Kisah Sufi: Nasehat Syuqran Al-Qairawani Kepada Dzun-Nun Al-Mishri
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Dzun-Nun Al-Mishri dikenal banyak orang sebagai seorang sufi agung dari Mesir yang menjalani jalan makrifatnnya melalui kisah hidupnya yang sulit.
Melalui perjalanan hidupnya tersebut, Dzun-Nun Al-Mishri banyak mendapat hikmah kehidupan. Dan berikut adalah salah satu kisah hidup Dzun-Nun Al-Mishri ketika berguru kepada Imam Syqran Al-Qairawani.
Dzun-Nun Al-Mishri bermalam di rumah gurunya yang Bernama Syuqran Al-Qairawani selama tujuh puluh hari. Imam Syuqran Al-Qairawani dikenal sebagai sosok ahli ibadah, orang zuhud yang sebenarnya, dan shalih lahir dan batin.
Setelah malam ketujuh, Dzun-Nun al-Mishri meminta nasihat dan pelajaran terakhir kepada gurunya tersebut.
“Sebelum melanjutkan perjalanan,” kata Dzun-Nun Al-Mishri. “Izinkan saya meminta nasihat pamungkas dari engkau, wahai Guruku.”
“Baiklah,” Jawab Syuqran Al-Qairawani.
“Ketahuilah bahwa orang yang zubud terbadap dunia itu adalah orang yang makanannya adalah apa yang ditemukan. Ia bertempat tinggal di mana saja ia berada. Pakaiannya adalah semua yang menutup auratnya. Sementara itu, tempat ia duduk adalah khalwat.”
Imam Syuqran Al-Qairawani menarik nafas panjang lalu melanjutkan nasihatnya.
“Orang yang zubud ucapannya adalah Al-Qur’an dan berkawan akrab dengan Allah Subhanahu wa taala. Ia memiliki teman satu perjalanan berupa dzikir kepada Allah Subbanabu wa taala. Dan kau tabu, pendampingnya adalah bidup sederhana.”
Syuqran Al-Qairawani berhenti sejenak, lalu bertanya. “Kau bosan mendengar nasibatku?” tanya Imam Syuqran Al- Qairawani kepada Dzun-Nun al-Mishri.
“Sungguh tidak ada kebosanan dalam menuntut ilmu, wahai Guru.” Jawab Dzun-Nun Al-Mishri.
“Syukurlah, aku akan melanjutkan.” Kata Imam Syuqran al- Qairawani.
“Kesukaan orang yang zubud adalah diam. Ia memiliki tujuan berupa rasa takut. Sedangkan kendaraannya adalah rindu. Ambisi yang dimilikinya adalah nasihat. Orang zuhud pemikirannya adalah mengambil pelajaran. Sementara bantalnya adalah kesabaran. Ia menggunakan alas tidur berupa debu tanah.
Dan, teman-temannya adalah orang yang sesuai antara perkataan dan perbuatannya. Sungguh, tutur kata orang zubud itu adalah bikmah.
Sementara dalilnya adalah akal. la memiliki sahabat sejati herupa kesabaran untuk tidak marah.
Sedangkan, nafkah untuknya adalah tawakkal. Kalau makan, orang zuhud berlauk lapar. Dan, engkau tahu, penolongnya hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Setelah Imam Syuqran Al-Qairawani berhenti menasehati, Dzun-Nun Al-Mishri mencerna semua nasihat sang guru.
Kemudian, ia berhenti sejenak. la memasukkan nasihat agung dari Syuqran Al-Qairawani ke dalam hatinya. Nasihat itu akan dijadikan pegangan hidup sebagai seorang zuhud.
Kemudian, Dzun-Nun Al-Mishri bertanya kepada Imam Syuqran Al-Qairawani tentang perjalanan hidup seorang zuhud.
“Jalan apa yang harus ditempuh agar seorang hamba menggapai derajat tersebut, wabai Guruku?”
“Mudah.” jawab Syuqran Al-Qairawani. “Introspeksi dan senantiasa berdiskusi dengan dirimu sendiri.”
Itulah nasihat pamungkas Imam Syuqran Al-Qairawani kepada Dzun-Nun Al-Mishri, muridnya.
Sesungguhnya, masih banyak nasihat lain yang disampaikan kepada Dzun-Nun Al-Mishri. Salah satu nasihat yang terpenting digambarkan seperti berikut ini.
“Siapa yang bertawakkal, ia akan merasa kaya.” Kata Imam Syuqran Al-Qairawani. “Siapa yang meninggalkan tawakkal, dia akan kelelahan.
Siapa yang bersyukur, dia akan dicukupi. Siapa yang ridba, dia akan di- selamatkan.”
Akhirnya, Dzun-Nun Al-Mishri melanjutkan perjalanan mencari ilmu. Beberapa tahun kemudian, ia pulang dan menetap di sebuah desa.
Di desa itu, banyak orang mendatangi majelis ilmunya. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh Sufi besar dalam sejarah perkembangan ilmu tasawuf. []