Kisah Pelatihan Laskar Hizbullah di Cibarusah
HIDAYATUNA.COM – Semakin terdesaknya Jepang atas Sekutu dan semakin berkurangnya personil pasukan Jepang membuat mereka berpikir bahwa untuk mempertahankan Indonesia dari kemungkinan serbuan musuh sudah tidak mungkin lagi dilakukan oleh pasukan regular. Satu-satunya cara adalah dengan menyertakan keterlibatan kekuatan lokal. Akhirnya pada 14 Oktober 1944 pemerintah Jepang menyetujui usulan untuk membentuk kesatuan militer dari kalangan Islam. Pada 8 Desember 1944 pemerintah militer Jepang secara resmi mengumumkan tentang dibentuknya pasukan sukarela Islam khusus. Kesatuan sukarela Islam itu dinamakan Laskar Hizbullah atau “Tentara Allah” dengan format sebagai korps cadangan untuk kesatuan PETA. Para kiai yang tercatat sebagai perwira PETA mendapat tugas untuk melatih dasar-dasar latihan dan kemampuan militer terhadap anggota Hizbullah.
Gerakan baru dari kalangan pesantren nampaknya tidak hanya sebatas coba-coba saja. Hal ini terlihat ketika tindak lanjut dari rencana pendidikan dan pelatihan bagi anggota Hizbullah maka setiap pesantren di Jawa dan Madura diminta mengirimkan lima santri untuk menjalani pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di Cibarusah, Bekasi. Di tempat pelatihan tersebut saat ini masih terdapat peninggalan berupa Masjid Al Mujahidin.
Gemblengan Pendidikan kemiliteran yang dilakukan Pemerintahan Jepang di Cibarusah sangat berat dan hebat. Sejak berangkat ke tempat latihan para peserta telah digembleng secara fisik dan mental. Sejak pukul 23.00 mereka sampai di tempat latihan, ditepi sebuah hutan jauh dari perkampungan. Mereka ditempatkan di barak yang panjangnya kurang lebih 50 m dengan lebar 10 m. Barak tersebut terbuat dari bambu dengan atap welit. Tempat tidurnya juga terbuat dari bambu yang disebut bayang dan di bagian atasnya diberi tikar. Diatas bayang diberi gawang untuk tempat pakaian. Ada tempat untuk mandi tetapi tidak ada tempat buang air. Kalau buang air harus ke sawah yang letaknya cukup jauh.
Barak tersebut terletak di tengah lapangan yang dikelilingi pagar kawat berduri, sehingga orang yang berada di dalam barak tidak bisa keluar. Tanahnya liat sekali, berwarna kemerah-merahan. Jika diguyur air hujan tanah menjadi becek. Jika diinjak tanah melekat ke bagian bawah bakiak dan bakiak pun tidak bisa digunakan lagi dan harus ganti.
Latihan diselenggarakan selama 4 bulan, dipimpin oleh para Syudanco (Komandan Kompi), PETA (Pembela Tanah Air) yang terdiri atas Abdullah Sajad, Zaini Nuri, Abd. Rahman, Kamal Idris dan lain-lain. Yang bertindak sebagai komandan latihan adalah seorang opsir Jepang Kapten Yanagawa yang setahun sebelumnya melatih tentara PETA. Materi latihan meliputi baris-berbaris, bongkar pasang senjata, perang gerilya dan sebagainya. Pada malam hari mereka diberi bekal Pendidikan kerohanian yang disampaikan oleh KH. Wahid Hasyim, KH. Zarkasyi (Ponorogo), KH. Mustofa Kamil (Singaparna), KH. Mawardi (Solo), KH. Mursyid (Kediri) dan KH. Abdul Halim (Majalengka). Selain memberikan ceramah agama, KH. Abdul Halim juga memberikan Teknik membuat alat peledak.
Setiap hari para anggota Laskar Hizbullah mengikuti upacara dengan berseragam biru, berkopiah hitam putih dengan simbol bulan sabit dan bintang. Setelah melakukan apel mereka diajak gerak badan Jepang yang disebut taiso. Sebelum apel peserta membaca ikrar Rodliitu billahi robba, wabil Islaami dinaa, wabi Muhammadin Nabiyya Wa Rosula. Mereka membaca ikrar tersebut dengan serentak dan suara keras. Setelah gerak badan mereka istirahat, makan, kemudian mengikuti pelajaran. Setelah latihan berlangsung sekitar dua bulan, hampir seluruh peserta latihan kemiliteran Laskar Hizbullah terserang wabah disentri. Penyakit ini seperti kolera, ketika buang air penderita merasa sakit dan kotorannya bercampur lendir. Setelah dilaporkan kepada Pemerintah Jepang di Jakarta, diinstruksikan agar para peserta tidak diberi makan nasi. Sejak saat itu peserta hanya diberi makan wortel dan lobak.
Semua peserta menderita karena tidak makan nasi. Selain itu, setiap orang disuruh makan gula batu. Jadi, setiap orang diberi kantongan untuk membawa gula batu. Ketika ke kamar mandi, gerak badan, apel dan latihan mereka tidak pernah melepaskan kantongan gula batu karena harus terus-menerus makan gula batu. Setelah sebulan makan gula batu mereka berangsur-angsur sembuh.
Akhir mei 1945 latihan ditutup dengan upacara kebesaran dan sekaligus melantik 500 orang opsir Hizbullah yang diberi tugas untuk memimpin Laskar Hizbullah di daerah masing-masing. Setelah dilantik para opsir Hizbullah mengadakan acara perpisahan yang sangat mengharukan. Mereka bersalam-salaman sambil mengucapkan kata-kata “Selamat berpisah, sampai bertemu di surga”. 500 orang tersebut kembali ke desa-desa dan memberikan latihan kepada para pemuda sehingga pada saat Jepang menyerah anggota Hizbullah telah berjumlah 50.000 orang.
Sumber : Masterpiece Islam Nusantara, sanad dan jejaring ulama-santri (1830-1945) – Zainul Milal Bizawie