Kesimpulan yang Kebablasan
HIDAYATUNA.COM , Yogyakarta – Berikut ini adalah sebuah catatan yang akan sedikit membincang mengenai kesimpulan yang kebablasan.
Kesimpulan yang pertama yaitu kita ikut ulama yang membolehkan mengamalkan hadis daif, tapi kita dituduh pengamal hadis palsu.
Kedua, kita ikut ulama yang membolehkan tawassul di makam, jika ada tata cara ziarah yang salah dari orang awam malah kita yang dituduh mengamalkan.
Ketiga, ulama yang membolehkan musik dengan syarat tertentu dan kita mengikutinya, dianggap menghalalkan semua bentuk musik yang ada kemungkaran.
Keempat, ada beberapa bentuk Tasyabuh dengan agama lain yang memiliki kriteria tertentu tidak dipermasalahkan oleh ulama kita, anehnya setiap amalan kita dituduh Tasyabuh dengan agama lain.
Merayakan Maulid Nabi dituduh sama seperti Natal. Memperingati Isra Miraj dianggap sama seperti Kenaikan Isa Al-Masih dan sebagainya.
Kelima, kesimpulan bahwa kita ikut ulama yang berijtihad dalam masalah keagamaan yang dibenarkan oleh syariat dituduh mengada-ada dan membuat syariat baru.
Keenam, kita menerima Tasawuf dari ulama Shufi Imam Al-Junaid yang tetap berpegang pada dalil Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Anehnya jika ada praktek penyimpangan aliran tarekat selalu dituduhkan kepada kita.
Ketujuh, dalam hal akidah kita meyakini Allah adalah wujud, sejak belum ada makhluk Allah tidak memerlukan tempat atau tanpa arah dan setelah Allah menciptakan makhluk keberadaan Allah tetap tidak memerlukan apapun termasuk tempat dan arah, anehnya kita dituduh mengatakan Allah ada di mana-mana.
Tidak perlu menghiraukan tuduhan kelompok lain. Setelah mereka diam akan dilanjutkan oleh para penerusnya, tidak akan pernah berkesudahan.
Demikian catatan singkat mengenai kesimpulan-kesimpulan yang kebablasan. []