Kesultanan Demak Bintara, Tonggak Awal Sejarah Kerajaan Islam di Tanah Jawa
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Islam memasuki Pulau Jawa melalui jalur pesisir utara Pulau Jawa yang ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun binti Hibatullah yang wafat pada tahun 475 H (1802 M).
Makam tersebut terletak di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.
Dilihat dari namanya, diperkirakan bahwa Fatimah adalah keturunan Hibatullah, yaitu salah satu dinasti yang ada di Persia.
Selain penemuan makam Fatimah binti Maimun, ditemukan juga makam Malik Ibrahim dari Kasyan (nama salah satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H (1419 M).
Di Pulau Jawa sendiri sebenarnya proses Islamisasi telah terjadi sejak abad XI M.
Sejalan dengan kemunduran Kerajaan Majapahit yang merupakan kerjaan bercorak Hindu yang adidaya di Nusantara pada masanya, ditemukan juga beberapa puluh makam nisan kubur Islam di daerah Troloyo, Trowulan dan Gresik.
Jika berbicara tentang kesejarahan dari Kerajaan Demak ini sendiri tentunya tidaklah terlepas dari pembahasan terkait keruntuhan satu kerajaan besar sebelumnya, yakni Kerajaan Majapahit.
Babad Tanah Jawi menyebutkan Kerajaan Majapahit runtuh karena serangan Kerajaan Islam Demak pada 1478 Masehi atau 1400 saka.
Pusat Kerajaan Majapahit tidak mengalami kerusakan apa-apa saat diserang oleh tentara Demak. Pusat Kerajaan Majapahit masih utuh, tidak dibumihanguskan oleh tentara Demak.
Kesultanan Demak adalah kesultanan Islam pertama yang berdiri di Pulau Jawa pada tahun 1478 M.
Kesultanan Demak termasuk ke dalam wilayah Pantai Laut Utara Jawa.
Seperti yang telah diketahui bersama bahwasannya Pantai Laut Utara Jawa telah menjadi jalur penghubung pelayaran dan perdagangan laut antara Malaka, Indonesia bagian barat dengan kepulauan rempah-rempah Maluku.
Jalur Pantai Utara inilah yang memiliki andil besar dalam perkembangan peradaban di sekitarnya. Kesultanan Demak ini didirikan oleh Raden Patah yang berasal dari kalangan bangsawan Kerajaan Majapahit.
Beliau menjabat menjadi Adipati Kadipaten Bintara, Demak. Adapun nama ‘Patah’ sesungguhnya merupakan kata serapan dari Bahasa Arab yakni fattah yang artinya pembuka.
Ketika Majapahit sudah di ujung tanduk, Raden Patah memutuskan segala hubungan dan koneksi dengan Majapahit.
Dari sini dapat dilihat bahwasannya Raden Patah memiliki kepekaan yang lumayan baik di bidang politik.
Pada tahun 1478 Masehi, Bhre Kertabhumi gugur di Keraton Majapahit karena serangan dari Dyah Ranawijaya, anak Bhre Pandan Alas.
Tahun itulah yang dijadikan pertanda hilangnya Majapahit, sirna ilang kertaning bumi.
Versi lain menyebutkan bahwa pada tahun 1478 ini Dyah Kusuma Wardhani dan suaminya, Wikramawardhana, mengundurkan diri dari tahta Majapahit.
Kemudian mereka digantikan oleh Suhita. Pada tahun 1479, Wirabumi, anak dari Hayam Wuruk, berusaha untuk menggulingkan kekuasaan sehingga pecah Perang Paregreg (1479-1484). Pemberontakan Wirabumi dapat dipadamkan namun karena hal itulah Majapahit menjadi lemah dan daerah-daerah kekuasaannya berusaha untuk memisahkan diri.
Dengan demikian penyebab utama kemunduran Majapahit tersebut ditengarai disebabkan berbagai pemberontakan pasca pemerintahan Hayam Wuruk, melemahnya perekonomian dan pengganti yang kurang cakap serta wibawa politik yang memudar.
Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri.
Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit.
Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging.
Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.
Sehingga dengan demikian keruntuhan Majapahit pada masa itu dapat dikatakan tinggal menunggu waktu sebab sistem dan pondasi kerajaan telah mengalami pengeroposan dari dalam.
Demak pada masa sebelumnya merupakan suatu daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagah Wangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kesultanan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra).
Sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak yang diperkirakan didirikan oleh para Walisongo.
Lokasi ibukota Kesultanan Demak saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah.
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Kedudukan Demak semakin penting peranannya sebagai pusat penyebaran agama Islam setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.
Walau begitu, hal tersebut suatu saat juga menjadi ancaman bagi kekuasaan Demak.
Karena itulah pada tahun 1513, Raden Patah mengutus putranya sendiri yaitu Pati Unus dan para armadanya diutus untuk menyerang Portugis di Malaka.
Walau Serangan ke Malaka sudah dibantu oleh Aceh dan Palembang tetapi gagal dikarenakan kualitas persenjataan yang kurang memadai dibanding Portugis di Malaka.
Demikian penjelasan singkat mengenai sejarah Kesultanan Demak Bintoro yang menjadi tonggal awal kesejarahan kerajaan Islam di Tanah Jawa. []