Kisah Ilmu Laduni Imam Ghazali
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Tidak semua orang bisa mendapatkan ilmu Laduni. Ilmu Laduni juga bukan ilmu yang tiba-tiba saja kita miliki tanpa belajar apapun.
Apabila digambarkan, ilmu Laduni adalah ilmu yang hadir dalam diri seseorang sebab keberkahan dari ilmu-ilmu lain yang telah seseorang itu miliki.
Itu artinya, jika seseorang tidak pernah belajar apapun, sungguh kemungkinan kecil bisa mendapatkan ilmu laduni. Kisah ini mengabarkan bagaimana Imam Al-Ghazali mendapat- kan ilmu laduni.
Pada suatu hari, Imam Al-Ghazali menjadi imam di sebuah masjid. Tetapi saudaranya yang bernama Ahmad tidak mau berjamaah bersama Imam Al-Ghazali.
“Wahai ibu,” kata Imam Al-Ghazali. “Perintahkan saudaraku Ahmad agar shalat mengikutiku, supaya orang-orang tidak menuduhku selalu bersikap jelek terhadapnya.”
Ibu Al-Ghazali lalu memerintahkan puteranya Ahmad agar shalat makmum kepada saudaranya Al-Ghazali.
Ahmad pun melaksanakan perintah sang ibu, shalat bermakmum kepada Al-Ghazali.
Namun, di tengah-tengah shalat, Ahmad melihat darah membasahi perut Imam Al-Ghazali. Hal itu tentu saja membuat Ahmad memisahkan diri jamaah shalat tersebut.
Seusai shalat, Imam Al-Ghazali bertanya kepada Ahmad.
“Mengapa engkau memisahkan diri dalam shalat yang saya imami?” tanya Imam Al-Ghazali kepada adiknya.
“Aku memisahkan diri, karena aku melihat perutmu berlumuran darab,” jawab Ahmad.
Mendengar jawaban saudaranya itu Imam Ali Ghazali agak terkejut.
Tapi, kemudian beliau berpikir sejenak dan memberi jawaban,
“Ah, mungkin ketika shalat batimu sedang mengangan-angan masalah figh yang berhubungan baid seorang wanita yang mutahayyirah,” kata Imam Al-Ghazali.
“Dari manakah engkau belajar ilmu pengetahuan seperti itu?
“Aku belajar kepada Syeikh Al-Utagy Al-Khurazy. Ia adalah seorang tukang jahit sepatu bekas,” jawab Ahmad.
“Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy?” kata Imam Al-Ghazali. Aku juga akan belajar kepadanya.”
Kemudian Imam Al-Ghazali mengunjungi Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy untuk menjadi muridnya.
“Saya ingin belajar kepada, Guru,” kata Imam Al-Ghazali.
“Apakah engkau kuat menuruti perintah-perintahku?” kata Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy.
“InsyaAllah, saya kuat,” kata Imam Al-Ghazali.
“Bersihkanlah lantai ini!” kata Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy. “Baik, Guru,” kata Imam Al-Ghazali.
Al-Ghazali kemudian mengambil sapu, tapi Syeikh Al-Utaqy Al- Khurazy melarang. “Jangan pakai sapu Kata Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy.”
“Bersihkanlab dengan tanganmu.”
Kemudian Imam Al-Ghazali menyapu lantai rumah Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy dengan tangannya. Ketika melihat kotoran yang banyak, ia bermaksud menghindari kotoran itu.
“Bersibkan pula kotoran itu dengan tanganmu.
“Perintah Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy tanpa ampun.
“Baiklah, Guru,” kata Imam Al-Ghazali sambil bersiap membersihkan dengan menyisingkan pakaiannya.
“Nah bersihkan kotoran itu dengan pakaian seperti itu,” kata Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy.
Perintah Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy semakin tidak masuk akal. Tetapi, Imam Al-Ghazali menuruti perintah Syeikh Al-Utaqy Al-Khurazy dengan ridha dan tulus.
Namun ketika Imam Al-Ghazali hendak akan mulai melaksanakan perintah Syekh tersebut, Syeikh Al- Utaqy Al-Khurazy langsung mencegahnya dan memerintahkan agar pulang.
Setibanya di rumah, Imam Al-Ghazali merasakan mendapat ilmu pengetahuan luar biasa. Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan Ilmu Laduni atau Ilmu Kasyaf yang diperoleh dari tasawuf atau kebersihan qalbu kepadanya.
Demikianlah diajarkan kepada kita bahwa dalam mencari ilmu itu kita dituntut untuk ikhlas.
Keikhlasan akan membuat kita mudah mendapatkan ilmu. Selain keikhlasan, kita juga dituntut untuk bersabar dalam mencari ilmu.
Kesabaran akan membuahkan kecerdasan yang bahkan pada mulanya tidak dimiliki oleh seseorang. []