Kontroversi Pernikahan Muslim yang Tak Diakui di Afrika Selatan
HIDAYATUNA.COM – Muslim di seluruh Afrika Selatan mempertanyakan kembali terhadap keputusan Menteri Dalam Negeri Afrika Selatan dimana mereka secara hukum tidak mengakui pernikahan Muslim.
Kontroversi meletus setelah menteri, Aaron Motsoaledi, mengatakan sertifikat kematian tidak dapat menunjukkan status pernikahan seseorang kecuali pernikahan dianggap sah berdasarkan hukum Afrika Selatan.
Dilansir dari Voa News, sejak tahun 1994, di bawah pemerintahan Kongres Nasional Afrika, Afrika Selatan hanya mengakui pernikahan adat Afrika. Pernikahan agama, termasuk pernikahan Muslim, dianggap tidak sah.
“Sebuah pernikahan yang dilakukan dalam hal ritus Muslim sejauh ini tidak diakui di Afrika Selatan,” kata Motsoaledi, menjawab pertanyaan tertulis parlemen oleh pimpinan partai Al Jama-ah Ganief Hendricks.
Hendricks mengajukan petisi kepada pemerintah untuk mengakui pernikahan Muslim, yang dikenal dengan sebutan nikah. Dia mengatakan dia termotivasi oleh kematian Muslim yang disebabkan pandemi Covid-19.
Hendricks menceritakan bahwa dalam sebuah kasus dimana seorang lelaki muslim pasien Covid-19 meninggal sementara dalam sertifikat atau surat kematiannya tertulis bahwa ia tidak pernah menikah.
“Mendapatkan sertifikat kematian dan sertifikat kematian mengatakan ‘tidak pernah menikah. Itu telah mengejutkan begitu banyak wanita Muslim,” kata Hendricks, dikutip hidayatuna.com, Jumat (12/6/20).
Tidak ada angka resmi tentang berapa banyak Muslim Afrika Selatan telah meninggal karena Covid-19. Secara keseluruhan, Afrika Selatan telah melaporkan lebih dari 58.500 kasus dan 1.210 kematian hingga Kamis (12/6/20).
Penolakan pemerintah untuk mengakui pernikahan Muslim telah berdampak signifikan pada perempuan dan anak-anak. “Wanita Muslim memiliki hak untuk bermartabat,” kata Hendricks.
“Ketika anak-anak mereka lahir, anak-anak itu tidak sah jika mereka tidak menikah. Jika pasangan mereka meninggal, sertifikat kematian mereka mengatakan ‘tidak pernah menikah.’ Jadi, martabat mereka dirugikan dari buaian sampai ke liang kubur. Itu tidak bisa diterima di Afrika Selatan yang demokratis,” sambungnya.
Pusat Hukum Wanita di Afrika Selatan telah berjuang untuk mengubah status pernikahan Muslim.
“Pengadilan tidak mengakui pernikahan mereka, sehingga mereka dikenakan proses informal dan tidak legal untuk melakukan apapun dalam hal agama seperti menangani pembagian harta dalam kasus perceraian,” kata Charlene May, seorang pengacara.
Pada 2018, pusat itu memenangkan kasus di Pengadilan Tinggi Cape Barat yang memutuskan pemerintah harus melegalkan pernikahan Muslim dalam dua tahun. Negara menentang putusan tersebut, dan Mahkamah Agung akan meninjau kembali kasus tersebut.