Keterlibatan Belanda Dalam Perpecahan Kesultanan Banjar

Politik Identitas Berbasis Agama: Ancaman atau Tantangan? (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin adalah kesultanan yang terdapat di Kalimantan Selatan.
Kesultanan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Negara Daha, dan berdiri semenjak 24 September 1526 sampai 11 Juni 1860.
Dikutip dari buku “Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara” karya Dani Prasetyo menjelaskan Kesultanan Banjar semula beribukota di Banjarmasin.
Kemudian dipindahkan ke Martapura dan sekitarnya (Kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi di Kalimantan.
“Sultan Suriansyah merupakan pemimpin pertama saat perkembangan Islam Abad ke-16 mulai berkembang,” ungkap Dani Prasetyo dikutip Senin (24/10).
Sejarah mencatat ibu kota kesultanan tersebut beberapa kali mengalami pemindahan.
Pernah memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Banjar pada kepemimpinan Sultan Hidayatullah.
Kemudian memindahkan pusat pemerintahan ke Batang Mangapan, yang sekarang bernama Muara Tambangan, dekat Martapura.
Ketika Sultan Hidayatullah digantikan oleh putranya Sultan Tamjidillah I (1734-1778) memindahkan pusat pemerintahan ke Martapura.
Setelah Sultan Tamjidillah I wafat, Sultan Sulaiman (1801-1825), memindahkan pusat pemerintahan ke Karang Intan.
Kemudian Sultan Adam (1825-1857), memindahkan pusat pemerintahan kembali ke Martapura. Sekaligus menjadi pemindahan yang terakhir.
Ketika Sultan Adam meninggal, Belanda yang pada saat itu telah memiliki pengaruh besar di Kesultanan Banjar mengangkat Pangeran Tamjidillah (1857-1859) sebagai sultan.
Tindakan Belanda ini memicu kemarahan rakyat. Karena rakyat merasa ada yang lebih berhak menggantikan Sultan Adam, yaitu Pangeran Hidayatullah.
Situasi ini menyebabkan meletusnya Perang Banjarmasin. Pada bulan April 1859, seorang pangeran lain yang juga kehilangan haknya akibat campur tangan Belanda, mengajak rakyat Banjarmasin untuk melakukan suatu perlawanan besar-besaran terhadap Belanda.
Pangeran tersebut adalah Pangeran Antasari. Perlawanan dari Pangeran Antasari ini berlangsung lama dan sangat merepotkan Belanda.
Sayangnya, perjuangan itu harus berakhir pada bulan Oktober 1862. Pada saat itu, Pangeran Antasari terkena wabah cacar dan kemudian meninggal pada 11 Oktober 1862. Perjuangannya sempat diteruskan oleh putranya, Sultan Muhammad Seman.
Namun, pada tahun 1905 Sultan Muhammad Seman akhirnya juga meninggal ditembak tentara Belanda. []