Kiai Ageng Muhammad Besari, Penyebar Islam di Ponorogo

Ulama (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM – Kabupaten Ponorogo selain terkenal dengan kotanya reyog, juga dikenal dengan kota santri. Di Ponorogo tidak terhitung banyaknya pesantren, baik pesantren salaf atau moderen. Adanya pesantren-pesantren di Ponorogo tidak terlepas dari sosok sang mahaguru, Kiai Ageng Muhammad Besari.
Kiai Ageng Muhammad Besari merupakan sosok penting dalam penyebaran Islam, khususnya di wilayah Kabupaten Ponorogo dan sekitarnya. Kiai Ageng Muhammad Besar yang hidup sekira abad ke 17 tidak hanya menyebarkan agama saja, melainkan juga mengajar ilmu-ilmu lainnya, seperti sastra, ilmu pemerintahan.
Dari jalur nasab, sosok Kiai Ageng Muhammad adalah perpaduan antaran kaum bangsawan dan tokoh agamawan. Dari jalur ayahnya, yakni Kiain Anom Besari yang mukim di Caruban, Madiun sambung pada raja Majapahit yaitu Raja Brawijaya V. Sedangkan dari jalur Ibu, nasabnya sampai pada Fatimah Az-Zahra binti Muhammad SAW.
Keilmuwan dari sosok Kiai Ageng Muhammad Besari memang sudah tidak diragukan lagi, darinya lahir tokoh-tokoh besari. Seperti Ronggowarsito, Dan H.O.S Cokroaminoto. Karena itulah sangat menarik untuk dikaji tentang sisi kehidupan dari sang Maha Guru Raja Tanah Jawa dari kota kecil tersebut.
Mengajar dengan Cara Tasawuf
Kiai Ageng Muhammad Besari adalah sosok kiai yang alim, hampir semua bidang kajian agama Islam dikuasainya. Akan tetapi yang lebih dikenal dari Kiai Ageng Besari adalah bidang kajian tasawufnya.
Pengaruh ajaran ini bisa kita lihat dalam sosok Ronggowarsito, sang pujangga pamungkas tanah Jawa. Dalam mengajarkan ilmunya, Kiai Ageng Muhammad Besari dikenal sebagai sosok yang tegas, tetapi bersikap lembut.
Memiliki latar belakang ilmu Tasawuf, maka pengajaran yang dilakukan juga kental dengan ilmu tersebut. Seperti ketika Kiain Ageng Muhammad Besari mengajar Ronggowarsito.
Ketika itu Sang Pujangga tidak kunjung paham akan pelajaran yang diberikan, ia pun menjadi sering meninggalkan pondokannya. Terlebih, Ronggowarsito memang lebih suka bermain sabung ayam daripada mendengarkan pelajaran dari gurunya.
Hal itu jelas membuat marah sang guru, ketika itu Kiai Ageng Muhammad Besari memarahi muridnya tersebut dengan mengatakan bahwa Ronggowarsito Bodoh. Ronggowarsito yang dikatakan bodoh kemudian marah dan bertekad untuk serius belajar dan mengungguli gurunya tersebut.
KiaiĀ Ageng Muhammad Besari menyuruh Ronggowaristo untuk kungkum (berendam) di sebuah sungai. Pada saat berendam inilah Ronggowarsito mendapatkan pelajarannya.
Dia kemudian dikenal sebagai tokoh sastra Jawa dan sekaligus sebagai tokoh aliran kebatinan. Cara-cara yang tidak lazim inilah yang sering digunakan oleh Kiai Ageng Muhammad Besari untuk mengajar para murid-muridnya.
Tetapi di samping itu, sang maha guru tidak melupakan ajaran-ajaran syariat Islam. Selayaknya tokoh-tokoh sufi, beliau juga menjalankan amalan-amalan syariat secara ketat, seperti berpuasa, solat malam, dan lainnya.
Para murid-muridnya pun bisa mengaplikasikan nilai syariat Islam secara sempurna dan juga ilmu tasawuf dengan benar. Maka tidak heran jika banyak murid-muridnya memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.
Sosok Kiai yang Nasionalis
Salah satu teladan yang begitu penting untuk kita jadi pelajaran, selain dalam hal keagamaan adalah dalam sisi Nasionalisnya. Dari jalur nasab, Gus Dur pernah memberikan komentar jika Kiai Ageng Muhammad Besari adalah sosok kiai dengan perpaduan antara Islam dan Nasionalisme.
Sikap ini menjadi penting di masa sekarang ini, terlebih kita banyak melihat sosok penyebar agama Islam tetapi tidak menjunjung nilai Nasionalisme.
Dalam sebuah kisah, ketika Kartosuro ( Keraton Surakarta) terjadi pemberontakan dan mengharuskan Pakubuwono II mengungsi. Gebang Tinatar (Pondok Pesantren Tegalsari) pun menjadi tempat pengungsian.
Selama masa pengungsian, Pakubuwono mendapatkan pengajaran dari Kiai Ageng Muhammad Besari, baik dalam masalah agama, atau segi pemerintahan. Hingga akhirnya Pakubuwono II dibantu oleh santri-santri dari Kiai Ageng Muhammad Besari berhasil merebut kembali Kartosuro.
Berkat jasanya itu, tempat tinggal Kiai Ageng Muhammad Besari dijadikan tanah perdikan (Tanah bebas pajak) oleh Pakubuwono II. Sebenarnya semangat nasionalisme ini tidak hanya ada di sosok Kiai Ageng Muhammad Besari, tetapi juga sosok-sosok kiai pada masa dahulu.
Seperti sosok Kiai Hasyim Asyari dan Kiai Ahmad Dahlan, kedua sosok itu adalah contoh dari kiai yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari jajahan Belanda. Sikap inilah yang patut untuk kita teladani bersama.