Kisah Kewalian Mbah Hamid, Adik Pendiri NU
HIDAYATUNA.COM – KH. Abdul Hamid Hasbullah atau Mbah Hamid adalah Adik Kandung KH. Wahab Hasbullah (Pendiri NU).
Beliau diberi tugas membina dan mengayomi Pesantren Tambakberas Jombang, sedangkan kakak beliau KH. Abdul Wahab Hasbullah konsentrasi di luar untuk membesarkan NU dan terlibat perpolitikan hingga pergerakan nasional.
Beliau merupakan sosok ahli tirakat, kesabaran dan keikhlasan Mbah Hamid sudah masyhur diketahui masyarakat luas, karena memang beliau punya banyak pengajian di kampung-kampung.
Peran beliau di pondok yang cukup sentral juga membuatnya sangat dekat dengan masyarakat kampung ketimbang Mbah Wahab yang memang kiprahnya lebih banyak di organisasi dan level nasional.
“Mbah Wahab memang lebih banyak berperan di luar dan Mbah Hamid dengan kemampuannya baik agama maupun metafisik menopang Mbah Wahab dari belakang. Begitu memang jalannya adik kakak ini,” terang Gus Irfan salah satu cucu Mbah Hamid.
Suatu saat Kiai Masduki dari Surabaya menceritakan tentang gurunya tersebut, “Mbah Hamid niku wali…, wali niku, estu wali Mbah Hamid niku” (Mbah Hamid itu wali, beliau wali, sungguh Mbah Hamid itu wali).
Berkali-kali beliau mengulang kata-kata wali dalam menyikapi kesabaran, kealiman, ketawadhuan dan kelebihan Mbah Hamid, seakan kalimat itu pun belum cukup memadai untuk menggambarkan sosok kiai yang beliau kagumi tersebut.
“Saya sangat bersyukur menjadi santrinya Mbah Hamid, beliau sangat perhatian terhadap santri,” terang Kiai Masduki melanjutkan ceritanya.
“Kalau Mbah Hamid berjalan dari dalam rumah menuju Masjid untuk mengaji, maka para santri sama semburat berlari karena malu bercampur menjadi satu”. Senyum tipis tampak menghiasi wajah Kiai Masduki seakan beliau kembali ke masa lalu saat nyantri di Tambakberas.
Pernah terjadi suatu peristiwa saat santri Tambakberas dilanda “musim” malas atau aras-arasen mengaji, pada malam harinya Mbah Hamid berjalan dengan pakaian khasnya keliling kamar tanpa bersuara, tanpa menyapa dan hanya senyuman dan anggukan isyarah memandangi santri satu persatu.
Sementara semua santri saat itu dalam kondisi tidur pulas, tapi para santri sangat merasakan kehadiran Mbah Hamid seperti di alam nyata. Dipagi harinya, satu persatu santri bercerita tentang kejadian yang dialaminya tadi malam.
Seperti mimpi tapi nyata dan tak disangka hampir semua santri mengalami hal yang sama. “Besoknya para santri merasa semangat lagi, kemalasannya serasa hilang dan lepas begitu saja,” cerita Kiai Masduki melengkapi kejadian aneh tersebut.
“Mbah Hamid itu tidak bisa difoto, para santri berusaha memfotonya tapi setelah dilihat hasil fotonya kabur. Ada santri dari Probolinggo meminta izin ke Mbah Hamid untuk memfotonya, tapi ya seperti itu hasilnya tidak jelas.” Lanjut Kiai Masduki
“Subhanallah.. estu (benar) wali Mbah Hamid niku” terucap kembali kalimat kekaguman dari sang murid. Kemudian foto buram dan lukisan Mbah Hamid kami perlihatkan kepada beliau, “Nggeh, leres.. nggeh niku Mbah Hamid” (Ya betul, itu Mbah Hamid) tegas beliau sambal menghela nafas Panjang.
Mbah Hamid Bisa Melayang
Kiai Masduki melanjutkan cerita bahwa beliau pernah melihat Mbah Hamid Melayang, “Benar, saya pernah melihat Mbah Hamid melayang dengan posisi duduk bersila, kejadiannya malam di depan kamar pondok. Bukan hanya saya yang melihat tapi santri lain juga menyaksikan. Nyata, tidak seperti mimpi. Tidak tahu ada apa, secara tiba-tiba Mbah Hamid melayang di tengah pondok,” Kiai Masduki mencoba mengingat sebab peristiwa itu terjadi “Seingat saya kejadiannya malam sekitar jam satu, waktu itu saya merasakan sendiri suasananya berbeda.”
“Mungkin kaitannya dengan tahun itu 50-an yang banyak terjadi peristiwa penting, tapi mohon maaf apa sebenarnya yang terjadi saya tidak tahu karena Mbah Hamid itu Wali.” Ucap Kiai Masduki menutup cerita tentang sosok Mbah Hamid Hasbullah.
Sumber : Tambakberas, Menilisik Sejarah Memetik Uswah – 2017