Kisah Prajurit Infanteri Terhebat Di Masa Sahabat
Salamah Bin Akwa’ mungkin nama sahabat ini jarang diketahui namun ia adalah salah satu dari sekian pemanah hebat di kalangan bangsa arab. Ia juga seorang yang sangat menonjol dalam keberanian, kemuliaan dan perbuatan baiknya. Salamah termasuk prajurit infanteri yang paling hebat dan ahli dalam melontarkan tombak dan panah. Siasat perang yang digunakannya serupa dengan perang gerilya yang kita kenal sekarang. Jika musuh datang menyerang ia akan menarik mundur pasukannya, namun bila mereka kembali atau berhenti untuk beristirahat diserangnya mereka tanpa ampun.
Karena itulah seorang diri saja mampu mengusir tentara yang menyerang perbatasan Kota Madina dibawah pimpinan ‘Uyainah bin Hishn Al-Fizari dalam suatu peperangan yang dikenal dengan Perang Dzi Qarad (Perang yang terjadi pada 6 H di Dzi Qarad, karena sekelompok orang dari Bani Ghatfan yang dipimpin ‘Uyainah Bin Hishn menjarah unta-unta milik kaum Muslim, membunuh penjaganya dan menculik soerang Muslimah. Karena itu pasukan Rasulullah SAW mengejar dan mengusir mereka).
Ia terus membuntuti mereka seorang diri, memerangi dan menghalau mereka dari Madinah hingga akhirnya Rasulullah SAW mampu menyusulnya dengan membawa kekuatan yang cukup terdiri dari para sahabat-sahabatnya. Saat itulah Rasulullah SAW berkata kepada para sahabatnya “Prajurit Infanteri terbaik kita adalah Salamah Bin Akwa”.
Salamah Bin Akwa’ tak pernah mengenal dukacita dan rasa gelisah, kecuali ketika saudaranya ‘Amir Bin Akwa’ gugur dalam Perang Khaibar. Dalam perang tersebut ‘Amir berlari untuk menyerang musuh dengan pedangnya, saat ia hendak menebas musuh pedang itu meleset dan berbalik kearah ubun-ubunnya hingga ia pun meninggal dunia. Melihat kejadian itu kaum muslimin berkata “kasihan ‘Amir, ia tak mendapatkan syahadah”.
Saat mengetahui saudaranya itu gugur, Salamah merasa amat berduka, ia menyangka sebagaimana sangkaan sahabat-sahabatnya bahwa saudaranya ‘Amir melakukan bunuh diri tanpa sengaja sehingga ia tak akan mendapatkan pahala berjihad dan ganjaran mati syahid. Namun Rasulullah SAW yang pengasih segera mendudukkan perkara pada tempat yang seharusnya. Saat Salamah datang kepadanya dan bertanya “Wahai Rasulullah, betulkah pahala ‘Amir itu gugur ?” maka Rasulullah SAW menjawab “Ia gugur sebagai mujahid, bahkan ia mendapat dua pahala. Sekarang ia sedang berenang di sungai-sungai surga”.
Pada hari terbunuhnya ‘Ustman sang mujahid ini pun sadar bahwa gerbang fitnah terbuka lebar diantara kaum muslimin. Tidaklah ia membayangkan bagaimana ia yang tadinya bahu membahu bersama saudara-saudaranya lalu tiba-tiba berubah saling memerangi satu sama lain. Ya, laki-laki yang mendapatkan apresiasi dari Rasulullah SAW akan kehebatannya dalam memerangi kaum musyrikin tak berhak menggunakan kemahiran yang sama untuk memerangi kaum beriman atau membunuh sesama muslim.
Karena itu, ia pun memutuskan untuk meninggalkan Madinah, mengemasi semua miliknya dan pergi menuju Rabadzah tempat yang juga menjadi tujuan Abu Dzar sebelumnya. Disanalah Salamah menghabiskan sisa usianya, hingga akhirnya pada 74 H ia sangat rindu Madinah, ia pun datang berkunjung dan tinggal selama satu-dua hari, sedangkan pada hari ketiga ia meninggal dunia. Demikianlah tanah Madinah yang lembut itu memanggil putranya ini untuk mendekapnya dalam pelukan bersama-sama dengan sahabat-sahabatnya yang memperoleh berkah para syuhada yang saleh. Sumber : Rijal Haula Al-Rasul ; 60 Orang Besar di Sekitar Rasulullah SAW – Khalid Muhammad Khalid.