Kisah Raja Namrud, Mendaku Diri Sebagai Tuhan, Mati Hina Karena Nyamuk

 Kisah Raja Namrud, Mendaku Diri Sebagai Tuhan, Mati Hina Karena Nyamuk

Kisah Raja Namrud, Mendaku Diri Sebagai Tuhan, Mati Hina Karena Nyamuk (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Nimrod atau Namrud telah menjelma menjadi simbol dalam sejarah. Simbol keangkuhan, simbol seorang pria yang menganggap dirinya sebagai penguasa Bumi dan langit namun pada akhirnya kehilangan nyawa lantaran dibunuh oleh seekor nyamuk.

Namrud adalah seorang raja yang berkuasa pada masa kenabian Nabi Ibrahim.

Jika dirunut, secara nasab ia adalah keturunan Nabi Nuh. Namrud ialah putra Kan’aan. Kan’aan sendiri merupakan putra dari Kush, yang adalah putra Sam yang adalah putra Nabi Nuh ‘alaihissalam.

Beberapa ahli sejarah percaya bahwa dia adalah cucu Ham, putra Nuh lainnya.

Namrud merupakan raja kerajaan Babel. Terdapat catatan yang berbeda tentang berapa lama ia memerintah kerajaan tersebut.

Salah satu sumber menyebutkan bahwa ia memerintah selama 400 tahun.

Namrud merupakan raja kerajaan Babel. Dalam sejarah, dikisahkan bahwa ia memerintahkan tindakan keji yang tidak berperikemanusiaan.

Ia memerintahkan pada prajurit kerajaannya untuk membunuh semua bayi yang baru lahir.

Perintah itu ia keluarkan setelah para ahli nujum meramalkan bahwa seorang anak laki-laki bernama Ibrahim akan lahir dan akan menjadi musuhnya, memerangi penyembahan berhala.

Meskipun demikian, Nabi Ibrahim tetap lahir, tumbuh dan menjadi seorang pemuda yang beriman dan bertauhid.

Namrud telah menyebarkan penyembahan berhala di kerajaannya dan menganggap dirinya sebagai dewa dan pemilik Bumi.

Dikatakan bahwa Namrud adalah orang pertama dalam sejarah yang mengklaim keilahian atas dirinya.

Setelah Nabi Ibrahim menghancurkan berhala yang mereka sembah, Namrud berusaha untuk menghukumnya.

Tapi sebelum itu, dia berdebat dengan Nabi Ibrahim, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Surah Al-Baqarah:

أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبْرَٰهِۦمَ فِى رَبِّهِۦٓ أَنْ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحْىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحْىِۦ وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأْتِى بِٱلشَّمْسِ مِنَ ٱلْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ ٱلْمَغْرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Artinya:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan).

Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.”

Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 258)

Percakapan antara Namrud dan Nabi Ibrahim memang tidak disebutkan secara eksplisit tetapi telah disebutkan dalam beberapa riwayat Yahudi seperti Talmud.

Perdebatan ini telah digambarkan sebagai semacam konfrontasi antara yang baik dan yang jahat dan ketahanan prinsip monoteisme dalam menghadapi politeisme.

Setelah kekalahannya dalam debat, Namrud memutuskan untuk menyalakan api besar dan melemparkan Nabi Ibrahim ke dalamnya.

Namun rencana jahatnya tersebut gagal karena Allah Swt menghilangkan panas api tersebut dan membuatnya menjadi sejuk. Seperti fiman Allah Swt dalam Q.S. Al-Anbiya’ berikut ini:

قُلْنَا يَٰنَارُ كُونِى بَرْدًا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبْرَٰهِيمَ

Artinya:

“Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (Q.S. Al-Anbiya’ ayat 69)

Sehingga Nabi Ibrahim aman meski berada di tengah kobaran api. Dengan seizin Allah Swt, Nabi Ibrahim pun berhasil keluar dengan selamat tanpa kurang suatu apapun dari kobaran api Namrud.

Kemudian Namrud memulai apa yang dia anggap sebagai perang dengan Tuhan. Dia berpikir Tuhan ada di surga, lalu ia membangun menara tinggi untuk mencapai Tuhan.

Menara inilah yang dikenal sebagai Menara Babel yang menjadi lambang kesombongan dan keserakahan manusia.

Namrud tidak mau mengimani Allah Swt dan malah mendaku dirinya sebagai Tuhan.

Namrud menyangkal kekuasaan Allah Swt dan berkata, “Memangnya ada Tuhan selain diriku?”

Malaikat utusan Allah telah mendatanginya sebanyak dua kali namun ia tetap menolak beriman kepada Allah.

Karena kesombongan dan arogansinya itulah, Allah menurunkan azab kepadanya.

Pada kedatangan malaikat yang ketiga kalinya dan Namrud masih menolak beriman, malaikat berkata,

“Kumpulkanlah seluruh bala tentaramu hingga tiga hari.”

Karena sifat angkuhnya, akhirnya ia mengumpulkan semua bala tentaranya kemudian datanglah azab Allah kepadanya.

Allah Swt mengirim jutaan nyamuk menuju bala tentara Namrud. Saking banyaknya nyamuk yang datang, cahaya matahari pun tertutup oleh gerombolan nyamuk.

Darah bala tentara Raja Namrud dihisap oleh nyamuk-nyamuk tersebut.

Menyaksikan kejadian mengerikan itu, Namrud pun lari dan bersembunyi ke suatu ruangan khusus tetapi satu nyamuk mengikutinya dan masuk ke kepalanya melalui lubang hidungnya.

Namrud, yang mendaku dirinya sebagai Tuhan, pada akhirnya harus meregang nyawa dan terhina dibunuh oleh nyamuk.

Dia merasa sangat kesakitan sehingga orang lain akan memukuli kepalanya untuk membunuh nyamuk itu.

Konon hal tersebut berlangsung selama empat puluh malam dan menyebabkan kematiannya. Namrud pun mati dalam keadaan zalim. []

Lutfi Maulida

Saat ini aktif di Komunitas Puan Menulis dan Komunitas Santri Gus Dur Yogyakarta. Perempuan yang menyukai bacaan, film/series dan kuliner. Dapat disapa melalui Instagram @fivy_maulidah dan surel lutfimaulida012@gmail.com

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *