Lebih Baik Sewa atau Beli? (Bagian Pertama)
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Tidak selamanya sewa mobil itu lebih mahal dari beli mobil. Kadang malah sebaliknya, beli mobil malah lebih mahal jatuhnya dari sewa mobil.
Tapi semua itu tergantung kasusnya juga, tidak selalu demikian.
Di beberapa perusahaan besar, mobil operasional mereka ternyata hanya sewaan, bukan mobil milik perusahaan tersebut.
Saya tahu karena kebetulan sebuah perusahaan terkenal mengundang saya dalam sebuah acara pengajian.
Pihak perusahaan kirim satu unit mobil untuk menjemput saya ke rumah.
Ngobrol sama pengemudinya, ternyata saya baru tahu kalau itu mobil rental, bukan milik perusahaan tersebut.
Sopirnya pun bukan pegawai di perusahaan tersebut. Gajinya dari perusahaan rental mobil, bukan dari perusahaan besar itu.
Maka waktu demo buruh kemarin, si sopir tidak ikut demo bersama dengan karyawan perusahaan tersebut.
Ternyata menurut pimpinan perusahaan, kebijakan sewa mobil jauh lebih irit ketimbang harus investasi beli mobil baru.
Lebih banyak ruginya, begitu kata beliau sambil menyodorkan hasil hitung-hitungan di atas kertas ke saya.
Semua karyawan dapat fasilitas antar jemput pakai bus, tapi busnya bukan milik perusahaan. Bus nya milik perusahaan otobus lain.
Maka di perusahaan itu tidak dikenal istilah mobil dinas buat direksi bahkan juga komisaris. Kalau pun ada, ya mobil sewaan itu.
Alasan paling mendasar, katanya bahwa perusahaan tidak mau diributkan dengan tetek bengek pengeluaran ini dan itu.
Mulai dari bayar sewa lahan garasi parkiran, biaya pajak kendaraan bermotor tahunan, biaya perawatan bengkel, uang bensin dan oli, uang jalan, gaji sopir, sampai tips buat pak ogah.
Ternyata semua itu kalau dihitung-hitung dan dikalikan dengan sekian banyak unit mobil, nilainya jadi bengkak segede gajah.
Sementara nilai harga mobil itu sendiri menyusut sangat drastis setiap bulan.
Hanya dalam waktu 5 tahun, mobil sudah mulai rajin menjalani ritual masuk bengkel, mulai minta jatah jajan yang aneh-aneh. Kerusakan mulai merembet kemana-mana termakan usia.
Maka mereka pilih sewa mobil ke suatu vendor. Biar vendor itu saja yang pusing mikirin semua konsekuensinya.
Pokoknya perusahaan dapat mobil baru, nyaman, tokcer, lancar, ngacir, plus tidak perlu menggaji sopir, tidak mikirin beli bensin, apalagi harganya naik terus, tidak perlu bayar pajak, tidak perlu masuk bengkel, tidak perlu menggaji sopir.
Sopir tidak harus ikut ritual demo buruh tahunan tiap 1 Mei. Toh mereka tidak punya karyawan sopir.
Pokoknya perusahaan tinggal bayar, habis perkara. Dan sewa mobil jauh lebih irit, hemat dan efisien ketimbang investasi beli mobil baru.
Agak lama saya berusaha memahami fakta-fakta yang dibeberkan. Lama-lama nyambung juga sih.
Wah, kalau begitu hitungannya padahal itu perusahaan besar, saya jadi mikir lagi.
Berarti pemerintah pun sebenarnya bisa juga melakukan efisiensi dalam anggaran di bidang tranportasi PNS dan kendaraan.
Selama ini yang saya sering lihat, mobil plat merah digunakan untuk berbagai kepentingan di luar kedinasan. Buat pulang kampung, liburan keluarga, acara-acara di luar kantor. Tapi dimana ya kesadaran itu? []