Khalid Bin Walid, Pedang Allah Yang Tak Terkalahkan
Khalid Bin Walid (584-642) adalah panglima perang muslim yang termasyhur. Ia dijuluki sebagai ‘pedang Allah yang terhunus”. Dia adalah salah satu dari panglima perang muslim yang tidak terkalahkan sepanjang karirnya. Dialah panglima perang muslim yang berhasil membebaskan Damaskus. Khalid dilahirkan di Mekah pada tahun 583. Dia berasal dari Bani Makhzum, suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid, sedangkan ibunya bernama Lubabah.
Khalid termasuk keluarga dekat Nabi Muhammad SAW. Maimunah, bibi dari Khalid adalah istri Nabi. Khalid juga memiliki hubungan keluarga dengan Umar yang merupakan saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya, kedua sepupu ini bermain adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar, untunglah setelah dirawat kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.
Ayah Khalid yang bernama Walid, adalah seorang pemimpin yang paling berpengaruh diantara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya dan menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Dua tahun sekali, dialah yang menyediakan kain penutup Ka’bah. Pada masa Ibadah Haji dia juga memberi makan secara cuma-cuma bagi semua orang yang datang dan berkumpul di Mina.
Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka’bah, tidak seorang pun berani meruntuhkan dinding-dindingnya yang sangat tua. Semua orang takut kalau-kalau ketika memperbaiki jatuh dan mati. Melihat suasana begini, Walid maju ke depan dengan bersenjatakan sekop dan berteriak “O, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik kepada rumah-Mu”. Sikap Walid memberi harapan kepada Nabi Muhammad SAW agar Walid masuk Islam. Harapan ini juga didasari sosoknya sebagai ksatria yang berani di mata rakyat. Jika dia masuk Islam, maka ratusan orang akan mengikutinya.
Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al-Qur’an adalah kalimat-kalimat Allah. Dia pernah mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa ia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat Al-Qur’an. Ucapan yang terus terang ini semakin memberi harapan kepada Nabi bahwa Walid akan segera masuk Islam. Namun harapan itu tak kunjung menjadi kenyataan. Kebanggaan atas dirinya sendiri dan ketakutan akan kehilangan kedudukannya sebagai pemimpin bangsa Quraisy menghalangi hati nuraninya.
Suku Bani Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Bani makhzum lah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan sejata bagi prajurit. Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang lebih bisa dibanggakan seperti Bani makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam dilembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzumlah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengempungan tersebut.
Kedudukan ayah Khalid di suku Quraisy memberikan dorongan keras kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan dan kehormatan, seperti ayah dan paman-pamannya. Satu-satunya permintaan Khalid ialah agar menjadi orang yang dapat mengalahkan teman-temannya dalam adu tenaga. Oleh karena itu ia menceburkan dirinya kedalam seni peperangan dan seni beladiri. Ia juga mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah.
Tak berhenti dalam seni bela diri, Khalid juga mencurahkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Talentanya yang asli, di tambah dengan latihan yang sangat keras, telah membina Khalid menjadi sosok yang luar biasa. Kemahiran dan keberaniannya mengagumkan setiap orang.
Pada awalnya, Khalid bin Walid adalah panglima perang kaum kafir Quraisy yang terkenal dengan pasukan kavalerinya. Pada perang Uhud, Khalidlah yang melihat celah kelemahan pasukan muslim tatkala mereka bernafsu mengambil rampasan perang dan turun dari Bukit Uhud. Dengan Mudah, pasukan Khalid membuat kocar-kacir pasukan musuh saat itu. Tetapi, setelah perang itulah Khalid masuk Islam.
Ketika Khalid masuk Islam, Rasulullah sangat bahagia dengan kehadiran sosoknya. Setelah memeluk Islam, keberadaan Khalid bin Walid dalam pasukan muslim begitu menonjol. Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak peperangan, Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan peran dan menunjukkan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya. Betapapun hebatnya Khalid bin Walid di dalam medan pertempuran, dengan berbagai luka yang menyayat badannya, namun ternyata kematiannya diatas ranjang.
Perang Yamamah Hingga Yarmuk
“Sungguh, dengan tanganku ini telah terpotong sembilan pedang pada saat Perang Mut’ah sehingga tidak tertinggal di tanganku kecuali sebuah pedang yang berasal dari Yaman.” Kata Khalid suatu saat. Hal ini membuktikan keberaniannya dan kekuatan besar yang dianugrahkan Allah SWT kepadanya. Nabi Muhammad SAW pun memberinya gelar “pedang Allah yang terhunus”.
Khalid bin Walid adalah komandan pasukan muslim dalam peperangan di Yamamah, Mut’ah, dan Yarmuk. Ia seorang ksatria yang berbadan kuat dan kekar. Pada dirinya melekat sikap kepahlawanan dan keberanian dalam membela Islam. Hal ini diakui oleh para pejuang muslim lainnya, seperti yang terjadi pada waktu Perang Mut’ah.
Sebelum Perang Mut’ah terjadi, Nabi Muhammad SAW telah memutuskan bahwa pasukan muslim dipimpin oleh Zaid bin Haritsah. Jika ia terbunuh, kepemimpinan berpindah kepada Ja’far bin Abi Thalib, seandainya Ja’far pun terbunuh, kepemimpinan beralih kepada ‘Abdullah bin Rawahah. Ketiga pemimpin tersebut akhirnya mati syahid dalam Perang Mut’ah, sementara pertempuran harus terus berlangsung dan pasukan Islam membutuhkan pemimpin yang tepat.
Sesaat setelah ‘Abdullah bin Rawahha meninggal di medan perang, bendera Pasukan Islam diambil alih oleh Tsabit bin Arqom. Tsabit kemudian berkata latang kepada semua prajurit muslimin, “Pilihlah seseorang sebagai pemimpin kalian!.” Maka mereka memilih Khalid bin Walid. Demikianlah, betapa besar kepercayaan pasukan muslim kepada Khalid. Berkat kepemimpinan Khalid, pasukan Romawi berhasil dikalahkan oleh pasukan muslim.
Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, Khalid diberi amanah untuk memperluas wilayah Islam. Ia pun membuat kalang kabut pasukan Romawi dan Persia. Pada tahun 636, pasukan Arab yang dipimpin Khalid berhasil menguasai Damaskus dan Palestina setelah memenangkan Perang Yarmuk.
Pertempuran Yarmuk ini, oleh beberapa sejarawan dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia karena menandai gelombang besar pertama penaklukan muslim ke luar Arab, terutama Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang saat itu menganut agama Kristen. Kemenangan Khalid bin Walid dalam perang ini merupakan salah satu prestasinya yang paling gemilang dan memperkuat reputasinya sebagai salah satu komandan militer paling brilian pada Abad Petengahan.
Pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin Khattab, Khalid pernah diberhentikan dari tugasnya sebagai komandan militer. Sebagai gantinya, Khalifah ‘Umar mengangkatnya sebagai duta besar. Hal ini dilakukan oleh Khalifah ‘Umar agar Khalid tidak terlalu ‘didewakan’ oleh kaum muslimin pada masa itu. Abu ‘Ubaidah kemudian ditunjuk sebagai komandan baru menggantikan Khalid bin Walid. Penaklukan Suriah pun dilanjutkan oleh Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah sendiri pernah bersama Khalid bin Walid bergerak menuju Damaskus, mereka berhasil mengalahkan pasukan Bizantium pada pertempuran bulan Agustus tahun 634 M. Caloiis dan Azrail, Gubernur Damaskus saat itu memimpin pasukan untuk menghentikan pasukan muslim. Tetapi pasukan kafir juga kalah dalam Pertempuran Maraj-Safar pada tanggal 19 Agustus 634.
Khalid bin Walid meninggal pada usia 55 tahun. Betapa menyesalnya Khalid, harapannya untuk mati syahid dimedan perang ternyata tidak tercapai dan Allah menghendakinya mati di atas tempat tidur, sesudah perjuangan membela Islam yang luar biasa. Khalid bin Walid dimakamkan di sebuah masjid yang juga diberi nama yang sama dengannya. Masjid ini terletak di pusat kota Homs, Suriah. Namun sangat disayangkan, akibat konflik yang ada di Suriah, Masjid ini dan makam Khalid bin Walid hampir musnah.
Sumber :
- Ensiklopedia Peradaban Islam Damaskus
- 101 Sahabat Nabi