Kesenangan Dunia Bisa Menghalangimu Dari Taufik Allah
Oleh: Prof. H. Ahmad Thib Raya
HIDAYATUNA.COM – Ibn Atha’illah berkata dalam untaian kalimat hikmahnya: “Bisa jadi, Allah memberimu (kesenangan dunia) tetapi menghalangimu (dari taufik-Nya). Bisa pula Dia menghalangimu (dari kesenangan dunia), tetapi memberimu (taufik-Nya).”
Kalimat Hikmah ini diungkapkan oleh Ibn Atha’illah dalam kalimat hikmahnya yang ke-84 di dalam bukunya Terjemah al-Hikam, hal. 121.
Kata kunci yang penting kita pahami di dalam untaian kalimat Ibn ‘Atha’illah di atas adalah kesenangan dunia dan taufik. Kesenangan dunia adalah kenikmatan dunia yang diberikan oleh Allah, seperti harta, kekayaan, posisi, jabatan, dan kedudukan sosial yang tinggi serta kelebihan, seperti kelebihan ilmu. Semua itu memudahkan orang lupa.
Taufik adalah bimbingan dari Allah untuk melakukan ketaatan serta mendekatkan diri kepada-Nya dan memahami-Nya. Hidayah adalah petunjuk kepada jalan yang benar. Taufik dan hidayah selalu kita minta kepada Allah yang biasa kita ucapkan untuk menutup pidato, atau ceramah Hidayah adalah petunjuk ke jalan yang benar, sedangkan taufik adalah bimbingan dalam melakukan ketaatan kepada Allah.
Ibn Atha’ilah mengingatkan kita agar kita berhati-hati dan waspada ketika Allah memberi kesenangan dunia kepada kita. Seba, kesenangan dunia seperti yang saya contohkan di atas memudahkan manusia lupa, dan kalau manusia sudah lupa, maka Allah menghalangi dari taufik-Nya. Kalau engkau memiliki dan mendapatkan kesenangan dunia, jangan sampai engkau lupa bahwa itu adalah nikmat Allah yang dianugerahkan kepadamu. Ketika engkau tidak menyadarinya, maka pada saat itulah Allah menghalangimu dari taufik-Nya.
Sebaliknya, harus engkau sadari bahwa kalau Allah tidak memberimmu kesenangan dunia, seperti yang saya sebutkan di atas, berarti Allah memberimu taufik-Nya sehingga engkau dapat melakukan ketaatan kepada-Nya. Sebab, orang yang tidak mendapatkan kesenangan dunia, memudahkan dia untuk meningat Allah. Mengingat Allah itulah taufik-Nya.
Sikap yang paling baik adalah engkau mendapatkan kesenangan dunia, walau kesenangan itu berlimpah, disertai dengan kesadaran untuk tetap taat melaksanakan perintah-Nya. Taat lah kepada dengan kesenangan yang Allah berikan, dan taat pula kepada Allah pada saat engkau tidak mendapat kesenangan dunia. Waktu senang ingat Allah dan taat kepada-Nya dan waktu susah ingat Allah dan taat kepada-Nya.
*Dikutip dan diuraikan oleh Ahmad Thib Raya, dari Buku Terjemah al-Hikam, oleh Ibn Atha’illah al-Iskandary.