Kewajiban Mencintai Tanah Air dalam Islam
Kewajiban Mencintai Tanah Air dalam Islam. Berikut Ini Adalah Penjelasan Mengenai Mencintai Tanah Air Sebagaimana Dijelaskan Dalam Islam
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ، وَفَضَّلَهُ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ بِالْإِنْعَامِ وَالتَّكْرِيْمِ، فَإِنِ اسْتَقَامَ عَلى طَاعَةِ اللهِ اسْتَمَرَّ لَهُ هذَا التَّفْضِيْلُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيْمِ، وَإِلاَّ رُدَّ فِي الْهَوَانِ وَالْعَذَابِ الْأَلِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَهُوَ الْخَلاَّقُ الْعَلِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ شَهِدَ لَهُ رَبُّهُ بِقَوْلِهِ: {وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيْمِ} صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ سَارُوْا عَلَى النَّهْجِ القَوِيْمِ وَالصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا، أَمَّ بَعْدُ
فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ .قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ .يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ. أَمَّا بَعْدُ.
Hadirin sidang Jum’at dirahmati Allah
Melalui mimbar ini, izinkan saya mengajak kepada diri saya sendiri sekaligus kepada hadirin sekalian. Marilah pada Jum’at yang insyaallah mubarok ini kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah (Mengambil Ibrah dari Momentum Peringatan Hari Pahlawan Nasional)
Ditetapkannya tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan tidak dapat dilepaskan dari peristiwa bersejarah bagai Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Para ulama dan barisan pemuda rakyat Surabaya (arek-arek Suroboyo) melakukan perlawanan rakyat terhadap tentara Sekutu yang memiliki persenjataan lengkap dengan hanya bermodalkan senjata apa adanya. Namun ternyata dengan kobaran semangat jihad fisabilillah dikomandoi oleh sejumlah ulama besar kala itu dan sekitar 200-an ulama dari Jawa dan Madura yang turut bergabung dalam pertempuran tersebut pada akhirnya tentara Sekutu dapat dikalahkan. Kecintaan kepada tanah air, semangat untuk melawan kezaliman dan ketidakadilan yang didasari dengan keimanan dan keislaman itulah yang kira-kira melatari semangat pertempuran 10 November 1945 melawan tentara Sekutu. Semangat itulah yang semestinya ada di dalam benak sanubari seluruh rakyat Indonesia hari ini, terutama di kalangan umat Islam.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah (Cinta tanah air bukan soal egoisme kelompok)
Cinta tanah air bukanlah dianggap sebagai ‘ashabiyah karena Rasulullah SAW sendiri pernah beberapa kali mengungkapkan rasa cinta kepada tanah airnya (Mekah dan Madinah). Cinta tanah air bukan soal egoisme kelompok. Cinta tanah air adalah tentang pentingnya manusia memiliki tempat tinggal yang memberinya kenyamanan dan perlindungan serta tentang kemerdekaan dan kedaulatan. Sehingga, siapa pun yang berusaha menjajah atau mengusir dari tanah tersebut, Islam mengajarkan untuk melakukan pembelaan.
Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Mumtahanah: 8,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya :
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadaporang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8).
Jama’ah Jum’at rahimakumullah (Tanah Air Tempat Menetap)
Tanah air sebagaimana yang kita ketahui bersama adalah negeri tempat kelahiran. Ali Al-Jurjani seorang ulama Ahlussunah di bidang bahasa dan sastra Arab mendefinisikan hal ini dengan istilah al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.
Dari definisi ini maka dapat dipahami bahwa tanah air bukan sekedar tempat kelahiran tetapi juga termasuk di dalamnya adalah tempat di mana kita menetap. Pada dasarnya setiap manusia itu memiliki kecintaan kepada tanah airnya sehingga ia merasa nyaman menetap di dalamnya, selalu merindukannya ketika jauh darinya, mempertahankannya ketika diserang dan akan marah ketika tanah airnya dicela.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah (Rasulullah Mencintai Tanah Airnya)
Rasulullah SAW sendiri pernah mengekspresikan kecintaannya kepada Mekah sebagai tempat kelahirannya, hal ini bisa kita lihat dalam penuturan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan dari Ibnu Hibban, yang artinya: “Dari Ibnu Abbas RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu.”
Rasulullah SAW juga mencintai Madinah sebagai tanah airnya setelah dirinya terusir dari Mekah. Hal ini terlihat dari ketika pulang dari bepergian, Beliau memandangi dinding Madinah kemudian memacu kendaraannya dengan cepat, seperti disampaikan HR. Bukhari, yang artinya: “Dari Anas RA bahwa Nabi SAW apabila kembali dari bepergian, Beliau melihat dinding Kota Madinah, maka lantas mempercepat ontanya. Jika di atas kendaraan lain (seperti bagal atau kuda) maka Beliau menggerak-gerakkannya karena kecintaannya kepada Madinah”.
Dari penjelasan singkat di atas, maka setidaknya kita dapat menarik kesimpulan bahwa mencintai tanah air merupakan tabiat dasar manusia, di samping itu juga dianjurkan oleh agama sebagaimana penjelasan dalam kitab karya Ibnu hajar Al-Asqalani dan Al-Qur’an surah Al-Qishash: 85,
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ ۚ قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ مَنْ جَاءَ بِالْهُدَىٰ وَمَنْ هُوَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Artinya:
“… maka turunlah Jibril AS dan berkata: Apakah Engkau rindu pada negerimu dan tempat lahirmu? Nabi SAW menjawab: Ya. Lalu Jibril berkata: Sesungguhnya Allah SWT berfirman: Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali”.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ.
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ
مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ
عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.