Kisah Kiai As’ad Menaklukan Preman
Al-Maghfurlah KH. As’ad Syamsul Arifin, santrinya Syaikhona Kholill dan Pendiri Pondok Pesantren Asembagus Situbondo, merupakan tokoh ulama sekaligus wali yang juga mempunyai banyak karomah.
Dengan karomahnya itulah, beliau disegani oleh banyak orang, termasuk para preman. Meskipun demikian, dalam berdakwah, Kiai As’ad jarang mengunakan ilmu kesaktianya.
Beliau tetap mengunakan pendekatan lain dalam berdakwah, meskipun sebagian orang memandang tidak lazim.
Dengan caranya yang tidak mengandalkan kejaduganya itulah, Kiai As’ad justru mampu menaklukan preman. Seperti yang ditulis oleh Akmad Khadafi, bahwa konon di sebuah masjidnya, Kiai As’ad sering terjadi pencurian sandal.
Dalam menghadapi persoalan tersebut, Kiai As’ad kemudian mendatangi salah satu dedengkot preman.
“Sandal jamaah di masjid ini sering hilang kalau shalat jumat. Saya bias minta tolong untuk mengamankanya agar tidak hilang ?” pinta Kiai As’ad kepada gembong preman.
Gembong preman yang ada di hadapan Kiai As’ad tersebut justru senang, ketika sang kiai berkunjung dan tetap tidak takut karena ilmu bela dirinya. Namun, si preman itu tetap tidak takut karena ilmu bela dirinya. Namun, si preman itu tetap tidak keberatan menerima permintaan dari Kiai As’ad tersebut.
Di dalam lingkungan di sekitar pesantren, seorang kiai umumnya menjadi sosok yang sangat dihormati sekaligus disegani. Melawan perintah kiai, bisa dipercayaiu mendatangkan sebuah petaka. Keyakinan ini ternyata juga ada dalam pikiran si preman tersebut, sehingga dirinya tidak menolak perintah Kiai As’ad.
“Gampang itu, Kiai. Paling yang mencuri masih anak buah saya . Biar saya yang jaga, “kata si gembong preman tersebut. Dia justru merasa bangga, karena dipercaya oleh kiai besar dan merasa berguna bagi masyarakat.
Hingga akhirnya, pembicaraan tersebut diakhiri dengan sebuah kesepakatan. Si preman tidak apa-apa tidak ikut shalat sebuah kesepakatan. Si preman tidak apa-apa tidak ikut Shalat jumat, karena si gembong preman dan anak buahnya itu juga tidak pernah shalat, tetapi ia akan menjaga setiap pasang sandal yang ada di luar pelataran masjid selama salat jumat berlangsung, terutama ketika salat jumat sudah berakhir. Kesepakatan pun tercapai.
Waktu salat jumat pun tiba, si gembong preman tadi datang untuk memenuhi janjinya, yaitu berjaga-jaga di sekitar masjid. Benar saja,sejak dijaga oleh gembong preman tersebut, sandal masyarakat aman –aman saja, tidak ada satu pun sandal yang hilang. Bahkan, para jamaah yang hendak menukar sandalnya yang jelek dengan sandal yang bagus pun tidak berani, karena diawasi oleh gembong preman tersebut.
Penjagaan ini pun terus berlanjut sampai satu bulan. Selama menjalankan tugasnya sebagai penjaga sandal di masjid, gembong preman tersebut merasa ada yang aneh.
Sebagai orang yang memiliki pengaruh dan ditakuti oleh banyak orang di kampungnya, si gembong preman merasa menjaga sandal merupakan pekerjaan remeh-temeh bagi preman selevel dirinya. Dirinya pun merasa tidak jenak menjadi penjaga sandal, namun ia tidak kemudian meninggalkan tugasnya begitu saja.
Dia kemudian menghadap kepada Kiai As’ad seraya curhat.
“Kiai, masak saya harus jaga sandal tukang becak, penjual kacang goreng, dan orang-orang remeh gini?” gugatanya.
“Justru orang-orang ini yang seharusnya jaga sandal saya, bukan malah sebaliknya,”kata gembong preman tersebut.
Dengan penampilan seperti orang kebingungan, Kiai As’ad kemudian bertanya balik, “Kalau Sampean ikut shalat Jumat, terus siapa yang harus jaga sandal ?” Tanya Kiai As’ad.
Si gembong preman pun merasa bingung. Betul juga ya, pikiranya. Sampai akhirnya di dalam kepala si gembong preman itu tercetus sebuah ide, “Tenang, Kiai. Saya punya anak buah banyak. Biar mereka yang menjaga dan saya akan ikut shalat, “katanya dengan rasa bangga, karena sandalnya bakalan jadi sandal yang dijaga oleh orang. Tanpa piker panjang, Kiai As’ad kemudian menyetujui.
Proses yang sama kemudian berlanjut secara bergantian. Si preman mengajak salah satu anak buahnya dan memintanya untuk menjaga sandal para jamaah shalat Jumat. Sampai beberapa shalat jumat, si anak buah ini jadi jengkel juga.
“Masak preman disuruh jaga sandal preman ! protes si anak buah preman tersebut. Si anak buah preman ini juga ingin sandalnya dijaga, bukan sebaliknya.
Maka, solusinya tetaplah sama, bahwa si gembong preman kemudian meminta si anak buah tersebut untuk mencari temanya dulu untuk menjaga sandal, sebelum memutuskan untuk ikut shalat jumat.
Hingga akhirnya secara berkesinambungan dan secara bertahap, para preman di sekitar lingkungan pesantren kemudian ikut shalat jumat hanya karena alas an remeh dan terbilang lucu, ingin sandalnya dijaga oleh orang lain.
Sumber : humor sufi para wali dan kiai