KH Ali Mustafa Yaqub, Pakar Hadis yang Gemar Menulis
“Nahnu thullabul ilmi ila yaumil qiyamah” (Kami adalah penuntut ilmu sampai hari kiamat)
HIDAYATUNA.COM – April 2016, masyarkat Indonesia dikejutkan dengan berita wafatnya Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4, KH Ali Mustafa Yaqub. Pendiri sekaligus pengasuh pesantren Qur’an Hadist, Darussunnah ini wafat dalam usia 64 tahun. Menjadi Imam Besar sejak tahun 2005-2016 tentu meninggalkan kesan mendalam bagi banyak umat muslim di Indonesia.
Beliau dilahirkan pada 2 Maret 1952 di Desa Kemiri, Kecamatan Subang, Kab. Batang, Jawa Tengah. Seusai menamatkan pendidikan dasar dan menengah di kampungnya, ia dikirim untuk belajar di pondok pesantren Seblak, Jombang oleh ayahnya. Ali Mustafa Yaqub muda ini belajar di pesantren selama tiga tahun (1966-1969). Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Ponpes Tebuireng, Jombang hingga tahun 1972.
Di Pesantren Tebuireng inilah, ia bertemu banyak guru, diantara KH Idris kamali, KH Adlan Ali, KH Shobari, KH Syamsuri Badawi. Selain nyantri, Ali Mustafa juga menjalani pendidikan tingkat tinggi di Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang (1972-1975). Pada tahun 1975, bersamaan dengan selesainya kuliah di Universitas Hasyim Asy’ari, beliau mendapat beasiswa full dari pemerintah Arab Saudi untuk melanjutkan studi di Fakultas Syariah Universitas Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Arab Saudi.
KH Ali Mustafa Yaqub menamatkan studi S1 nya dengan mendapat ijazah Licance (Lc) yang diperoleh pada 1980. Setelah itu, ia melanjutkan studi S2 nya di Universitas King’s Saud Departemen Studi Islam, Jurusan Tafsir Hadis dan tamat pada 1985 dengan gelar masternya. Pada tahun 2006, beliau melanjutkan studi doktoralnya di Universitas Nizamia Hyderabad, India dibawah bimbingan M Hasan Hitou, seorang Guru Besar Fiqih Islam dan Ushul Fiqh Universitas Kuwait yang juga Direktur Lembaga Studi Islam di Frankfrut, Jerman. Pada tahun 2007, KH Ali Mustafa Yaqub mendapat gelar profesornya sebelum lulus ujian disertasinya.
Khidmah dan Pemikiran KH Ali Mustafa Yaqub
KH Ali Mustafa Yaqub sangat telaten dalam berdakwah, beliau mengkhidmatkan dirinya untuk umat Islam. bahkan ketika masih di Saudi Arabia, beliau pernah memiliki keinginan untuk berdakwah di tanah Papua, meskipun impian ini belum pernah tercapai hingga akhir hayatnya karena beberapa sebab.
KH Ali Mustafa Yaqub diterima hampir di setiap kalangan, meskipun beliau menempuh studinya di Arab Saudi selama 9 tahun, namun ia tidak pernah terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran Salafi-Wahabi. Beliau memiliki corak ke-NU an yg sangat kental bila dilihat dari pendidikannya semasa remaja. Hal ini juga diungkapkan oleh KH Ali Yafie, “Meskipun ia merupakan lulusan Timur Tengah yang sering diklaim jumud (keras), statis dan cenderung agak keras dalam menyikapi berbagai fenomena keagamaan, tak menjadikan belia bersifat keras”.
Ulama yang Produktif
KH Ali Mustafa Yaqub merupakan sosok yang moderat dan cinta damai. Kemoderatannya didukung dengan penguasaannya tentang ilmu agama yang begitu luas, terutama dalam biang hadis. Beliau bahkan dikatakan sebagai penerima sanad Sahih Bukhari dan Shahih Muslim, yang artinya beliau menguasai secara penuh hadist Shahih Bukhori dan Shahih Muslim beserta sanad dan matannya.
Sejak menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal pada 2005, beliau semakin aktif dan semangat untuk mengembangkan keilmuan hadits di Indonesia. Beliau juga gemar menulis, sehingga sering dikatakan bahwa beliau adalah ulama yang produktif dalam berkarya. Hal ini ditunjukkan dengan ke 50 karyanya yg sudah dibukukan.
Pengabdian dan Darussunnah
Seusai menamatkan studi masternya di Arab Saudi, KH Ali Mustafa Yaqub pulang ke tanah air pada 1985. Beliau mulai mengajar di IIQ (Institute Islam al-Qur’an), Pengajian Tinggi Islam Masjid Istiqlal, Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah al-Hamidiyah, dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian pada tahun 1989, bersama keluarganya ia mendirikan Pesantren Darussunnah di Ciputat, tangerang Selatan.