Kisah Abu Yazid Al-Busthami dengan Murid-muridnya
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Kisah ini di riwayatkan dari kitab Tadzkiratul Aulia karya Fahruddin Attar. Pada suatu hari ada seorang pertapa di antara tokoh-tokoh suci terkenal di Bustham.
Ia memiliki banyak pengikut dan pengagum, tetapi ia sendiri senantiasa mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh Abu Yazid Al-Busthami.
Dengan tekun ia mendengarkan ceramah-ceramah Abu Yazid Al-Busthami dan duduk bersama sahabat-sahabat beliau.
Kemudian berkatalah ia kepada Abu Yazid,
“Pada hari ini genaplah tiga puluh tahun lamanya aku berpuasa dan memanjatkan doa sepanjang malam sehingga aku tidak pernah tidur.
“Namun pengetahuan yang engkau sampaikan ini belum pernah menyentuh hatiku.
Walau demikian aku percaya kepada pengetahuan itu dan senang mendengarkan ceramah-ceramahmu.”
“Walaupun engkau berpuasa siang malam selama tiga ratus tahun, sedikit pun dari ceramah-ceramahku ini tidak akan bisa engkau hayati.”
“Mengapa demikian?” tanya si murid.
“Karena matamu tertutup oleh dirimu sendiri,” jawab Abu Yazid.
“Apakah yang harus kulakukan?” tanya si murid pula. “Jika kukatakan, pasti engkau tidak menerimanya.”
“Akan kuterima! katakanlah kepadaku agar kulakukan seperti yang engkau petuahkan.”
“Baiklah!” jawab Abu Yazid Al-Busthami.
“Sekarang juga cukurlah janggut dan rambutmu. Tanggalkan pakaian yang sedang engkau pakai dan gantilah dengan cawat yang terbuat dari bulu domba. Gantungkan sebungkus kacang di lehermu, kemudian pergilah ke tempat ramai.”
“Kumpulkan anak-anak sebanyak mungkin dan katakan kepada mereka bahwa akan kuberikan sebutir kacang kepada setiap orang yang menampar kepalaku.”
“Dengan cara yang sama pergilah berkeliling kota, terutama ke tempat-tempat di mana orang-orang sudah mengenalmu. Itulah yang harus engkau lakukan.”
“Maha Besar Allah! Tiada Tuhan kecuali Allah,” cetus si murid setelah mendengar kata-kata Abu Yazid Al-Busthami itu.
“Jika seorang kafir mengucapkan kata-kata itu niscaya ia menjadi seorang muslim,” kata Abu Yazid.
“Tetapi dengan mengucapkan kata-kata yang sama engkau telah mempersekutukan Allah.”
“Mengapa begitu wahai guruku?” tanya si murid.
“Karena engkau merasa bahwa dirimu terlalu mulia untuk berbuat seperti yang telah kukatakan tadi.
Kemudian engkau mencetuskan kata-kata tadi untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang penting, bukan untuk memuliakan Allah.
Dengan demikian bukankah engkau telah mempersekutukan Allah.”
“Saran-saranmu tadi itu tidak bisa kulakukan. Berikanlah saran-saran yang lain,” si murid mengungkapkan keberatannya.
“Hanya itulah yang dapat kusarankan,” Abu Yazid Al-Busthami menegaskan.
“Aku tak sanggup melakukannya,” si murid mengulangi kata-katanya.
“Bukankah telah kukatakan bahwa engkau tidak akan sanggup untuk melaksanakannya dan engkau tidak akan menuruti kata-kataku,” kata Abu Yazid.
Murid-murid Abu Yazid Al-Busthami pun hanya terdiam tanpa bereaksi apa-apa mendengar perkataan guru mereka tersebut. []