Kisah Islami: Pemuda Tampan dan Pemabuk Jadi Sahabat Nabi
HIDAYATUNA.COM – Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada sebuah kisah Islami yang menggugah hati. Seorang pemuda kaya, berwajah tampan, dan terbiasa dengan kenikmatan dunia, namanya Mush’ab bin Umair.
Dia keturunan Quraisy yang dilahirkan pada zaman jahiliyah; di lingkungan penyembah berhala, pecandu khamr (minuman keras), penggemar pesta dan nyanyian; sekitar empat belas tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Hidupnya penuh dengan kenikmatan. Ibunya begitu memanjakannya. Nyaris selama masa remajanya Mush’ab bin Umair tak pernah merasakan kesulitan hidup dan kekurangan nikmat dunia.
Rasulullah SAW bahkan bersabda;
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekkah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).
Namun sungguh, Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang berbeda. Sang Maha Pemberi Nikmat memberi cahaya Islam di hatinya.
***
Berulang kali Mush’ab bin Umair menghadiri majelis Rasulullah SAW secara diam-diam untuk menggali lebih dalam hidayah yang baru diraihnya itu.
Hingga suatu hari gerak-geriknya terlihat oleh Utsman bin Thalhah. Kabar Mush’ab bin Umair telah murtad dari agama nenek moyangnya pun cepat tersebar.
Mengetahui putra kesayangannya tak lagi sejalan, sang Ibunda kecewa bukan kepalang. Ibunda yang dulu sangat menyayanginya, kini tega menyiksanya. Warna kulit Mush’ab berubah karena luka siksaan. Tubuhnya yang dulu berisi mulai terlihat mengurus.
Demi menanggapi keadaan si pemuda, Ali bin Abi Thalib berkata,
“Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah SAW di masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Ketika Rasulullah SAW melihatnya, beliau menangis teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam)…” (HR. Tirmidzi No. 2476).
***
Tapi Mush’ab bin Umair memiliki ilmu dan kecerdasan di luar batas. Tak ayal, ia menjadi salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang utama. Nabi SAW pun mengutusnya untuk berdakwah di Madinah, di hadapan penduduk Yatsrib.
Dalam waktu singkat, sebagian besar penduduk Madinah memeluk Islam karena baiknya cara penyampaian dan kecerdasan Mush’ab bin Umair dalam beragumentasi, serta jiwanya yang tenang dan tidak terburu-buru.
Buah dakwah Mush’ab bin Umair inilah yang menjadi titik awal hijrahnya Nabi SAW dan para sahabat ke Kota Madinah, yang kemudian dikenal dengan nama Madinah an-Nabawiyah (Kota Nabi Muhammad SAW).