Konsep Kebahagiaan dalam Perspektif Imam Al-Ghazali

 Konsep Kebahagiaan dalam Perspektif Imam Al-Ghazali

Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali: Berpuasa Secara Lahiriyah dan Bathiniyah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Salah satu karya yang paling fenomenal Imam Al-Ghazali adalah kitab Ihya Ulumuddin yang sampai saat ini terus dibaca banyak orang di dunia. Selain itu, beliau juga dikenal dan dijuluki sebagai “Hujjatul Islam” karena beliau sangat luas pengetahuan tentang ajaran-ajaran agama dan tentang ketuhanan dalam Islam.

Menurut Imam Al-Ghazali, kebahagiaan adalah perasaan yang tenang dan senang. Manusia pasti akan memiliki perasaan senang karena sejatinya manusia hidup di dunia hanya untuk mencari kesenangan dan ketenangan diri lahir maupun batin.

Namun apabila manusia terus mencari kebahagiaan, niscaya pada akhirnya akan merasakan ketagihan. Apabila kebahagiaan itu tidak didapatkan, maka akan berujung kekecewaan.

Dalam menyikapi hal tersebut, Al-Ghazali mempunyai metode untuk mengantarkan manusia menggapai kebahagiaan. Caranya harus memahami terlebih dahulu dengan empat teori dasar al-ghazali.

Cara yang pertama harus mengenal diri, dengan begitu kita menyadari dari mana kita datang, dan kemana kita akan pergi. Kedua, kita harus mengenal Tuhan bahwa Dia-lah yang menciptakan kita.

Ketiga, kita harus mengetahui tentang dunia ini, bahwasanya Tuhan tidak menciptakan manusia saja, melainkan Tuhan juga menciptakan dunia dan sesisinya seperti ruang dan waktu. Keempat, mengetahui tentang akhirat, kita harus percaya bahwa ada kehidupan lain setelah hidup di dunia.

Untuk mencapai kebahagiaan sangat sulit jika kita tidak mengenal terlebih dahulu tentang diri karena pada dasarnya diri adalah kunci untuk mengenal Tuhan. Sesuai dengan hadis : “Dia yang mengetahui dirinya sendiri, akan mengetahui tuhan,” dan sebagaimana yang tertulis dalam Alquran:

Artinya: “Akan kami tunjukkan ayat-ayat kami di dunia dan di dalam diri mereka, agar kebenaran tampak bagi mereka”(QS Al-A’raf [7]: 174).

Langkah-Langkah Mendapat Kebahagiaan Menurut Al-Ghazali

Menurut Al-Ghazali, kebahagiaan yang sejati adalah kebagiaan yang terletak pada non-fisik, yakni terletak pada hati dan jiwa seseorang. Apabila hati dan jiwa itu bersih maka sudah tercapai apa itu kebahagiaan yang sesungguhnya. Jika kita ingin menggapai kebahagiaan maka harus menempuh beberapa tingkatan yang itu tidak mudah didapat oleh manusia.

Langkah yang harus kita tempuh untuk mendapat kebahagiaan tersebut kita harus bertaubat karena manusia harus mampu mengubah dirinya terlebih dahulu. Menyesali perbuatan dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Pada fase ini kita harus meninggalkan segala larangan dan mengerjakan segala yang diperintahkan oleh Tuhan.

Setelah fase itu selasai kita melangkah kepada fase selanjutnya yaitu kita harus bersabar. Dengan bersabar kita akan merasakan kebahagiaan itu sendiri dalam melakukan perbuatan apapun, karena sabar itu tidak terbatas.

Selanjutnya kita harus merasakan kefakiran karena manusia selalu butuh kepada Allah. Kita akan kembali kepada-Nya dan akan meminta sesuatu kepada-Nya, sebab Allah lah yang Maha Kaya.

Kemudian untuk memperoleh kebahagian kita harus menempuh zuhud. Sebab pada dasarnya zuhud mengajarkan kepada kita untuk membenci sesuatu yang berurusan dengan dunia dan mencintai kehidupan akhirat. Sebab pula, kehidupan akhirat lebih baik dari pada dunia.

Ikhlas dan Merasa Cukup

Tidak cukup jika hanya berzuhud saja, kita harus tawakkal bahwa segala sesuatu diserahkan kepada Tuhan yang telah menciptakan kita dan harus cinta kepada Allah. Sebab puncak dari cinta itu sendiri adalah ketika kita bisa mencintai Allah.

Cinta adalah kecendrungan kepada sesuatu yang dianggap bisa menyenangkan dan kepada hal yang tampak. Ketika kita berhasil mencintai Allah, maka kita mendapatkan maqom paling tinggi dibandingkan dengan yang lain.

Cara terakhir yang harus dilakukan ialah ikhlas dan rela, pada fase ini sangat sulit bagi kita untuk menjalankannya. Sebab, ikhlas tidak bisa dibuktikan dengan melakukan sesuatu dan menjelaskan dengan perkataan.

Menurut Al-Sausi mengenai ikhlas, “Ikhlas adalah hilangnya penglihatan terhadap ikhlas, karena orang melihat ikhlas dalam ikhlasnya, berarti ikhlasnya masih membutuhkan ikhlas yang lain.” Mungkin sangat sulit bagi kita untuk mendapatkan kebahagiaan sejati yang dikatakan Imam Al-Ghazali, karena menurut beliau kebahagiaan yang sesungguhnya adalah kebahagiaan yang terletak pada hati dan jiwa yang bersih.

Agar jiwa dan hati kita bisa bersih, kita harus menempuh beberapa tahapan dan tingkatan. Sejatinya kebahagiaan bisa diperoleh ketika kita ada pada fase ikhlas (rela) sedangkan ikhlas berada pada tingkatan yang terakhir sebelum sampai pada tingkatan ikhlas. Kita harus melewati tahapan atau tingkatan yang tidak mudah untuk di jalankan.

Iwanus Surur

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *