Kyai Sullam Samsun, Pahlawan Perintis Kemerdekaan
HIDAYATUNA.COM – Kota Malang memiliki banyak pejuang yang turut berkorban mempersembahkan kemerdekaan dan mempertahankannya. Menariknya, ada pula para pejuang militer yang memiliki latar belakang dari organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU). Salah satunya adalah Kyai Sullam Samsun.
Ia adalah seorang Kyai yang meniti karirnya sebagai tentara dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal TNI, sambil mengajar dan mengurus Nahdlatul Ulama. Kyai Sullam Samsun banyak melakukan perjuangan di daerah Malang dan sekitarnya saat Belanda banyak melakukan operasi militer
Lahir pada 29 April 1922 di Malang, Jawa Timur, Kyai Sullam nyantri di Pesantren Tebuireng Jombang dibawah asuhan KH. Hasyim Asy’ari, menyelesaikan sekolahanya di Madrasah Salafiyah tahun 1942. Kembali ke Malang menjadi guru di Madrasah Salafiyah.
Kyai Sullam merupakan kakak kelas dari KH Muchit Muzadi, salah satu deklarator PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) di Tebuireng, Jombang. Saat masih aktif di Tebuireng, Kyai Sullam Samsun mendirikan organisasi yang bernama KPIM (Kumpulan pemuda Indonesia Merdeka). Ia menjadi ketuanya, sedangkan KH Muchit Muzadi merupakan salah satu anggotanya yang paling vokal. Karena ada larangan dari Belanda dalam penggunaan kata-kata “Indonesia” dan “Merdeka”, maka kepanjangan dari KPIM diubahnya menjadi “Kumpulan Pemuda Islam Malang”
Setahun kemudian mengikuti latihan tentara PETA (Pembela Tana Air) di Bogor angkatan pertama. Setelah itu ditempatkan di kota kelahirannya dengan posisi sebagai komandan kompi dalam tentara PETA hingga tahun 1945. Ia turut membantu melawan Belanda ketika zaman perang kemerdekaan, yang ingin kembali menjajah Indonesia bersama dengan beberapa tokoh seperti KH Munasir Ali, KH Asnawi Latief, dan KH Yusuf Hasyim.
Setelah Indonesia merdeka, Kyai Sullam dipercaya menjadi komandan dalam pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI, awalnya dengan nama Badan Keamanan Rakyat atau BKR) dengan basis di Malang. Karena dianggap tahu betul situasi daerahnya tersebut. Awalnya diangkat sebagai Komandan Kompi VI Yon I Resimen I Divisi VII/Suropati tahun di 1945 hingga menjadi komandan geriliya Malang Barat (1948-1950) dan Wakil Komandan Batalyon I Brigade IV Teritorial V/Brawijaya
Kemudian ketika KH. Muhammad Wahib Wahab menjadi Menteri Negara urusan kerjasama Sipil Militer dari tahun 1958, Kyai Sullam dipercaya menjadi pembantu utama Menteri. Dia menjadi utusan khusus pemerintah pusat dalam rangka rujuk rakyat Aceh ke dalam pangkuan NKRI. Setelah itu menjadi pembantu Menteri Agama dan Sekertaris Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat yang dipegang KH. Idham Chalid hingga Sri Sultan Hamengkubuwono IX (1960-1977). Tahun 1977 Kyai Sullam pensiun dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal TNI atas penghargaan pemerintah.
Selain aktif di Militer dan birokrasi, Kyai Sulllam juga aktif di Nahdlatul Ulama Ketika masih menjadi partai politik, sejak tahun 1945 sebagai pengurus NU Kabupaten Malang. Kemudian ada beberapa riwayat kyai Sullam menjabat sebagai;
- Anggota DPR-GR (Gotong Royong) dari Fraksi NU (1964-1968).
- Ketua PP Lembaga Dakwwah NU (1992-1997).
- Anggota Syuriah PBNU (1984-1989).
- Mustasyar PBNU (1997 hingga akhir hayatnya).
Ketika Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) didirikan 1998, beliau duduk sebagai Anggota Dewan Syura DPP PKB hingga taun 2005 Bersama Gus Dur pula lah tercatat sebagai salah satu anggota Dewan Syura PKB yang dideklarasikan pada tanggal 23 Juli 1998. Kala itu KH. Ma’ruf Amin menjadi Ketua Dewan Syura.
Ketua PBNU HM Rozy Munir yang merupakan anak dari KH Munasir Ali menceritakan bahwa Kyai Sullam Syamsun ini merupakan salah satu tokoh NU yang memiliki pendirian yang tegas. Namun demikian ia sangat bijak dalam mengambil berbagai keputusan penting.
Diceritakannya saat NU dituduh telah tersusupi oleh PKI pada zaman orde baru, beliau meminta agar pemerintah tidak gampang untuk membuat tuduhan yang tidak berdasar. Dari dulu NU merupakan musuh dari PKI yang tak bertuhan.
Walaupun sudah dalam kondisi sepuh, beliau tetap rajin mengikuti berbagai acara besar yang diselenggarakan oleh NU seperti muktamar atau konferensi besar meskipun dengan transportasi ala kadarnya seperti naik bis.
Kyai Sulllam Syamsun wafat 20 Oktober 2005 dalam Usia 83 tahun karena komplikasi dari berbagai penyakit dan usianya yang sudah lanjut. Almarhum meninggalkan delapan orang anak, dua laki-laki dan enam perempuan, salah satunya Ir. Iqbal Sullam yang kini menjadi wakil sekjen PBNU. Almarhum dimakamkan di Karet, Jakarta.
Dia berwasiat tidak ingin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Kyai Sullam memperoleh 15 bintang penghargaan dari pemerintah, di antaranya Bintang Geriliya, Bintang Sewindu, Satyalancana Kesetian, Satyalancana Sapta Marga, Satyalncana Penegak, Satyalancana Kartika Ekapaksi. Dia juga tercatat sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan.
Kemudian beliau dinobatkan sebagai satu dari sembilan komandan perang NU oleh majalah AULA Edisi November 2012 hal. 58-59. Delapan orang lainnya adalah KH Zainul Arifin, KH Masjkur, KH Munasir Ali, KH Iskandar Sulaiman, KH Hasyim Latief, KH Zainal Mustofa, H Abdul Manan Widjaya, Hamid Roesdi.
Sumber
- Ensiklopedia Pemuka Agama Nusantara
- KH. Sullam Syamsun, Jenderal Bintang Satu dari Nu, ngalam.co