Konteks Keikhlasan
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Beribadah untuk Allah harus ikhlas tanpa pamrih. Tapi bekerja untuk menghidupi keluarga tidak perlu ikhlas bahkan seharusnya pamrih agar dapat bayaran untuk menghidupi keluarga.
Menyuruh orang lain untuk bekerja dengan ikhlas adalah memperalat dan sejenis perbudakan.
Termasuk jenis pekerjaan (yang sering dilupakan bahwa itu adalah pekerjaan) adalah menjadi guru, ustadz dan penceramah untuk mengisi acara.
Itu adalah jasa yang memakan waktu, tenaga dan uang sehingga karenanya dapat berlaku akad ijarah (sewa jasa) bila dikehendaki oleh kedua pihak.
Hukumnya sama seperti jasa lain yang terlibat dalam kesuksesan acara semisal penyedia sound system, penyedia pentas, MC hingga tukang angkut-angkut.
Pekerjaan ini tidak makruh dan jelas tidak haram sehingga tidak ada alasan untuk mencelanya.
Apabila nilai kontraknya tidak ditentukan, maka berlaku ujrah mitsil alias upah standar yang wajar di daerah tersebut untuk jenis jasa tersebut dan jenis pekerja tersebut.
Jika sebuah jasa digratiskan oleh pemberi jasa, maka itu sedekah.
Orang yang memaksa pekerja seperti di atas untuk ikhlas (baca: gratisan) mengisi acaranya adalah sama dengan memaksa orang lain bersedekah pada dirinya, dan ini beda tipis dengan merampok.
Menekankan diri sendiri agar bersedekah itu baik, tapi memaksa orang lain agar bersedekah pada dirinya itu terlarang.
Sampai sekarang masih saja ada orang yang mengundang penceramah dari jauh untuk mengisi acaranya lalu sengaja tidak memberi apa pun atau memberi bayaran kecil sehingga yang diundang rugi.
Apabila terlihat si penceramah tidak terima, maka dia menyiarkan bahwa si penceramah tidak ikhlas.
Ada juga yang menyuruh orang untuk mengajar di lembaganya sebagai guru dan sengaja membayarnya dengan jumlah yang memprihatinkan lalu menekankan agar dia ikhlas menerima kondisi itu padahal lembaganya mampu membayar secara standar.
Ini semua adalah contoh salah tempat dalam menempatkan keikhlasan. Ini pembahasan fikih, jadi harus tegas dan jelas.
Sedikit orang yang berani menulis begini karena khawatir dicurigai atau divonis tidak ikhlas, tapi harus ada yang menulisnya agar tidak semakin banyak orang yang salah dalam menempatkan kata ikhlas dan memberikan vonis “tidak ikhlas” pada orang lain secara keliru.
Bila setelah membaca ini masih ada yang memaksa agar orang lain yang bekerja menjadi guru atau ustadz harus ikhlas tidak dibayar dan suka nyinyir mencela mereka yang dibayar, maka silakan datang ke rumah saya untuk saya angkat menjadi guru bagi anak-anak didik saya.
Tenang saja, akan saya gratiskan agar keikhlasannya tidak ternoda. []