Langgam Sufistik Nisan Kuno

 Langgam Sufistik Nisan Kuno

Mengenal Figur Faqih Syaikh Ibn Athaillah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Riwayat catatan di beberapa literatur, kita akan mendapati makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik sebagai makam Islam pertama di negeri ini.

Makam itu selain menandai wafatnya Fatimah binti Maimun pada 1082 M, juga sebagai babak awal dari lamat-lamatnya ajaran Islam menjajaki daerah baru. Kendati demikian, beberapa ahli sejarah menyangsikan nisan tersebut.

Hal ini lantaran batu nisannya dinilai persis dengan tiga batu lain yang digunakan sebagai jangkar kapal yang ditemukan di sekitar area tersebut.

Penyangsian yang ditulis Ludvik Kalus dan Claude Cuillot di karyanya Nisan Leran (Jawa) Berangka Tahun 475 H/1082 M dan Nisan-Nisan Terkait (2008) ini, pada sisi lain juga memicu munculnya temuan baru.

Mereka menemukan adanya kutipan ayat-ayat Alquran di batu nisan Fatimah binti Maimun yang tidak ada di tiga buah batu yang digunakan untuk jangkar kapal. Keduanya menyangsikan, tetapi juga meragukan kesangsiannya.

Kutipan di nisan menunjukkan Surah ar-Rahman ayat 26 dan 27. Kutipan yang menegaskan tentang kekuasaan dan kemuliaan-Nya.

Barangkali Fatimah binti Maimun hendak memberi wejangan pada generasi setelahnya tentang ketidakberdayaan manusia. Segala yang ada di semesta mesti binasa, kecuali kehadiran-Nya.

Sementara itu, di makam Sultan Malik as-Salih yang wafat pada 1297 M juga ditemukan kasus serupa. Di nisannya malah terdapat tiga ayat berturut-turut dari Surah al-Hasyr; 22, 23, dan 24.

Kandungannya mirip dengan yang ada di nisan Fatimah binti Maimun. Bahwa Dia dengan seluruh kuasanya wajib disembah, disyukuri pemberian nikmatnya, dan pemilik semesta.

Pola serupa juga ditemui pada nisan di tahun-tahun setelah Sultan Malik as-Salih ini wafat.

Pada periode selanjutnya, sekira abad 15-16, ada banyak nisan yang mengutip ayat-ayat Alquran. Ayat yang dikutip juga lebih variatif. Ayat yang tetap dikutip-pilih didasarkan pada muatan tentang meng-Esakan-Nya.

Herwandi mencatat sekurang-kurangnya ada 119 ayat Alquran yang kerap dikutip lantas digurat pada nisan di masa Kerajaan Aceh.

Jumlah tersebut bisa kita baca pada disertasinya tentang Kaligrafi Islam Pada Makam-Makam di Aceh Darussalam: Telaah Sejarah Seni (Abad XVI-XVIII M) (2022). Saya rasa jumlah tersebut akan bertambah bila diakumulasikan dengan masa-masa sebelumnya.

Terlepas dari polemik masa dan jumlah, bila kita cermati dengan seksama, ayat-ayat yang digunakan di nisan tersebut lebih dekat dengan ajaran sufismenya.

Ajaran yang memang pada masa itu peroleh perhatian lebih banyak ketimbang ajaran Islam semacam fikih, tafsir, tarikh, dan tawjid.

Sepintas, sufisme yang digaungkan mengajak manusia untuk bermuhasabah. Sekian kekuatan dan kedigdayaan tidak akan berdampak apa-apa jika Dia dengan kekuasaan-Nya telah berkehendak.

Di artikel Kutipan Ayat-Ayat Al-Qur’an dan Kalimat Sufistik pada Beberapa Batu Nisan Makam Kuno di Indonesia (2009) yang ditulis Uka Tjandrasasmita, ditemukan ada syair sufistiknya.

Di makam Sultan Malik as-Salih misalnya, di sebelah kanan batu nisan akan didapati syair sufistik: Sesungguhnya dunia ini fana, dunia ini tidak kekal. Sesungguhnya dunia ini ibarat sarang yang ditenun oleh laba-laba.

Syair itu bisa kita maknai sebagai kehidupan di bumi yang tidak kekal. Semua bisa menemui ajal tanpa ada penolakan.

Maka kita mesti berhati-hati. Lantaran ‘sarang laba-laba’ menjadi ibarat dari jebakan manusia pada kehidupan duniawi. Maka manusia mesti berhati-hati dalam melakoni hidupnya di dunia.

Syair serupa ternyata juga bisa dibaca pada nisan Sultan Mansur Syah bin Muzafar Syah (1477 M) yang merupakan Sultan Melaka serta, Sultan Abdul-Jalil (1511/1512) yang didaulat sebagai Sultan Pahang Ketiga.

Dari sini saya rasa nisan tidak hanya sekadar sebagai batu penanda pusara terakhir manusia, tetapi juga pengingat sekaligus media dakwah.

Pengingat pada asal kampung halaman manusia sekaligus, media dakwah yang ayat serta syairnya memberi pesan ketauhidan.

Wallahula’lam

Ahmad Sugeng Riady

Masyarakat biasa. Alumni Magister Studi Agama-agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *