Kiai Wahab Foundation Gandeng PCNU Luncuran Buku Kiai Wahab
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Kiai Wahab Foundation bersama PCNU Jakarta Pusat, Jumat (5/2/2021) berinisiatif meluncurkan buku “Pluralitas dalam Bingkai Nasionalisme. Telaah atas Pemikiran dan Perjuangan KH Abdul Wahab Chasbullah”. Dalam peluncuran buku tersebut Kiai Wahab Foundation juga menggandeng IKABU Jabodetabek, Himabi Jakarta dan Penerbit Jejak selaku penyelenggara.
Peluncuran buku Kiai Wahab dilakukan secara virtual dengan Webinar Nasional bertajuk “KH Abdul Wahab Chasbullah; Peran dan Pemikiran dalam Konteks Kekinian”. Kegiatan ini sekaligus dalam rangka memperingati Harlah NU ke-98 Hijriyah).
Beberapa tokoh besar turut hadir dalam kegiatan webinar peluncuran buku Kiai Wabah ini. Di antaranya ialah KH Agus Sunyoto Sejarawan Islam; Prof. Ali Munhanif Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Suwadi D Pranoto, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU.
Buku Kiai Wahab ini mengupas tuntas mengenai pemikiran Kiai Wahab mulai dari sudut pandang Kiai Wahab sebagai seorang pengasuh pesantren. Juga sebagai sosok pemikir, tokoh bangsa, guru sekaligus ayah. Buku ini ditulis untuk memberikan alternatif baru tentang pemikiran dan perjuangan Kiai Wahab. Terutama berkaitan dengan nilai-nilai pluralitas yang dibingkai semangat nasionalisme dan konsep Islam berbasis kontruksi pluralitas keberagamaan.
Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) tersebut seorang kiai berpaham modern. Gerakan dakwahnya dimulai dengan mendirikan media massa. Harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama melejit di bawah pimpinan beliau.
Memelihara Warisan Rasulullah
KH Agus Sunyoto, sejarahwan yang dihadirkan dalam diskusi peluncuran buku mengaku pernah mendapat penjelasan dari Gus Dur mengenai Kiai Wahab. Menurutnya, pengetahuan dan pemahaman Kiai Wahab luar biasa tentang eksistensi golongan, partai politik dan ideologi.
“Dengan latar belakang dari pesantren tidak bisa dianggap remeh. Justru dengan penguasaan geopolitik itulah Kiai Wahab membawa NU keluar dari Masyumi. Sebab posisi NU di dalam Masyumi tidak menguntungkan secara sosial politik,” katanya.
Kiai Wahab, lanjutnya, adalah tokoh yang memimpin rombongan Komite Hijaz dengan membawa pesan dari kalangan ulama tradisional. Beliau diminta untuk melobi Raja Saudi, penguasa baru di Tanah Arab, agar memelihara warisan-warisan Islam zaman Rasulullah dan Sahabat. Pun untuk kehidupan bermadzhab diperbolehkan sehingga penggusuran makam Rasulullah dan yang lainnya bisa digagalkan.
“Kiai Wahab adalah ulama yang ahli ushul fikih. Beliau selalu menggunakannya sebagai pisau analisis dalam mengambil keputusan politik maupun dalam menerima pemikiran-pemikiran dari luar. Meskipun berbeda yang ujungnya dijadikan partner dalam berjuang,” ujarnya.
Kiai Wahab merupakan seorang ulama yang bisa disebut komplit karena selain ahli di bidang ilmu agama, beliau juga memiliki ilmu kanuragan. Beliau juga seorang pedagang dan memiliki jiwa seni yang tinggi. Pemikiran dan perjuangan Kiai yang melintasi ruang dan waktu yang hingga saat ini masih relevan dan urgen untuk tetap dilestarikan. Fikih Kebangsaan yang dikembangkan Kiai Wahab menjadi landasan penting dalam menangkap semangat kemajemukan yang dimiliki umat Islam di Indonesia. (rel)