Kodrat Islam Pembawa Selamat, Bukan Penyebab Teror dan Bahaya

 Kodrat Islam Pembawa Selamat, Bukan Penyebab Teror dan Bahaya

Kodrat Islam (Ilustrasi/Hidayatuna)

Artikel berikut merupakan kiriman dari peserta Lomba Menulis Artikel Hidayatuna.com yang lolos ke tahap penjurian, sebelum penetapan pemenang. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

HIDAYATUNA.COM – Agama Islam dalam dunia praktis berkembang secara dinamis. Gagasan-gagasan di dalamnya saling adu kritis dengan argumentasi yang semakin eksis. Dinamika pemikiran Islam pun semakin ramai hingga muncullah istilah yang ramai dibicarakan dengan sebutan Islam radikal. 

Gerakan tersebut dinilai sangat meresahkan, karena mampu menelurkan cara berislam yang ekstrimis dan penuh kekerasan. Maka dari itu diperlukan upaya untuk mendapatkan Islam yang menjadi rahmat bagi semesta yaitu moderasi Islam. Moderasi Islam dengan jalan Islam moderat sangat diperlukan untuk mengatasi gonjang-ganjing yang kerap terjadi di Indonesia.

Pasalnya serangan aksi terorisme yang terjadi di Gereja Makassar dan Mabes Polri beberapa waktu lalu menciderai umat Muslim secara umum. Bagaimana tidak jika pelaku teroris mengenakan busana muslim sebagai branding yang memicu pandangan negatif terhadap umat Islam di seluruh dunia. 

Istilah moderasi Islam sendiri artinya sikap pertengahan, dengan menghindari atau mengurangi ekstrimisme dalam beragama Islam. Moderasi Islam bertujuan membangun cara ber-Islam yang santun, memahami golongan lain tanpa mengurangi prinsip-prinsip Islam yang sebenarnya. Sehingga konsep Islam moderat perlu diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa sesuai dengan firman Allah berikut:

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat moderat agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Q.S. al-Baqarah: 143)

Sikap Moderasi Islam

Sikap moderasi dalam agama Islam minimal tercermin dari sikap moderat dalam memahami sifat-sifat Allah, tidak mudah mengkafirkan golongan lainnya dan moderat dalam menyikapi kebijakan pemerintah.

Sikap moderasi Islam tersebut selayaknya diaplikasikan secara aktif dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang santer diperbincangkan adalah yang kedua yaitu sikap moderat dalam masalah pengkafiran. Semakin hari, semakin banyak pengikut golongan yang mudah mengkafirkan kelompok lain hanya karena berbeda dari golongan mereka, baik dalam hal ibadah maupun pendapat. 

Padahal hakikat Islam menurut al-Quran adalah agama yang disebut sebagai rahmat seluruh alam, yaitu Islam moderat yang bukan ekstrem atau radikal, tidak menempuh garis keras di dalam implementasi keberislamannya.

Selain itu, Islam moderat ditandai dengan munculnya sikap yang normal dalam mengamalkan ajaran agama, menjunjung tinggi toleransi terhadap perbedaan pendapat, sebisa mungkin menghindari kekerasan dan lebih menyukai dialog untuk menyelesaikan konflik. 

Cara berislam yang moderat tersebut juga didukung dengan kemampuan mangakomodir konsep-konsep modern yang mengandung maslahat. Selain itu juga mampu berpikir rasional berdasarkan wahyu, menafsirkan teks secara kontekstual. Berupaya menggunakan ijtihad di dalam menafsirkan apa yang tidak termaktub di dalam al-Quran maupun Hadist. 

Radikalisme Islam

Muncul konsep yang kaku dan keras dari kalangan umat Islam. Yakni golongan yang menganggap Islam sebagai agama yang homogen. Bahkan ketidaksepahaman terhadap aliran yang dianutnya akan mendapat sebutan kafir. Islam yang seperti itu disebut dengan Islam radikal, memiliki paham keagamaan yang menginginkan pembaharuan sosial-politik dengan cara kekerasan atau drastis, sehingga dipandang sebagai sikap yang ekstrem.

Dengan meracuni pemikiran kaum muslim fundamentalis, kelompok ini menyebabkan tumbuhnya gerakan radikal dalam beragama. Ukuran radikalisme ini terletak pada kecenderungan mengupayakan perubahan radikal terhadap sistem yang ada dengan menggunakan kekerasan.

Ketika radikalisme tersebut didasari oleh semangat menggantikan sistem yang ada dengan sistem baru yang bersumber dari syariat Islam maka gerakan ini disebut radikalisme Islam. 

Nilai Paradoksal Islam Radikal

Disadari atau tidak, saat ini sudah banyak muncul kelompok Islam radikal di sekitar kita. Dulunya kelompok ini muncul di Indonesia sebagai respon terhadap gerakan orientalisme, zionisme dan kristenisasi yang semakin merajalela. 

Secara substansi, kelompok Islam radikal meyakini kebenaran tekstual agama yang melahirkan keyakinan teologis bahwa cara pandang agama merekalah yang paling benar. Akibatnya menimbulkan pemahaman yang sempit dalam memandang ajaran agama, dengan mempertentangkan dua nilai paradoksal, oposisi biner, benar-salah, Islam-kafir, dan surga-neraka. 

Akibatnya, Islam radikal menolak gagasan pluralisme agama karena menganggap konsep tersebut sebagai konspirasi Barat untuk menghancurkan umat Islam dari dalam. Dalam buku Islam Radikal dan Pluralisme Agama, disebutkan contoh gerakan Islam radikal yang berkembang pesat antara lain Hizbu Tahrir (HT), Majelis Mujahidin (MM), Jaringan Islam Kaffah (JIK), Tarbiyah, dan lain sebagainya. 

Islam Rahmatan lil ‘Alamin

Wajah kekerasan Islam seringkali dilakukan oleh kelompok radikal yang tergabung dalam organisasi Islam transnasional. Kendati semangat mereka menegakkan syariat Islam, namun cara yang dipakai dengan kekerasan tentu jauh dari syariat Islam. 

Padahal agama Islam mengajarkan dialog yang ramah, justru malah mereka abaikan. Merusak tempat ibadah umat lain dengan bom bunuh diri, mengintimidasi pemeluk agama lain, hingga persekusi terhadap kelompok yang berbeda dari mereka adalah bentuk tindakan yang jauh dari arti Islam. Tentu saja budaya lokal nusantara pun tidak menerima wajah Islam yang mengerikan semacam itu. “Indonesia adalah negerinya kaum moderat”, begitu kata Gus Dur. 

Padahal kejayaan Islam terletak pada kemampuannya berkembang secara kultural, bukan dengan cara keras seperti formalisasi, ideologisasi dan syariatisasi Islam. Kelompok yang terbiasa dengan formalisasi agama, akan terikat dengan upaya untuk mewujudkan sistem Islam secara fundamental dan mengabaikan keberagaman masyarakat setempat. Akibatnya warga negara yang tidak memeluk agama Islam menjadi warga negara kelas dua. 

Bagi Gus Dur, untuk menjadi seorang muslim yang baik perlu menerima prinsip keimanan, menjalankan rukun Islam secara utuh, tolong menolong atas dasar kemanusiaan, dan bersikap sabar ketika menghadapi cobaan. Sehingga mewujudkan sistem formalisasi Islam tidaklah menjadi syarat bagi seseorang untuk diberi predikat sebagai muslim yang taat. 

Fleksibilitas Islam

Moderasi Islam kiranya menjadi alternatif jalan tengah bagi umat Islam karena karakteristiknya yang fleksibel, menerima pembaruan secara terbuka, mampu adaptasi dengan kebutuhan zaman, dan bisa mengakomodir isu-isu yang muncul. Semua itu dilakukan demi tercapainya Islam yang rahmatan lil alamin

Seperti yang ditegaskan oleh Ibnu Qayyim bahwa hukum itu fleksibel dan dapat berubah karena perubahan zaman, waktu, kondisi, tradisi, dan niat. Faktor lain yang semakin memperkuat fleksibilitas Islam adalah karena teks hukum dari al-Quran dan Hadist sendiri sudah fleksibel, dapat mengakomodir segala bentuk perkembangan zaman. 

Keduanya selalu relevan fi kulli zaman wal makan. Lebih dari itu, fleksibiltas Islam terbukti dengan kerelaan Allah untuk memberikan ruang yang luas bagi para ulama untuk menetapkan hukum baru khusus perkara yang tak tersentuh teks al-Quran. 

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw. yang berbunyi, “apa yang telah dihalalkan oleh Allah dalam kitabnya maka itu jelas halal dan apa yang telah diharamkan oleh Allah dalam kitabnya maka itu adalah jelas haram dan apa yang telah didiamkannya (tidak ada penjelasan) maka itu adalah kemaafan Allah maka terimalah kemaafannya karena Dia sesungguhnya bukanlah pelupa.” (HR al-Hakim).

Islam sudah menunjukkan kemurahan kepada pemeluknya, tak ada alasan bagi seorang muslim untuk bersikap radikal. Islam artinya membawa selamat, bukan mendatangkan teror yang menyeramkan. Sikap yang moderat dalam ber-Islam sangat diperlukan untuk menciptakan nuansa Islam yang damai dan penuh kasih sayang.

Arini Saadah LM

Arini Saadah merupakan peserta Lomba Menulis Artikel Hidayatuna.com, artikel tersebut adalah tulisan yang lolos ke tahap penjurian sebelum ditetapkan siapa pemenangnya.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *