, kami lapar. Kami ingin makan, kami ingin hidup,” teriak orang-orang di kota Aley saat mereka berbaris menyusuri jalan-jalan yang gelap itu. (Aljazeera.com)