Ketauhidan dalam Serat Wirid Hidayat Jati “Raden Ngabehi Ronggowarsito”
HIDAYATUNA.COM – Dalam khazanah keilmuan Jawa, serat Wirid Hidayat Jati merupakan buku penting yang di dalamnya mengajarkan berbagai ajaran-ajaran kejawen. Tetapi jika kita kaji lebih jauh, serat Wirid Hidayat Jati juga mengajarkan ketauhidan yang memiliki nilai keislaman.
Ronggowarsito bernama asli Bagus Burhan, merupakan salah satu pujangga dalam dunia sastra Jawa. Ayahnya bernama Mas Pajangswara merupakan anak dari Yasadipura II, sang pujangga dari kasunanan Surakarta.
Beliau pernah belajar kepada Kiai Ageng Muhammad Besari, pada masa pembelajarannya inilah ilmu keagamaannya berkembang pesat. Oleh karena dia berguru pada kiai dengan latar belakang keilmuan sufi, maka pengaruhnya membuat corak sastra dari Ronggowarsito kental dengan nuansa sufi.
Salah satu karyanya adalah serat Wirid Hidayat Jati, sebuah serat yang kental dengan ajaran-ajaran tasawuf kejawen. Ada sebagian orang yang mengatakan jika serat ini bertentangan dengan agama Islam, tetapi jika kita mau mempelajarinya pasti akan paham bahwa serat itu sangat erat dengan ajaran Islam.
Isi Serat Wirid Hidayat Jati
Serat Wirid Hidayat Jati sering disebut sebagai buku induk dari Islam kejawen karena, ajarannya memang memiliki hubungan erat dengan dunia mistik kejawen. Serat ini memiliki 5 bab pembahasan.
Bab pertama berisi tentang ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para wali dan beberapa ajaran lainnya yang memiliki hubungan dengan Islam, seperti metode dakwah dan lainnya. Serta ciri-ciri orang yang pantas menjadi guru dalam dunia Islam.
Bab kedua merupakan ulasan lebih lanjut dalam bab pertama. Pada bab ini pula di uraikan tentang asal usul alam semesta, termasuk juga manusia. Pada bab ke 3 diuraikan tentang tanda-tanda ajal manusia sudah dekat.
Pada bab ke 4 berisi tentang ulasan lebih dalam pada bab kematian, termasuk setelah mati akan ke mana, dan lainnya. Untuk bab 5 adalah pengulangan dari ulasan bab kematian, tetapi di sini dijelaskan juga tentang tingkatan orang setelah mati. Ajaran ini kemudian dikenal sebagai martabat 7.
Ketauhidan dalam Serat Wirid Hidayat Jati
Kita sebagai orang muslim harus mampu memahami segala bentuk ajaran dari nenek moyang kita, terlebih jika mereka adalah tokoh-tokoh ulama. Ronggowarsito yang pernah berguru pada Kiai Ageng Muhammad Besar tentu juga mewarisi kedalaman ilmu dari gurunya.
Sebab itulah, ketika membaca serat Wirid Hidayat Jati kita tidak boleh berprasangka jika Ronggowarsito adalah tokoh kejawen yang tidak kenal ilmu agama Islam. Tetapi sebaliknya, kita harus memahami jika beliau adalah salah satu tokoh Islam.
Jika membaca Serat tersebut, terutama pada bab-bab awal akan ditemukan ajaran-ajaran ketauhidan yang tidak bertentangan dengan Islam. Berikut beberapa kutipan yang memberi gambaran tentang ketauhidan pada Allah.
Pertama adalah “Ingsun anekseni, satuhune ora ono Pangeran anging Ingsun, lan anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun.” Artinya: Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Aku (Allah), dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Ku (Allah).
Makna “Tiada Tuhan Selain Allah”
Kemudian setelah bersyahadat, dalam bab lain dijelaskan:
“Ingsun anekseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ono Pengeran anging Ingsun, lan anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun. Iya sajatine kang aran Allah iku badan Ingsun, Rasul iku rahsaningsun, Muhammad iku cahyaningsun. Iya Ingsun kang kang Urip tan kena ing pati, iya Ingsun kang eling tan kena ing lali. Iya Ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati. Iya Ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji-wiji, iya Ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana ora kakurangan ing pangerti. Byar sampurna padhang terawangan, ora karasa apa-apa, ora katon apa-apa. Amung Ingsun kang angliputi ing ngalam kabeh kalawan kodratingsun.”
Kalimat di atas berarti: “Aku bersaksi kepada Zat-Ku sendiri, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Aku (Allah), dan Aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku (Allah). Sesungguhnya yang bernama Allah itu badan-Ku, Rasul Rahsa-Ku, Muhammad cahaya-Ku. Akulah (Allah) yang hidup tidak akan mati. Akulah (Allah) yang selalu ingat tidak akan lupa. Akulah (Allah) yang kekal tidak ada perubahan dalam segala keadaan. Akulah (Allah) yang bijaksana tiada kekurangannya di dalam pengertian, sempurna terang benderang, tidak terasa, tidak kelihatan. Hanya Aku (Allah) yang meliputi alam semesta, karena kodrat-Ku.”
Kalimat di atas memiliki makna bahwa Allah meliputi segalanya, tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah, dan tidak ada kekuatan selain dari Allah. Dalam memberikan ajarannya Ronggowarsito menggunakan frasa “aku” sebagai penyebutan dari Allah.
Hal ini dikarenakan Ronggowarsito sebagai tokoh sufi terinspirasi oleh ajaran al Hallaj (tokoh sufi yang dihukum mati karena mengatakan aku adalah kebenaran). Aku yang diucapkan oleh Ronggowarsito dan al Hallaj memiliki makna sama, yakni merujuk pada Allah, tidak ada aku sebagai manusia, melainkan aku hanyalah Tuhan.