Kontroversi Jilbab di Eropa: Antara Larangan dan Penerimaan
HIDAYATUNA.COM – Terdapat perdebatan panjang tentang penggunaan jilbab oleh beberapa wanita Muslimah di seluruh Uni Eropa selama bertahun-tahun.
Beberapa pemerintah berargumen bahwa larangan jilbab adalah upaya untuk melawan penindasan ideologis dan terorisme, sementara yang lain percaya bahwa larangan tersebut akan mendiskriminasi hak-hak perempuan dan menghambat integrasi Muslim ke dalam masyarakat Eropa.
Beberapa negara di Uni Eropa telah menerapkan larangan ketat terhadap burqa dan niqab. Sementara itu, larangan hijab mutlak atau sebagian di lembaga pendidikan, tempat kerja, dan ruang publik juga telah diterapkan di beberapa negara Uni Eropa, mengutip Deutsche Welle.
Menurut laporan dari Open Society Justice Initiative pada Maret 2022, sebuah kelompok pengacara hak asasi manusia, larangan semacam itu muncul setelah pembuat kebijakan AS mengumumkan perang global melawan teror setelah serangan teroris 9/11 dan karena kecurigaan terhadap muslim dikarenakan pakaian mereka.
Penulis laporan ini menyatakan bahwa ide bahwa umat Islam sebagai kelompok musuh internal baru, bersama dengan keyakinan dan tindakan yang menunjukkan nilai dan norma yang lebih rendah daripada norma Eropa, seperti toleransi beragama, dilegitimasi selama pertemuan politik tersebut.
Setelah serangan teroris 11 September di Amerika Serikat, Prancis menjadi negara Uni Eropa pertama yang melarang penggunaan burqa dan niqab di tempat umum pada tahun 2010, menyebutnya sebagai tanda penindasan.
Metode yang sama diikuti oleh Austria, Belgia, Bulgaria, Denmark, Italia (di beberapa wilayah), Belanda (di tempat umum), dan Spanyol (di beberapa wilayah Catalonia). Namun, di Jerman, masih ada dua pandangan tentang burqa dan niqab. Beberapa negara telah melarangnya dari sekolah dan tempat umum, sementara yang lain khawatir larangan tersebut akan menghambat integrasi Muslim.
Pada Juli 2021, Pengadilan Eropa (ECJ) memutuskan bahwa perempuan dapat dipecat dari pekerjaannya karena menolak melepas jilbab saat bekerja dalam pekerjaan yang melibatkan berurusan dengan orang.
Menurut laporan Open Society Justice Initiative, terdapat larangan dan undang-undang tentang jilbab di sebagian besar negara Uni Eropa.
Untuk melawan sikap seperti itu, Nazma Khan, seorang gadis muslimah dari New York, memulai ide untuk menamai 1 Februari sebagai World Hijab Day (WHD) pada tahun 2013 untuk mengakui jutaan muslimah yang memilih untuk mengenakan hijab.